Dasar
kewajiban membiarkan jenggot tumbuh bagi laki-laki muslim
Dalam hadits Abdullah
bin Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
خالفوا المشركين
وفروا اللحى وأحفوا الشوارب
“Berbedalah
dengan orang-orang musyrik; biarkan jenggot tumbuh lebat dan potonglah
kumis.” (HR. Al-Bukhari, no. 5553)
Juga dalam
hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أحفوا الشوارب
وأعفوا اللحى
“Potonglah kumis
dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim, no. 623)
At-Thabrani
meriwayatkan bahwa ketika Kisra (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk
menemui Nabi saw. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot tercukur dan
kumis lebat. Rasulullah saw tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,
“Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini (mencukur jenggot dan memelihara kumis)? Keduanya
berkata, Rabb kami (tuan kami yaitu kisra) memerintahkan kami seperti ini.”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Akan tetapi, Rabbku
memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan mengunting kumisku. (HR. Thabrani, hasan)
Wahai orang yang mencukur jenggot
renungkanlah…
Bagaimana
pendapatmu apabila Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melihatmu dalam keadaan
jenggotmu tercukur, lalu dia berkata kepadamu “Celaka kamu! Siapa yang
memerintahkan kamu seperti ini?
Apakah kalian
juga akan menjawab “Kami melihat pemimpin-pemimpin kelompok kami mencukur jenggot, maka kamipun mengikutinya.” Sungguh ini adalah jawaban
yang sangat buruk, itu sama saja engkau mempertuhankan pemimpinmu.
Pembaca yang
budiman, kami ingatkan anda dengan hadits berikut. Dari Ats’asy bin Salim,
beliau berkata: Aku mendengar bibiku bercerita dari pamannya, beliau berkata,
“Ketika aku berjalan menyusuri kota Madinah, tiba-tiba ada seseorang
dibelakangku yang berkata, “Tinggikan sarungmu! Karena itu lebih menunjukkan
kepada ketaqwaan!” ternyata dia adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
aku lantas berkata “Wahai Rasulullah, ini hanyalah sebuah kain yang indah.”
Beliau bersabda “Tidakkah di dalam diriku terdapat keteladanan?” setelah
kupandang ternyata sarung beliau itu hingga pertengahan betis.” (HR. Tirmidzi,
shahih)
Sekali lagi
renungkanlah yaa.. ikhwan
Jawaban apa
yang akan engkau berikan ketika engkau mulai beralasan dihadapan Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam lantas beliau berkata kepada engkau “Tidakkah
di dalam diriku terdapat keteladanan?”
Dalam hadits
yang telah lalu disebutkan bahwa Allah-lah yang telah memerintahkan kita untuk
memelihara jenggot. Sebagaimana yang sudah menjadi keyakinan kita, bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala adalah Dzat yang paling tahu tentang segala sesuatu yang
indah, bagus dan bermanfaat bagi para mahluknya, dan sungguh Dia tidak akan
menyuruh kita untuk melakukan hal yang buruk, tercela dan membahayakan. Maka
wajib bagi kita untuk meyakini bahwa perintah untuk memelihara jenggot ini adalah perkara yang sangat
bagus, indah dan mengandung kemanfaatan.
Allah Yang
Maha Mulia telah berfirman
“Maka
apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya, lalu
menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Fathir:
“Sesungguhnya
binatang (mahluk) yang seburuk-buruknya disisi Allah adalah orang-orang pekak
dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan
ada pada mereka tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau
Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga,
sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” (Al Anfal:
22-23)
Dan masih banyak
hadits lain yang menunjukkan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
untuk membiarkan jenggot tumbuh, sedangkan “perintah” hukum asalnya adalah
“wajib” sepanjang tidak ada dalil yang “memalingkannya” dari hukum asal.
(redaksi
perintah amalan ini adalah biarkanlah....bukan tumbuhkanlah maksudnya lebat
atau sedikit atau barangkali tidak ada sama sekali rambutnya maka biarkanlah,
sehingga bagi ras tertentu yang tidak ditumbuhi rambut tidak memberatkan)
Demikianlah
penjelasan ringkas dari kami, semoga setelah mengetahui ini kaum muslimin lebih
berhati-hati lagi dalam menyikapi orang-orang yang mengamalkan sejumlah
kewajiban di atas. Tentu sangat tidak bijaksana apabila kita mengeneralisir
setiap orang yang tampak kesungguhannya dalam menjalankan agama sebagai teroris
atau bagian dari jaringan teroris.
Peringatan
Ketahuilah wahai
kaum muslimin, minimal ada dua resiko berbahaya apabila seorang mencela dan
membenci satu kewajiban agama atau mencela dan membenci orang-orang yang
mengamalkannya:
Pertama:
Berbuat zalim kepada wali-wali Allah, sebab wali-wali Allah yang hakiki
adalah orang-orang yang senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, baik perintah itu wajib maupun sunnah.
Allah Ta’ala
berfirman:
أَلَا إِنَّ
أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa.” (Yunus: 62-63)
Jangan sampai
kita berbuat dua kesalahan sekaligus; tidak mengamalkan kewajiban dari Allah
Ta’ala, masih ditambah lagi dengan perbuatan zalim (mencela) kepada orang-orang
yang mengamalkan kewajiban tersebut.
Barangsiapa yang
memusuhi wali Allah, dia akan mendapatkan kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam
hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الله قال من
عادى لي ولياً فقد آذنته بالحرب وما تقرب إلى عبدي بشئ أحب إلى مما افترضته عليه
وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به
وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها ولئن سألني لأعطينه
ولئن استعاذني لأعيذنه
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku umumkan
perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih aku cintai daripada amal yang Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa
hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunnah sampai Aku
mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Akulah pendengarannya yang
dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk
melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang
dia gunakan untuk melangkah. Kalau dia meminta kepada-Ku pasti akan Aku beri.
Dan kalau dia meminta perlindungan kepada-Ku pasti akan Aku lindungi”.” (HR.
Bukhari, no. 6137)
Faidah: Para
ulama menjelaskan bahwa makna, “Akulah pendengarannya yang dia gunakan
untuk mendengar, Akulah pandangannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah
tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk
melangkah” adalah hidayah dari Allah Ta’ala kepada wali-Nya sehingga ia
tidak mendengar kecuali yang diridhai Allah, tidak melihat kepada apa yang
diharamkan Allah, dan tidak menggunakan kaki dan tangannya kecuali untuk
melakukan kebaikan (lihat Syarhul Arba’in An-Nawawiyah, hadits
ke-38 oleh Asy-Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah).
Kedua:
Perbuatan tersebut bisa menyebabkan kekafiran, sebab mencela dan mengolok-olok
ajaran agama atau mengolok-olok orang-orang yang menjalankannya (karena
mereka mengamalkan ajaran agama) termasuk kekafiran kepada Allah Ta’ala.
Berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu
tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka
akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main
saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman.” (At-Taubah: 65-66)
Demikian pula,
membenci satu bagian dari syari’at Allah Jalla wa ‘Ala, baik yang wajib maupun
yang sunnah, atau membenci pelakunya (disebabkan karena syari’at yang dia
amalkan) merupakan kekafiran kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Demikianlah
(mereka kafir) karena mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah, lalu Allah
menghapuskan amalan-amalan mereka.” (Muhammad: 9)
Maka
berhati-hatilah dari kemurkaan Allah ‘Azza wa Jalla.
Kemudian kepada
Saudaraku yang telah diberikan hidayah oleh Allah Ta’ala untuk dapat
menjalankan kewajiban-kewajiban di atas, hendaklah kalian bersabar dan tetap tsabat
(kokoh) di atas sunnah, karena memang demikianlah konsekuensi keimanan, mesti
ada ujian yang menyertainya.
Dan wajib bagi
kalian untuk senantiasa menuntut ilmu agama dan menjelaskan kepada umat dengan
hikmah dan lemah lembut disertai hujjah (argumen) yang kuat agar
terbuka hati mereka -insya Allah- untuk menerima kebenaran
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah,
bukan pemahaman teroris.
Ada banyak syubhat (pendapat rancu), bahwa diantara orang musyrik, yahudi
dan nasrani sekarang ada yang berjenggot sehingga berjenggot tidak bisa lagi
menyelisihi mereka.
Jawabannya:
a. Mereka yang memanjangkan jenggotnya hanya sebagian kecil saja, mayoritasnya tetap tidak memelihara jenggot. Padahal kita tahu, bahwa hukum standar untuk kelompok tertentu, itu didasarkan pada perbuatan seluruh atau mayoritas individunya, bukan pada perbuatan sebagian kecilnya. Ini menunjukkan bahwa perintah menyelisihi mereka dengan memanjangkan jenggot masih sesuai dengan kenyataan yang ada. Di kalangan yahudi yang lazim berjenggot adalah rabbi/ulamanya saja dengan begitu kita tidak bisa mengatakan orang yahudi berjenggot. Contoh lain adalah penutupan aurat pada biarawati katholic di negeri-negeri eropa dan amerika tidak menjadikan kita berpendapat wanita katolik menutup aurat karena hanya sebagian kecil saja.
b. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- tidak hanya mengaitkannya dengan perintah menyelisihi Kaum Yahudi, tapi juga mengaitkannya dengan perintah menyelisihi Kaum Musyrikin, Kaum Majusi, dan Kaum Nasrani. Dan kita tahu, kebanyakan dari mereka sampai saat ini, masih memangkas habis jenggotnya.(bahkan diajarkan dalam buku etika penampilan mereka)
c. Dua perintah beliau ini, (yakni perintah memanjangkan jenggot dan perintah menyelisihi Kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Musyrikin), adalah dua perintah yang berdiri sendiri-sendiri, dan dua-duanya harus dijalankan semuanya. Sehingga kita tidak boleh menyelisihi mereka, jika konsekuensinya harus meninggalkan perintah untuk memanjangkan jenggot, wallohu a’lam.
Lalu apa dalil bahwa dua perintah ini berdiri sendiri-sendiri?
Dalilnya adalah banyaknya perintah dari Alloh dan Rosul-Nya untuk menyelisihi mereka tanpa dibarengi perintah memanjangkan jenggot. Sebaliknya, ada juga perintah memanjangkan jenggot tanpa dibarengi perintah menyelisihi mereka. Perhatikanlah nash-nash berikut:
أَنّ رسول الله صلى الله عليه وسلمُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَة (رواه مسلم)
Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah menyuruh menyukur tipis kumis dan memanjangkan jenggot. (HR. Muslim)
عن أبي الزبير: كنا نؤمر أن نوفي السبال, ونأخذ من الشارب (مصنف ابن أبي شيبة 5/25504)
Abuz Zubair mengatakan: “Dahulu kami (para sahabat) diperintah untuk memanjangkan jenggot, dan menyukur kumis”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 5/25504)
عن أبي أمامة, قال عليه الصلاة والسلام: يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ حَمِّرُوا وَصَفِّرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ… تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ… فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ (حسنه الحافظ في الفتح والألباني في الصحيحة)
Dari Abu Umamah, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Wahai Kaum Anshor, semirlah (uban) dengan warna merah dan kuning, selisihilah Kaum Ahli Kitab… Pakailah celana dan sarung, selisihilah Kaum Ahli Kitab… Ringankanlah dan pakailah alas kaki, selisihilah Kaum Ahli Kitab… (Hadits ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di Fathul Bari 10/254, dan Albani di Silsilah Shohihah, hadits no: 1245)
Lihatlah… Pada hadits pertama dan kedua, ada perintah memanjangkan jenggot, tanpa dibarengi perintah menyelisihi kaum Ahli Kitab… Sedang pada hadits ketiga, ada banyak perintah menyelisihi kaum Ahli Kitab, tanpa dibarengi perintah memanjangkan jenggot. Ini menunjukkan bahwa kedua perintah itu berdiri sendiri-sendiri, dan harus dikerjakan semuanya… Dan ketika dua perintah itu berkumpul pada satu amalan, maka itu lebih menguatkan petunjuk wajibnya amalan itu, sebagaimana terjadi pada masalah memanjangkan jenggot ini,wallohu a’lam.
d. Perintah menyelisihi mereka adalah khusus pada hal-hal yang menyelisihi fitrah dan Syariat Islam, jika pada keadaan tertentu mereka kembali padafitrahnya dan sesuai Syariat Islam, maka kita tidak diperintahkan menyelisihinya.
Banyak contoh dalam masalah ini:
1. Jika mereka pada masa-masa tertentu, menjadi jujur dan amanah, bahkan melebihi kaum muslimin, bolehkah kita bohong dan berkhianat dengan dalih menyelisihi mereka?!
2. Jika di saat ini, banyak dari mereka yang menghargai waktu, bahkan melebihi kaum muslimin, apa kita diperintah menyelisihinya?!
3. Jika suatu saat, mereka lebih memperhatikan kebersihan lingkungan melebihi kaum muslimin, apa kita dibolehkan mengumuhkan lingkungan kita, karena ingin menerapkan perintah menyelisihi mereka?!… dan selanjutnya anda bisa meneruskan sendiri contoh-contoh yang lain.
a. Mereka yang memanjangkan jenggotnya hanya sebagian kecil saja, mayoritasnya tetap tidak memelihara jenggot. Padahal kita tahu, bahwa hukum standar untuk kelompok tertentu, itu didasarkan pada perbuatan seluruh atau mayoritas individunya, bukan pada perbuatan sebagian kecilnya. Ini menunjukkan bahwa perintah menyelisihi mereka dengan memanjangkan jenggot masih sesuai dengan kenyataan yang ada. Di kalangan yahudi yang lazim berjenggot adalah rabbi/ulamanya saja dengan begitu kita tidak bisa mengatakan orang yahudi berjenggot. Contoh lain adalah penutupan aurat pada biarawati katholic di negeri-negeri eropa dan amerika tidak menjadikan kita berpendapat wanita katolik menutup aurat karena hanya sebagian kecil saja.
b. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- tidak hanya mengaitkannya dengan perintah menyelisihi Kaum Yahudi, tapi juga mengaitkannya dengan perintah menyelisihi Kaum Musyrikin, Kaum Majusi, dan Kaum Nasrani. Dan kita tahu, kebanyakan dari mereka sampai saat ini, masih memangkas habis jenggotnya.(bahkan diajarkan dalam buku etika penampilan mereka)
c. Dua perintah beliau ini, (yakni perintah memanjangkan jenggot dan perintah menyelisihi Kaum Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Musyrikin), adalah dua perintah yang berdiri sendiri-sendiri, dan dua-duanya harus dijalankan semuanya. Sehingga kita tidak boleh menyelisihi mereka, jika konsekuensinya harus meninggalkan perintah untuk memanjangkan jenggot, wallohu a’lam.
Lalu apa dalil bahwa dua perintah ini berdiri sendiri-sendiri?
Dalilnya adalah banyaknya perintah dari Alloh dan Rosul-Nya untuk menyelisihi mereka tanpa dibarengi perintah memanjangkan jenggot. Sebaliknya, ada juga perintah memanjangkan jenggot tanpa dibarengi perintah menyelisihi mereka. Perhatikanlah nash-nash berikut:
أَنّ رسول الله صلى الله عليه وسلمُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَة (رواه مسلم)
Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah menyuruh menyukur tipis kumis dan memanjangkan jenggot. (HR. Muslim)
عن أبي الزبير: كنا نؤمر أن نوفي السبال, ونأخذ من الشارب (مصنف ابن أبي شيبة 5/25504)
Abuz Zubair mengatakan: “Dahulu kami (para sahabat) diperintah untuk memanjangkan jenggot, dan menyukur kumis”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah 5/25504)
عن أبي أمامة, قال عليه الصلاة والسلام: يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ حَمِّرُوا وَصَفِّرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ… تَسَرْوَلُوا وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ… فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ (حسنه الحافظ في الفتح والألباني في الصحيحة)
Dari Abu Umamah, Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Wahai Kaum Anshor, semirlah (uban) dengan warna merah dan kuning, selisihilah Kaum Ahli Kitab… Pakailah celana dan sarung, selisihilah Kaum Ahli Kitab… Ringankanlah dan pakailah alas kaki, selisihilah Kaum Ahli Kitab… (Hadits ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di Fathul Bari 10/254, dan Albani di Silsilah Shohihah, hadits no: 1245)
Lihatlah… Pada hadits pertama dan kedua, ada perintah memanjangkan jenggot, tanpa dibarengi perintah menyelisihi kaum Ahli Kitab… Sedang pada hadits ketiga, ada banyak perintah menyelisihi kaum Ahli Kitab, tanpa dibarengi perintah memanjangkan jenggot. Ini menunjukkan bahwa kedua perintah itu berdiri sendiri-sendiri, dan harus dikerjakan semuanya… Dan ketika dua perintah itu berkumpul pada satu amalan, maka itu lebih menguatkan petunjuk wajibnya amalan itu, sebagaimana terjadi pada masalah memanjangkan jenggot ini,wallohu a’lam.
d. Perintah menyelisihi mereka adalah khusus pada hal-hal yang menyelisihi fitrah dan Syariat Islam, jika pada keadaan tertentu mereka kembali padafitrahnya dan sesuai Syariat Islam, maka kita tidak diperintahkan menyelisihinya.
Banyak contoh dalam masalah ini:
1. Jika mereka pada masa-masa tertentu, menjadi jujur dan amanah, bahkan melebihi kaum muslimin, bolehkah kita bohong dan berkhianat dengan dalih menyelisihi mereka?!
2. Jika di saat ini, banyak dari mereka yang menghargai waktu, bahkan melebihi kaum muslimin, apa kita diperintah menyelisihinya?!
3. Jika suatu saat, mereka lebih memperhatikan kebersihan lingkungan melebihi kaum muslimin, apa kita dibolehkan mengumuhkan lingkungan kita, karena ingin menerapkan perintah menyelisihi mereka?!… dan selanjutnya anda bisa meneruskan sendiri contoh-contoh yang lain.
Wallahul Musta’an.
http://nasihatonline.wordpress.com/2010/07/03/nasihat-kepada-kaum-muslimin-ketahuilah-cadar-celana-ngatung-dan-jenggot-bukan-ciri-ciri-teroris/
http://rachbiniblog.blogspot.com/
DLL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar