Media adalah sarana TEROR bagi
lawan ideologinya
Adakah Konspirasi di Metro TV
?
OPINI
di KOMPASIANA | 17 September 2012
| 14:18
Banyak aduan
masyarakat kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait dialog di Metro
Hari Ini pada 5 September 2012 yang menyebut Rohis sebagai sarang
teroris.Entah pernyataan dari narasumbernya atau dari redaksi pemberitaan Metro
TV sendiri, namun yang jelas disebutkan bahwa ekstrakurikuler di masjid-masjid
sekolah sebagai salah satu pola rekrutmen teroris.Kontan, hal itu menuai reaksi
dari berbagai pihak terutama dari kalangan muda yang sedang aktif atau
setidaknya pernah aktif (alumni) di Rohis sekolah, termasuk penulis
sendiri.Setelah menuai reaksi akhirnya pihak Metro TV menyampaikan permohonan
maafnya melalui websitenya di metrotvnews.com
Permintaan
maaf Metro TV pun tidak membuat banyak pihak merasa puas dan melupakan kejadian
itu begitu saja, redaksi diminta menyampaikan maaf secara luas bukan hanya
melalui website pribadinya.Mengingat, bukan kali ini Metro TV menyampaikan
berita yang terkesan tendensius.
Sebelumnya,
Metro TV, dalam acara Journalis on Duty nya menuai protes dari PPI Yaman
wilayah San’a yang menyesalkan penyebutan Universitas Al Iman sebagai sarang
teroris dan berafiliasi dengan Al Qaida, padahal Universitas Al Iman adalah
kampus yang terakreditasi di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi Yaman.
Kemudian
ketika marak demonstrasi anti AS terkait film penghinaan Nabi SAW, dalam
editorialnya Elman yang notabene anggota Dewan Redaksi metro TV, mengatakan
orang yang berdemo tersebut melakukan tindakan tak beradab dan bodoh.
Ada apa
dengan Metro TV yang makin hari makin konsisten dengan ke-Anti Islamannya????
Bukankah
Surya Paloh itu orang Aceh?Dan Aceh itu begitu cinta dengan agamanya?
Apakah benar
tuduhan seorang mantan jurnalisnya yang berkicau lewat twitter, bahwa ada
konspirasi di balik ini semua di bawah kendali empat serangkai, Elman Saragih,
Laurens Tato, Andy F Noya dan Saur Hutabarat?
Entahlah,
waktu yang akan menjawab semua……..
"Konspirasi Metro TV" Curhat Sandrina Malakiano (mantan anchor METROTV)
Written By Amir Kiat on berita-langit.blogspot.com. Selasa, 18 September 2012 | 11.02
Metro TV telah membuat berita yang menyudutkan Rohis
(Kerohanian Islam) di sekolah-sekolah, bahwa Rohis adalah tempat pembibitan
teroris.
Berbagai pihak ramai membicarakan ulah Metro TV tersebut. Berita yang penuh dengan propaganda anti Islam telah dilakukan Metro TV. Salah satu penyiar Metro TV yang sangat terkenal Sandrina Malakiano juga pernah mengalami pelakukan SARA yang dilakukan Metro TV, hanya karena berjilbab, akhirnya dia tidak mendapat pekerjaannya. Berikut curhatnya:
Berbagai pihak ramai membicarakan ulah Metro TV tersebut. Berita yang penuh dengan propaganda anti Islam telah dilakukan Metro TV. Salah satu penyiar Metro TV yang sangat terkenal Sandrina Malakiano juga pernah mengalami pelakukan SARA yang dilakukan Metro TV, hanya karena berjilbab, akhirnya dia tidak mendapat pekerjaannya. Berikut curhatnya:
Setiap kali sebuah musibah
datang, maka sangat boleh jadi di belakangnya sesungguhnya menguntit berkah
yang belum kelihatan. Saya sendiri yakin bahwa " sebagaimana Islam
mengajarkan " di balik kebaikan boleh jadi tersembunyi keburukan dan di
balik keburukan boleh jadi tersembunyi kebaikan.
Saya sendiri membuktikan itu dalam kaitan dengan keputusan memakai hijab sejak pulang berhaji di awal 2006. Segera setelah keputusan itu saya buat, sesuai dugaan, ujian pertama datang dari tempat saya bekerja, Metro TV. Sekalipun tanpa dilandasi aturan tertulis, saya tidak diperkenankan untuk siaran karena berjilbab.
Pimpinan Metro TV sebetulnya sudah mengijinkan saya siaran dengan jilbab asalkan di luar studio, setelah berbulan-bulan saya memperjuangkan izinnya. Tapi, mereka yang mengelola langsung beragam tayangan di Metro TV menghambat saya di tingkat yang lebih operasional. Akhirnya, setelah enam bulan saya berjuang, bernegosiasi, dan mengajak diskusi panjang sejumlah orang dalam jajaran pimpinan level atas dan tengah di Metro TV, saya merasa pintu memang sudah ditutup.
Sementara itu, sebagai penyiar utama saya mendapatkan gaji yang tinggi. Untuk menghindari fitnah sebagai orang yang makan gaji buta, akhirnya saya memutuskan untuk cuti di luar tanggungan selama proses negosiasi berlangsung. Maka, selama enam bulan saya tak memperoleh penghasilan, tapi dengan status yang tetap terikat pada institusi Metro TV.
Setelah berlama-lama dalam posisi yang tak jelas dan tak melihat ada sinar di ujung lorong yang gelap, akhirnya saya mengundurkan diri.
Pengunduran diri ini adalah sebuah keputusan besar yang mesti saya buat. Saya amat mencintai pekerjaan saya sebagai reporter dan presenter berita serta kemudian sebagai anchor di televisi. Saya sudah menggeluti pekerjaan yang amat saya cintai ini sejak di TVRI Denpasar, ANTV, sebagai freelance untuk sejumlah jaringan TV internasional, TVRI Pusat, dan kemudian Metro TV selama 15 tahun, ketika saya kehilangan pekerjaan itu. Maka, ini adalah sebuah musibah besar bagi saya.
Tetapi, dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi saya yang terbaik dan bahwa dunia tak selebar daun Metro TV, saya bergeming dengan keputusan itu. Saya yakin di balik musibah itu, saya akan mendapat berkah dari-Nya.
HIKMAH BERJILBAB
Benar saja. Sekitar satu tahun setelah saya mundur dari Metro TV, ibu saya terkena radang pankreas akut dan mesti dirawat intensif di rumah sakit. Saya tak bisa membayangkan, jika saja saya masih aktif di Metro TV, bagaimana mungkin saya bisa mendampingi Ibu selama 47 hari di rumah sakit hingga Allah memanggilnya pulang pada 28 Mei 2007 itu. Bagaimana mungkin saya bisa menemaninya selama 28 hari di ruang rawat inap biasa, menungguinya di luar ruang operasi besar serta dua hari di ruang ICU, dan kemudian 17 hari di ruang ICCU?
Hikmah lain yang saya sungguh syukuri adalah karena berjilbab saya mendapat kesempatan untuk mempelajari Islam secara lebih baik. Kesempatan ini datang antara lain melalui beragam acara bercorak keagamaan yang saya asuh di beberapa stasiun TV. Metro TV sendiri memberi saya kesempatan sebagai tenaga kontrak untuk menjadi host dalam acara pamer cakap (talkshow) selama bulan Ramadhan.
Karena itulah, saya beroleh kesempatan untuk menjadi teman dialog para profesor di acara Ensiklopedi Al Quran selama Ramadhan tahun lalu, misalnya. Saya pun mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pemahaman baru tentang agama dan keberagamaan. Islam tampil makin atraktif, dalam bentuknya yang tak bisa saya bayangkan sebelumnya. Saya bertemu Islam yang hanif, membebaskan, toleran, memanusiakan manusia, mengagungkan ibu dan kaum perempuan, penuh penghargaan terhadap kemajemukan, dan melindungi minoritas.
Saya sama sekali tak merasa bahwa saya sudah berislam secara baik dan mendalam. Tidak sama sekali. Berjilbab pun, perlu saya tegaskan, bukanlah sebuah proklamasi tentang kesempurnaan beragama atau tentang kesucian. Berjibab adalah upaya yang amat personal untuk memilih kenyamanan hidup.
Berjilbab adalah sebuah perangkat untuk memperbaiki diri tanpa perlu mempublikasikan segenap kebaikan itu pada orang lain. Berjilbab pada akhirnya adalah sebuah pilihan personal. Saya menghormati pilihan personal orang lain untuk tidak berjilbab atau bahkan untuk berpakaian seminim yang ia mau atas nama kenyamanan personal mereka. Tapi, karena sebab itu, wajar saja jika saya menuntut penghormatan serupa dari siapapun atas pilihan saya menggunakan jilbab.
Hikmah lainnya adalah saya menjadi tahu bahwa fundamentalisme bisa tumbuh di mana saja. Ia bisa tumbuh kuat di kalangan yang disebut puritan. Ia juga ternyata bisa berkembang di kalangan yang mengaku dirinya liberal dalam berislam.
Tak lama setelah berjilbab, di tengah proses bernegosiasi dengan Metro TV, saya menemani suami untuk bertemu dengan Profesor William Liddle " seseorang yang senantiasa kami perlakukan penuh hormat sebagai sahabat, mentor, bahkan kadang-kadang orang tua " di sebuah lembaga nirlaba. Di sana kami juga bertemu dengan sejumlah teman, yang dikenali publik sebagai tokoh-tokoh liberal dalam berislam.
Saya terkejut mendengar komentar-komentar mereka tentang keputusan saya berjilbab. Dengan nada sedikit melecehkan, mereka memberikan sejumlah komentar buruk, sambil seolah-olah membenarkan keputusan Metro TV untuk melarang saya siaran karena berjilbab. Salah satu komentar mereka yang masih lekat dalam ingatan saya adalah, Kamu tersesat. Semoga segera kembali ke jalan yang benar.
Saya sungguh terkejut karena sikap mereka bertentangan secara diametral dengan gagasan-gagasan yang konon mereka perjuangkan, yaitu pembebasan manusia dan penghargaan hak-hak dasar setiap orang di tengah kemajemukan.
Bagaimana mungkin mereka tak faham bahwa berjilbab adalah hak yang dimiliki oleh setiap perempuan yang memutuskan memakainya? Bagaimana mereka tak mengerti bahwa jika sebuah stasiun TV membolehkan perempuan berpakaian minim untuk tampil atas alasan hak asasi, mereka juga semestinya membolehkan seorang perempuan berjilbab untuk memperoleh hak setara? Bagaimana mungkin mereka memiliki pikiran bahwa dengan kepala yang ditutupi jilbab maka kecerdasan seorang perempuan langsung meredup dan otaknya mengkeret mengecil?
Bersama suami, saya kemudian menyimpulkan bahwa fundamentalisme "mungkin dalam bentuknya yang lebih berbahaya" ternyata bisa bersemayam di kepala orang-orang yang mengaku liberal.
KABARKAMI,
Metro TV merupakan media nasional di bawah naungan Media Group, perusahaan
milik politisi Surya Paloh. Pengakuan Mantan wartawan dan penulis
Editorial Media Indonesia tentang adanya Konspirasi Metro TV dan Media
Indonesia”. Baik Metro TV dan Media Indonesia (surat kabar).
Penjelasan
beberapa pengalamannya di masa lalu ketika masih menjadi pekerja di meja
redaksi Metro TV, yang menyinggung beberapa nama yang saat ini masih aktif
seperti Elman Saragih, Andy F. Noya, dan Saur Hutabarat. Dalam rangkaian
tweet-nya, mantan wartawan Metro TV ini, semasa dia masih menjabat sering
kali memainkan berita terkait SARA, baik agama atau isu sensitif lainnya. Dia
juga mengaku sempat protes kepada Elman Saragih, pemimpin redaksi, terkait pola
perekrutan reporter yang dianggapnya tidak proporsional karena mempertimbangkan
agama.
Bukan kali
ini saja Media Group, memojokkan kelompok masyarakat atau agama tertentu.
Menurut mantan watawan tersebut, baginya agama apapun adalah hak privat setiap
orang, dan tidak sepatutnya Metro TV menyajikan berita yang memancing reaksi
publik terkait agama, apalagi berita yang bersifat distorsis.
Berikut
rangkuman tweet Edy sebagaimana ditayangkan di situs pkspiyungan.org.
Edy A
Effendi
@eae18
Mantan Wartawan & Penulis Editorial Media Indonesia
@eae18
Mantan Wartawan & Penulis Editorial Media Indonesia
1. Ini
terkait berita Metro TV yg menyudutkan sekolah umum jadi sarang teroris. media
hrs obyektif. itu hak publik.
2. Sudah
untuk kesekian kali @Metro_TV n Media Indonesia menyudutkan Islam. Dan telah
beberapa kali mendapat somasi dan diprotes tapi tak kapok.
3. Banyak
berita yang diprotes dan disomasi tapi mereka bergeming. Saya akan paparkan
beberapa fakta bukan karena saya benci agama lain.
4. Bagi saya
agama adalah hak individu. saya hanya ingin melihat media massa jangan di
jadikan alat menikam bagi agama lain. harus dibebaskan..
5. Media
massa harus dibebaskan dari kepentingan agama. Media massa bertugas mereportase
isu warga, bukan mendistorsi.
6. pada era
2000-an, di mana saya bekerja di Media Indonesia, ada empat sekawan yang
berperan dalam soal isu agama.
7. Andy F
Noya, Saur Hutabarat, Elman Saragih n Laurens Tato, kebetulan mrk non muslim
dan pengendali media grup.
8. 4 petinggi
inlah yang punya peran penting mengakses berita. Surya Paloh tidak tahu menahu.
Siapa juga yang tidak tahu jika perusahaannya beberapa kali disomasi.
9. Sebagai
mantan penulis editorial, saya tahu persis, bagaimana berita dimainkan. Saya
protes soal rekruitmen yang berbau SARA.
10.
rekruitmen reporter sangat berbau SARA. Di rapat besar, saya protes ke Elman..
11.
Rekruitmen reporter yang diterima banyk non muslim? Elman kaget. Dia bilang
sepanjang saya kerja di media baru kali ini dikritisi soal ini.
12.Jika ada
6 reporter yg diterima, komposisinya, 2 Protestan, 2 Katolik, 2 Islam. Ini
fakta bukan fiksi. saksi bnyk.
13. Desk
redaksi yang strategis paling ditempati oleh non muslim. Polkam, metropolitan
dan mingguan. Di SDM dan level asred eks sama.
14. Akhirnya
saya masuk tim seleksi reporter. ujung-ujungnya di HRD dijegal juga.
Taufiqulhadi pernah protes juga soal rekruitmen.
15. Meski
saur dan andi tak aktif lagi tapi msh jadi berdiri di balik layar. kenapa
tak tegas saja, Media Grup anti Islam.
16. Ada
puluhan wartawan senior dan yunior keluar. alasan utamanya terkait manipulasi
jamsostek dari 1995-2005.
17. Saya
keluar, lebih banyak soal SARA dan sikap diskriminasi elit. Saya sdh bicara di
Kenduri Cinta Cak Nun, TIM akhir 2007.
18. Wahai
pejuang anti SARA, knp kalian bungkam? Takut tak diekspos? Tak populer? Kalian
sangat diskriminatif.
19. ketika
menyudutkan demo PKS. Elman di editorial pagi Metro mengatakan yang demo anti
AS tak beradab dan bodoh.
20. Pernah
juga soal editorial yang menghina umat Islam Palestina. Umat Islam Indonesia
tak perlu bela Palestina. penulisnya Laurens Tato.
21. Jadi kl
ada demo PKS meski sangat massif tak boleh dipajang di hal 1.
22. Pernah
PKS demo besar-besaran memrotes Bill Clinton ke Indoesia. Pas rapat redaksi, Yohanes
Widad, asredpel, meminta foto jgn dipasang hal 1.
23. Mereka
tak suka PKS.
24. Elman
Saragih pernah sy tunjuk2 mukany di Lobby 2 Metro TV krn soal SARA. Badan gede
nyali kecil. Husen H saksi.
25. Jadi
JANGAN HARAP ada berita yg FAIR dari METRO TV, jika bicara soal
ISLAM. Saya tak benci Kristen tapi benci konspirasi.
26. Bagi sy,
Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Syiah, Ahmadiyah, itu hak privat. Tapi berita yg
obyektif itu, hak publik.
27. SEKALI
lagi bg pejuang anti SARA, kenapa kalian bungkam? Kalian serang isu SARA hanya
karena kepentingan politik?
28. Sekali
lagi, sy tak benci Kristen. Saya melawan media dijadikan mainan berbau SARA.
Bersikaplah fair dan obyektif.
29. Saya
sekedar mengingatkan ke kawan2 sy, @ulil (abshar abdalla) @fadjroel (falah) @TodungLubis,
apa arti SARA dan toleransi? kalian bungkam!
30. Mana
@RatnaSpaet yang sok pejuang anti SARA. Apa kejadian di media grup bukan SARA?
31. Di sini
bukan soal damai atau tak damai. Tapi media itu hrs obyetif, bukan
diskriminasi.
32. Saya
penulis terbaik editorial gelombang dua dan kebetulan dapat beasiswa menulis di
AS.
33. Secara
kebetulan saya penulis terbaik editorial gelombang 2, setelah 3 hari masuk
pelatihan. Jadi ada alsan saya bicara #BeritaMetroTV.
34. Saya
dulu di Media Indonesia. Tapi Metro TV dan MI satu kantor dan selalu kerja sama
dalam pemberitaan.
35. Sudah
lama, saya siap lahir batin melawan Elman cs. Kultwit saya soal Media Grup
bukan dendam atau apapun. Tp ulah mereka sudah di luar batas.
Bukan
bermaksud untuk memprovokativ, semuanya tergantung dari sudut mana anda
menyikapinya.
Sumber :
http://zilzaal.blogspot.com/2012/09/pengakuan-orang-dalam-tentang.html
.---------------------------------------selesai------------------------
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan ridha kepada kamu, sehingga kamu mengikuti millah (agama) mereka” (Qs. Al
Baqarah 120).
Lubang Biawak
|
Kebenaran Nubuat Rasulullah Dan Fenomena Tahun Baru Dikalangan Umat
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وذِرَاعاً
بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا:
يَارَسُوْلَ اللهِ, الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ: فَمَنْ» ؟ . رواه
البخاري
Dari Abu Sa'id (al-Khudry) bahwasanya Nabi
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh kalian akan mengikuti
sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta
demi sehasta, hingga andaikata mereka menelusuri lubang masuk ‘Dlobb'
(binatang khusus padang sahara, sejenis biawak-red), niscaya kalian akan
menelusurinya pula".
[Kami (para shahabat) berkata: "Wahai
Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?". Beliau
bersabda: "Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)". {H.R.al-Bukhary)
TAKHRIJ HADITS SECARA GLOBAL
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim,
Ahmad dan Ibnu Majah.
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
"...hingga andaikata mereka memasuki lubang masuk dlobb niscaya kalian
akan memasukinya pula".
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
al-Hakim dari Ibnu ‘Umar terdapat gambaran yang lebih jelas. Dari Ibnu ‘Umar
radliallâhu 'anhuma, Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sungguh Ummatku akan melakukan apa yang dilakukan oleh Bani Israil,
sama persis layaknya sepasang sandal dengan pasangan yang lainnya, hingga
andaikata pada mereka ada orang yang mengawini ibunya secara terang-terangan,
maka di kalangan ummatku akan ada yang sepertinya".
PENJELASAN HADITS
Makna hadits diatas adalah bahwa Rasulullah
telah mensyinyalir melalui nubu-at (tanda-tanda kenabian)-nya, bahwa kelak di
akhir zaman, ada diantara umatnya yang mengikuti gaya hidup orang-orang
sebelum mereka, yaitu orang-orang Yahudi dan Nashrani.
Beliau menegaskan bahwa di dalam mengikuti dan
meniru-niru gaya hidup mereka tersebut, umatnya melakukannya secara bertahap
dari mulai sejengkal, sehasta dan seterusnya (sebagaimana terdapat di dalam
tambahan riwayat yang lain).
Ketika Rasulullah menyinggung tentang
orang-orang sebelum mereka, para shahabat seakan tahu siapa mereka itu, yaitu
orang-orang Yahudi dan Nashrani, tetapi masih ragu dan ingin mendapatkan
penegasan dari Rasullah.
Namun Rasulullah menjawabnya dengan gaya bahasa
bertanya pula sebagai penegasannya: "Kalau bukan mereka, siapa
lagi?".
Hadits tersebut dimulai dengan tiga kata
penegas; yaitu al-Qasam al-Muqaddar (Bentuk sumpah yang abstrak), al-Lâm
serta an-Nûn. Semuanya di dalam tata bahasa Arab adalah merupakan bentuk
penegasan dimana seharusnya kalimat aslinya berbunyi ‘Demi Allah, Sungguh
kamu akan mengikuti...'.
Syaikh al-‘Utsaimin -rahimahullah- menyatakan
bahwa kalimat ‘Latattabi'unna' diarahkan kepada orang banyak (jama') bukan
kepada orang per-orang (mufrad). Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan di
dalam hadits ini bukan makna zhahirnya bahwa semua umat ini akan mengikuti
cara/metode orang-orang sebelum mereka tetapi maksudnya disini adalah
bersifat ‘âmm khâsh' (umum tetapi khusus) sebab ada diantara umat ini yang
tidak mengikuti hal tersebut. Tetapi bisa jadi juga, maknanya tetap umum
(general) tetapi meskipun demikian, tidak mesti bahwa umat ini mengikuti
sunnah umat terdahulu dalam segala halnya. Bisa jadi, ada sebagian yang
mengikuti sisi yang satu ini dan sebagian yang lain mengikuti sisi yang
lainnya. Maka dengan demikian, hadits ini tidak dapat diartikan bahwa umat
ini telah keluar dari dien al-Islam. Makna ini adalah lebih pas sehingga
hadits tersebut tetap di dalam keumuman maknanya. Tentunya yang harus kita
ketahui bahwa ada diantara cara-cara hidup (sunnah/metode) orang-orang
terdahulu yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari dien ini seperti
memakan riba, dengki, prostitusi dan dusta. Sebagian lagi ada yang
mengeluarkan pelakunya dari dien ini seperti menyembah berhala.
Hadits tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan
umat ini akan perihal tersebut sehingga mereka berhati-hati. Jadi, maknanya
bukan menetapkan (iqrar) bahwa hal itu disetujui akan terjadinya sehingga
membuat orang yang lemah imannya beralasan dengan hadits ini ketika akan
melakukan perbuatan maksiat bahwa apa yang dilakukannya semata karena telah
ditetapkan oleh Rasulullah sendiri. Sungguh ini merupakan ucapan dusta yang
nyata terhadap beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam.
Semua perbuatan maksiat yang terjadi saat ini
mesti ada asal-usulnya pada umat-umat terdahulu akan tetapi orang yang diberi
taufiq oleh Allah untuk mendapatkan hidayah, maka dia akan mendapatkan
hidayah tersebut. Artinya, ada semacam kesimpulan bahwa perbuatan maksiat
yang terjadi pada umat ini memiliki akar dan asal-usul pada umat-umat masa
lampau. Demikian pula, bahwa tidaklah ada perbuatan yang dilakukan oleh
umat-umat masa lampau melainkan akan ada pewarisnya pada umat ini.
Imam an-Nawawy menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan ungkapan "Syibr (sejengkal)" " Dzirâ' (sehasta)"
" Juhr adl-Dlobb (lubang masuk/rumah Dlobb) " adalah sebagai
perumpamaan betapa mirip dan hampir samanya apa yang kelak dilakukan oleh
umat ini dengan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan
Nashrani. Hal ini bukan di dalam melakukan kekufuran tetapi di dalam
perbuatan maksiat dan pelanggaran-pelanggaran agama.
Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa cara
mengikuti itu ibarat bulu pada panah yang harus datar sehingga arah panahnya
tidak nyasar. Demikian pulalah, kelak umat ini akan mengikuti sunnah
umat-umat terdahulu seperti itu.
Ucapan Rasulullah ‘lubang masuk/rumah dlobb'
karena lubang dlobb merupakan lubang binatang yang paling kecil dan
perumpamaan ini hanya dimaksudkan sebagai al-Mubâlaghah (berlebih-lebihan).
Artinya, bahwa umat ini benar-benar akan mengikuti mereka hingga bila diajak
masuk ke lubang yang paling kecil sekalipun.Tentunya, bila diajak untuk
memasuki lubang/rumah singa yang lebih besar, lebih pasti lagi mereka akan mengikutinya.
Imam an-Nawawy -rahimahullah- menegaskan:
"Ini merupakan mu'jizat yang nyata sekali dari Rasulullah shallallâhu
'alaihi wa sallam dan apa yang beliau beritakan telah benar-benar
terjadi".
Antara Nubu-at Rasulullah dan Fenomena
Perayaan Tahun Baru
Bila kita mengamati secara seksama realitas
yang ada menjelang berakhirnya setiap tahun Masehi, maka akan kita dapatkan
seakan Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam berbicara tentang kondisi
kontemporer saat ini.
Betapa tidak, hampir mayoritas umat ini
merayakan datangnya Tahun Baru Masehi tersebut persis dengan apa yang
dilakukan oleh pemilik Hari Besar tersebut, yaitu kaum Yahudi. Anehnya, di
negeri ini dirayakan pula oleh kalangan Nashrani.
Perayaan yang berisi hura-hura, kemaksiatan dan
pemubaziran dilakukan di hampir seluruh pelosok negeri, tidak oleh kalangan
muda-mudi saja tetapi juga oleh orang-orang tua. Pada tengah malam menjelang
pergantian tahun, mereka berpesta pora dan lelap dalam gegap-gempita serta
suara hiruk-pikuk musik yang menggila. Beramai-ramai dalam suasana sesak,
saling himpit dan bergaya dengan berbagai mode yang ada. Entah apa yang
terjadi manakala ada sekumpulan muda-mudi dalam suasana mabok seperti itu dan
di tengah malam dengan saling bergandengan dan seterusnya. Perbuatan maksiat
dimana-mana dan secara terang-terangan sudah semakin berani dipertontonkan.
Belum lagi ada acara mubazir yang tak kalah riuhnya dan merupakan fenomena
yang diciptakan dan dimanfa'atkan oleh para pedagang ayam. Di sepanjang jalan
menjelang malam itu, para pedagang ayam ini berjejer menjajakan ayam mereka
sembari meneriakkan yel-yel tahun baru. Ayam yang dibeli tersebut kemudian
dibakar hampir di seluruh perkampungan dan gang. Maka, asappun mengepul
kemana-mana dan dari mana-mana. Anehnya, mereka seakan tidak peduli dengan
suasana keprihatinan dan ekonomi yang lagi morat-marit. Mereka membeli dan
membakar ayam dalam jumlah yang sangat besar sehingga banyak sekali ayam yang
tersisa pada pagi harinya karena tidak ada lagi yang kuat memakannya selain binatang.
Bila melihat kepada namanya, sepertinya
memperingati dan merayakan Tahun Baru Masehi identik dengan tahunnya
orang-orang Nashrani saja. Tetapi sebenarnya, perayaan Tahun Baru tersebut
merupakan bagian dari aktifitas rituil agama Yahudi dan Majusi (yang disebut
dengan ‘an-Nayrûz'). Oleh karena itu, merekalah yang sebenarnya memiliki misi
merayakan dan memeriahkannya bukan kaum Muslimin.
Sedangkan di dalam Islam, hanya dikenal tiga
Hari Besar (‘Ied) yang memang disyari'atkan untuk dirayakan dan dimeriahkan;
dua bersifat tahunan, yaitu ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha serta satu lagi,
bersifat pekanan, yaitu Hari Jum'at. Selain tiga Hari Besar ini, tidak
dikenal peringatan dan perayaan hari besar lainnya, apalagi bila perayaan itu
identik dengan agama selain Islam, seperti agama Nashrani, Yahudi atau
Majusi.
Nah, yang menjadi masalah kemudian adalah
keterlibatan sebagian besar dari umat mayoritas yang beragama Islam di
dalamnya; Kenapa mereka ikut merayakan dan memeriahkannya juga? Tidak tahukah
mereka bahwa perayaan itu khusus untuk non Muslim, khususnya, kaum Yahudi dan
Majusi? Tahukah mereka bahwa hal ini bertentangan dengan ajaran agama?
Bagaimana pengawasan dan kontrol ulama terhadap gejala-gejala seperti ini
yang dapat merusak ‘aqidah umat?.
Tentu kita amat prihatin dengan nasib umat yang
semakin lama semakin terkikis ‘aqidahnya, sedikit-demi sedikit sebagaimana
yang disinyalir di dalam hadits Nabi tersebut.
Setidaknya -menurut hemat penulis-, ada dua
faktor besar yang menyebabkan terjadinya hal tersebut:
Pertama, Kejahilan sebagian besar umat ini akan
ajaran agama yang shahih. Kedua, Kurangnya kontrol para ulama, khususnya
penekanan terhadap sisi ‘aqidah.
Mengenai faktor pertama ini, ia amat identik
dengan pepatah yang mengatakan: "Manusia itu adalah musuh bagi apa yang
tidak diketahuinya". Dalam hal ini, bukan berarti umat selama ini tidak
mengalami proses pembelajaran. Proses itu ada tetapi kurang terkoordinir
dengan baik dan terfokus sehingga hasil yang didapatpun mengambang.
Proses pembelajaran sebagian besar umat selama
ini hanya bertumpu kepada acara-acara ceremonial. Rujukan-rujukan yang
digunakan dari sisi materi kurang memberikan tekanan kepada pemurnian ‘aqidah
dari syirik dan penyakit TBC (Takhayyul, Bid'ah, Syirik dan Churafat)
sementara dari sisi otentititas dan validitasnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan pula karena banyak sekali hadits-hadits yang dijadikan
sebagai hujjah sangat lemah kualitasnya bahkan maudlu'/palsu.
Umat yang awam hanya mengerti bahwa acara-acara
ceremonial semacam itu adalah bagian dari agama yang mereka anggap ‘wajib'
dilakoni dari masa ke masa dan secara turun-temurun. Bilamana ada salah
seorang diantara mereka yang dianggap sebagai tokoh agama di suatu tempat
sudah meninggal dunia, maka secara perlahan frekuensi acara tersebut dengan
sendirinya akan menurun drastis. Mereka tidak mengerti apakah hal itu
benar-benar dicontohkan oleh Rasulullah melalui dalil-dalilnya yang kuat dan
shahih atau tidak. Apalagi bila ditanyakan kepada mereka tentang rujukannya,
logika berfikir yang mereka fahami hanyalah bahwa hal itu ‘memang dari
dulunya demikian'. Mereka hanya terbiasa dengan ‘taqlid buta'. Memang secara
agama, bahwa apa yang dapat dilakukan oleh orang awam adalah taqlid kepada
para ulamanya.
Selain acara-acara ceremonial tersebut, memang
banyak sekali diadakan majlis-majlis ta'lim tetapi amat disayangkan bahwa
bobot materinya kurang berimbang. Sangat sedikit -untuk tidak mengatakan
hampir tidak pernah- di dalamnya menyentuh sisi ‘aqidah dan bagaimana mereka
bisa terlepas dari kesyirikan dan penyakit TBC tersebut. Yang sering
disuguhkan kepada mereka hanyalah masalah ‘Fadlâ-il A'mâl' (amalan-amalan
ekstra) seperti pahala ibadah yang ini sekian dan yang itu sekian namun
banyak sekali pula hadits-hadits yang digunakan sebagai hujjah untuk itu,
kualitasnya dla'if (lemah) sekali bahkan maudlu'/palsu. Sebagai contoh adalah
shalat ar-Raghâ-ib dimana sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam an-Nawawy
bahwa hadits tentang ibadah ini sama sekali tidak ada landasannya yang
shahih.
Maka, kejahilan di tubuh umat ini akan semakin
parah bila faktor kedua juga tidak terbenahi.
Para ulama adalah pewaris para Nabi dan menjadi
tumpuan berpijak umat di dalam mengarungi kehidupan keagamaan mereka. Ketika
berbicara, maka seharusnya mereka menyadari bahwa posisi mereka adalah
sebagai orang yang dimandati untuk mengatasnamakan agama dengan menggunakan
firman-firman Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa
sallam.
Dengan posisi seperti ini, sudah sepatutnya
bahkan wajib bagi mereka untuk memberikan pelajaran-pelajaran agama yang
benar kepada umat sebab umat yang awam hanya bertaqlid kepada mereka. Mereka
harus mengambil dalil-dalilnya dari rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan
dan valid sebab kelak mereka akan mempertanggungjawabkan hal ini di hadapan
Allah Ta'ala.
Sudah sepantasnya, para ulama meneladani sikap
para Imam empat Madzhab yang semuanya sepakat menyatakan keharusan untuk
merujuk kepada hadits yang shahih. Imam Abu Hanifah dan Imam asy-Syafi'i
mengatakan: "Bila hadits itu shahih, maka itulah madzhabku". Imam
Ahmad berkata: "Janganlah kalian mentaqlidiku, jangan pula mentaqlidi
Malik, asy-Syafi'i, al-Awza'i dan ats-Tsawry tetapi ambillah darimana mereka
mengambil". Imam Malik berkata: "Tidak ada seorangpun setelah
(wafatnya) Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam kecuali pendapatnya diambil
atau ditinggalkan kecuali Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam". Para Imam
ini melarang umat dan pengikutnya mentaqlid mereka secara buta bahkan salah
seorang dari mereka, yakni Abu Hanifah amat keras sekali ucapannya:
"Haram bagi siapa yang tidak mengetahui dalilku untuk berfatwa dengan
ucapanku".
Ungkapan para Imam empat madzhab tersebut
mengisyaratkan kepada kita bahwa bilamana suatu ketika kita menemukan hadits
yang shahih dan hadits yang mereka jadikan hujjah adalah dla'if atau ada
hadits yang lebih shahih dan kuat dari hadits yang mereka jadikan hujjah,
maka mereka akan menjadikan hadits yang shahih atau lebih shahih dan kuat
tersebut sebagai pendapat mereka. Ini juga menandakan bahwa mereka adalah
orang yang berlapang dada di dalam menerima al-Haq dan sama sekali tidak
menganggap pendapat mereka lebih benar dari yang lain sebab tolok ukurnya
adalah kekuatan hujjah dan keshahihannya.
Perlu kita renungi pula bahwa ketika para imam
tersebut mengatakan demikian, mereka menyadari betul bahwa ada hadits yang
belum sampai kepada mereka baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga hadits yang mereka jadikan hujjah adalah hadits yang mereka anggap
paling shahih yang sampai kepada mereka. Maka, agar umat dan pengikutnya
jangan terperdaya dan terkungkung di dalam taqlid buta, mereka mengatakan
seperti ungkapan-ungkapan tersebut sehingga mereka berlepas diri dari
kesalahan yang kelak terjadi akibat hujjah mereka yang dipandang lemah atau
kurang shahih dan kuat.
Disini, perlu ditekankan bahwa bilamana para
ulama mengambil sikap seperti para Imam empat madzhab tersebut, tentulah
kondisi umat dari sisi pembelajaran tersebut akan mencapai arah yang benar.
Umat akan tenang dan yakin di dalam menjalankan ibadah mereka karena para
ulama mereka interes terhadap dalil-dalil yang shahih dan kuat.
Dan, bilamana pula para ulama telah bersikap
demikian maka berarti akan mudah bagi mereka untuk mengikis habis segala
bentuk kesyirikan dan penyakit TBC yang sudah melanda umat begitu mereka mau
meneliti bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallâhu
'alaihi wa sallam.
Terlebih lagi tentunya, bilamana mereka lebih
memfokuskan kepada pemurnian ‘aqidah dari kesyirikan dan penyakit TBC
tersebut tentu kejahilan umat akan ajaran agamanya yang kebanyakannya berupa
pengamalan terhadap penyakit tersebut akan dapat teratasi dan terkikis
sehingga perayaan semacam ‘Natal Bersama' ‘Valentine Days' ‘Tahun Baru (Happy
New Year)' dan sebagainya tidak akan mampu membuai dan menggoyahkan ‘aqidah
mereka.
Inilah arti penting dari kontrol para ulama
terhadap ‘aqidah umat dan upaya pemurniannya dari segala bentuk kesyirikan
dan penyakit TBC diatas.
Dengan begitu, para ulama telah ikut andil di
dalam mensosialisasikan hadits Rasulullah yang kita kaji ini dan dapat
meminimalisir dampak dari apa yang telah disinyalir oleh Rasulullah tersebut.
Korelasi Antara Hadits Diatas Dengan Hadits
Larangan Tasyabbuh
Terdapat korelasi yang amat jelas antara hadits
ini dengan hadits larangan Tasyabbuh (menyerupai) dengan suatu kaum.
Dalam hadist diatas, Rasulullah mensinyalir
bahwa umat ini akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang Yahudi dan
Nashrani. Maka, di dalam mengkuti cara mereka tersebut terdapat penyerupaan
di dalam banyak hal.
Dalam hadits Rasulullah banyak sekali larangan
agar kita jangan menyerupai suatu kaum, terutama sekali terhadap orang-orang
Yahudi dan Nashrani, diantaranya sabda beliau: "Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka". (H.R.)
Imam al-Munawy dan al-‘Alqamy mengomentari
makna ‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum', yakni secara zhahirnya dia
berpakaian seperti pakaian mereka, mengikuti gaya hidup dan petunjuk mereka
di dalam berpakaian serta sebagian perbuatan mereka.
Al-Qary mengatakan: "Barangsiapa
menjadikan dirinya serupa dengan orang-orang kafir, misalnya di dalam
berpakaian dan selainnya atau serupa dengan orang-orang fasiq, Ahli Tasawwuf
atau serupa dengan orang-orang yang lurus dan baik, maka ‘dia adalah bagian
dari mereka', yakni di dalam mendapatkan dosa atau kebaikan/pahala".
Dalam hal ini, kami tidak ingin mengupas
panjang lebar tentang Tasyabbuh karena pembahasannya secara detail akan
didapat pada pembahasan tentang hadits-hadist larangan tasyabbuh tersebut.
Yang jelas, fenomena merayakan ‘Tahun Baru'
tersebut masuk ke dalam katogeri larangan Tasyabbuh.
Imbauan
Kami mengimbau agar saudaraku, kaum Muslimin,
membentengi diri dengan ‘aqidah yang benar sehingga tidak mudah tergoda oleh
hal-hal yang dapat menodai, mengotori apalagi menggoyahnya.
Kepada para orangtua, hendaknya mengarahkan
pendidikan agama yang memadai kepada anak-anak mereka terutama penekanan sisi
‘aqidah. Suruhlah mereka belajar agama kepada para ustadz yang dikenal kokoh
dan lurus ‘aqidahnya. Tegurlah mereka bilamana melakukan perbuatan yang
menyimpang dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ajarkanlah mereka al-Walâ'
dan al-Barâ' sehingga senantiasa bangga dengan agamanya dan loyal terhadap
Allah dan Rasul-Nya serta tidak menyukai segala bentuk kesyirikan dan
penyimpangan yang berupa penyakit TBC diatas.
Ajarkanlah mereka doa: "Ya Allah!
anugerahilah kepada kami kecintaan terhadap iman, dan anugerahilah kami
kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Jadikanlah
kami diantara orang-orang yang mendapat petunjuk".
Kepada para ulama, tunjukkanlah kepada
masyarakat contoh dan suriteladan yang baik. Ajarkanlah mereka bagaimana
membentengi diri dari segala bentuk penyelewengan terhadap ‘aqidah. Arahkan
mereka kepada manhaj ulama Salaf seperti para imam empat madzhab di dalam
‘aqidah dan menerima al-Haq. Bersama para tokoh masyarakat, berantaslah
segala bentuk kesyirikan, bid'ah, khurafat dan kemaksiatan. Terbukalah kepada
dan biasakanlah mereka untuk memperoleh rujukan yang shahih, kuat dan valid.
Jangan biasakan mereka dengan ‘taqlid buta'.
Semoga kita semua mendapatkan petunjuk Allah
Ta'ala dan senantiasa dibimbing oleh-Nya ke jalan yang diridlai-Nya. Amin.
Wallahu a'lam
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar