Oleh : Dr. M. Arifin Badri MA.
إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ
الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر
الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Segala puji hanya milik Allah
Ta'ala Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan hikmah, sehingga tiada satupun
makhluq yang diciptakan dengan sia-sia,
] وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالأَرْضَ وَمَا
بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ [
"Dan tidaklah Kami ciptakan
langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dengan
bermain-main". (Al Anbiya' 16). Maha Suci Allah Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan
berpasang-pasang.
] وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ [
"Dan segala sesuatu Kami
ciptakan berpasang-pasang supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (Az Dzariyat
49).
Ketentuan ini berlaku pada
seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia.
Tidaklah Allah Ta'ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan
pula obatnya. Sahabat Jabir t meriwayatkan dari Rasulullah r, bahwa beliau
bersabda :
(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا
أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )
"Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah
ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin
Allah Azza wa Jalla." (riwayat Muslim ).
Pada hadits lain riwayat Ibnu Mas'ud t, beliau r bersabda:
(ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا قد
أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ) رواه أحمد والطبراني وصححه الحاكم
"Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan untuknya obat, hal itu
diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang
tidak mengetahuinya." (Riwayat Ahmad, At Thobrany dan
dishohihkan oleh Al Hakim).
Sebelum kita
berbicara lebih jauh tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pengobatan, dan
penanggulangannya, alangkah indahnya bila kita sedikit menengok kepada dua
biang penyakit dan wabah yang telah dilalaikan oleh umat manusia secara umum,
dan kebanyakan kaum muslimin secara khusus. Hal ini penting kita lakukan,
karena dengan mengetahui penyebab penyakit yang kita derita, maka pengobatannya
akan menjadi mudah dan efektif.
Kedua sumber tersebut
ialah:
Kemaksiatan Adalah
Sumber Berbagai Penyakit:
Telah banyak dalil,
baik dari Al Qur'an dan As sunnah, serta dari berbagai fakta di alam semesta,
yang menunjukkan bahwa kemaksiatan adalah salah satu penyebab terjadinya
berbagai petaka dan penyakit. Allah Ta'ala berfirman:
]وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ
الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[ السجدة 21
"Dan sungguh-sungguh Kami
akan menimpakan kepada mereka sebagian azab dekat/kecil (di dunia) sebelum azab
yang lebih besar (di akhirat) agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (As Sajdah 21).
Ibu Abbas berkata: "Yang
dimaksud dengan azab dekat/kecil ialah berbagai musibah yang terjadi di dunia,
penyakit dan petaka yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya, agar mereka
bertaubat."()
Pada ayat lain Allah Ta'ala
berfirman:
]مَن يَعْمَلْ
سُوءًا يُجْزَ بِهِ
[النساء 123.
"Barang siapa yang
mengerjakan kejelekan, niscaya ia akan diberi balasan dengannya." (An Nisa 123).
Dan Rasulullah r bersabda:
(يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ على
قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إذا هو نَامَ ثَلَاثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ
عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فذكر اللَّهَ انْحَلَّتْ
عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صلى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ
فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ
كَسْلاَنَ) متفق عليه
"Syetan senantiasa
mengikatkan pada tengkuk salah seorang dari kalian bila ia tidur tiga ikatan,
lalu ia memukul setiap ikatan (agar menjadi kuat) sambil berkata: "malam
masih panjang, maka tidurlah" bila ia terjaga, kemudian ia menyebut nama
Allah, maka terurailah satu ikatan, bila ia berwudlu, maka terurailah satu
ikatan, dan bila ia menunaikan sholat, maka terurailah satu ikatan, sehingga
iapun pada pagi itu dalam keadaan bersemangat dan berjiwa baik, bila
tidak, maka ia akan berjiwa buruk dan malas." Muttafaqun
'alaih.
Dengan jelas Nabi r menyatakan bahwa diantara akibat langsung dari
perbuatan seseorang meninggalkan sholat subuh ialah jiwanya menjadi buruk, dan
pemalas.
Sebaliknya, orang yang
menjalankan sholat subuh dengan baik dan dengan memperhatikan syarat, rukun,
sunnah dan kekhusyuannya, maka ia akan senantiasa dilindungi dan dinaungi Allah
dari berbagai kejelekan, Rasulullah r bersabda:
(مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي
ذِمَّةِ اللَّهِ.) رواه مسلم
"Barang siapa yang menunaikan sholat subuh, maka ia berada dalam
jaminan Allah." (riwayat Muslim)
Bila seorang hamba telah berada dalam jaminan Allah, akankah ada suatu
kekuatan yang mampu mencelakakannya?!
Pada hadits lain, Nabi r juga menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan
sholat ashar bagaikan orang yang keluarga dan harta bendanya binasa hingga
tidak terisa sedikitpun:
(الذي تَفُوتُهُ صَلاَةُ الْعَصْرِ
كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ) متفق عليه
"Orang yang ketinggalan
sholat asher, seakan-akan telah ditimpa musibah pada keluarga dan harta
bendanya." (Muttafaqun 'alaih).
Ibnul Qayyim berkata: "Bila
seseorang meninggalkan sholat Asher, maka ia bagaikan orang yang memiliki
keluarga dan harta benda. Ia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, dan ia
meninginggalkan keluarga dan hartanya di dalam rumah. Tatkala ia pulang, seluruh
keluarga dan harta bendanya telah binasa, sehingga ia tinggal seorang diri,
kehilangan keluarga dan harta bendanya." ()
Oleh karena itu tidak
mengherankan bila Nabi r menjelaskan bahwa salah satu
hikmah dari setiap musibah yang menimpa seorang muslim ialah untuk menghapuskan
kesalahan dan dosanya.
(ما يُصِيبُ الْمُسْلِمَ من نَصَبٍ
ولا وَصَبٍ ولا هَمٍّ ولا حُزْنٍ ولا أَذًى ولا غَمٍّ حتى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
إلا كَفَّرَ الله بها من خَطَايَاهُ) متفق عليه.
"Tidaklah
seorang muslim ditimpa rasa letih, rasa sakit, gundah pikiran, rasa duka,
gangguan dan kebingungan sampai-sampai duri yang menusuknya, melainkan akan
Allah hapuskan sebagian dari kesalahannya." Muttafaqun
'alaih.
Degan penjelasan
singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa perbuatan maksiat adalah salah
satu penyebab datangnya berbagai penyakit, baik sebagai balasan atau sebagai
teguran kepada pelakunya agar ia kembali kepada jalan yang benar dan bertaubat
dari kemaksiatan.
Diantara kemaksiatan
yang sering menjadi biang munculnya berbagai penyakit baru ialah perbuatan
zina, sebagaimana disabdakan oleh Nabi r :
(لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى
يعلنوا بها، إلاَّ ظهر فيهم الطَّاعون والأوجاع التى لم تكن مضت في أسلافهم الذين
مضوا)
"Tidaklah
perbuatan zina meraja lela di suatu kaum, hingga mereka berterang-terangan
ketika melakukannya, melainkan akan ada pada mereka berbagai wabah (tha'un) dan
penyakit yang belum pernah ada pada generasi sebelum mereka." (Riwayat
Al Hakim, At Thobrani dan Al Baihaki, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Pada
suatu hari ada seseorang yang bertanya kepada sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas
dihadapan sahabat Usamah bin Zaid tentang penyakit/ wabah tho'un, maka
sahabat Usamah bin Zaid mengabarkan bahwa dan Rasulullah r pernah menjelaskan
tentang hal itu dengan sabdanya:
(إِنَّ هذا الْوَجَعَ أو السَّقَمَ
رِجْزٌ عُذِّبَ بِهِ بَعْضُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ ثُمَّ بَقِيَ بَعْدُ بِالْأَرْضِ
فَيَذْهَبُ الْمَرَّةَ وَيَأْتِي الْأُخْرَى) متفق عليه
"Sesungguhnya
penyakit ini adalah kotoran yang dengannya Allah mengazab sebagian umat sebelum
kalian, kemudian tersisa di bumi, kadang kala ia hilang dan kadang kala ia
datang kembali." Muttafaqun 'alaih.
Qotadah
berkata: "Telah sampai kepada kami bahwa tidaklah ada seseorang yang
tergores oleh ranting, atau tergelincir kakinya atau terpelintir uratnya,
melainkan akibat dari dosa yang ia perbuat.() "
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa Abul Bilaad pada suatu hari tatkala ia
membaca firman Allah Ta'ala :
]وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ
فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ [ الشورى 30
"Dan musibah apapun yang
menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri." (As Syura 30).
Abul Bilaad merasa keheranan, sebab ia menderita buta mata sejak ia kecil. Karena
rasa herannya inilah ia bertanya kepada Al 'Ala' bin Bader: "Bagaimana
penafsiran firman Allah Ta'ala:
]وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ [ الشورى 30
"Dan musibah apapun yang
menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri," padahal aku
ditimpa kebutaan sedangkan aku masih kecil? Maka Al
'Ala' menjawab: "Itu adalah akibat dari dosa kedua orang
tuamu."()
Inilah
tindakan pertama yang semestinya dilakukan oleh umat Islam dalam menanggulangi
atau mengobati berbagai wabah dan penyakit yang menimpa mereka. Yaitu dengan
mengenali penyebab datangnya penyakit dan wabah, kemudian menanggulanginya.
Dan
demikianlah salah satu imusisasi syari'at yang semestinya senantiasa
digalakkan oleh umat Islam, yaitu dengan memerangi kemaksiatan dan menggalakkan
amal sholeh, agar generasi penerus kita tumbuh berkembang dalam keadaan sehat
wal afiat terhindar dari berbagai penyakit ruhani dan jasmani.
Apalah
gunanya berbagai upaya penanggulangan dan penyembuhan yang kita lakukan, bila
sumber utama wabah dan penyakit malah kita galakkan atau minimal kita biarkan
merajalela, simaklah janji Rasulullah r yang pernah beliau ajarkan
kepada sepupunya Abdullah Ibnu Abbas t:
(احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ) رواه
احمد وغيره
"Senantiasa
jagalah (syari'at Allah) niscaya Allah akan menjagamu." (riwayat
Ahmad dan lainnya).
Ibnu Katsir
mengisahkan dalam kitabnya Al Bidayah wa An Nihayah: bahwa Imam Abu At
Thoyyib At Thobari walau telah berumur lebih dari satu abad (100 thn), masih
dalam keadaan sehat badan, tidak berubah sedikitpun dari ingatan dan akal
pikirannya, serta tidak ada tanda-tanda kepikunan. Bahkan pada suatu hari
beliau naik perahu, tatkala telah tiba di pantai, beliau keluar dari perahu
dengan meloncat. Suatu hal yang tidak dapat dilakukan, sekalipun oleh para
pemuda. Maka murid-muridnya yang bersama beliau bertanya: Apa yang engkau
lakukan ini wahai Abut Thoyyib? Beliaupun menjawab: ini adalah anggota badanku
yang senantiasa aku jaga dikala aku masih muda, sehingga sekarang berguna bagiku
disaat aku telah tua.()
Lalai Berdzikir
Kepada Allah Adalah Biang Berbagai Penyakit.
Segala kenikmatan
yang ada di dunia adalah karunia dari Allah semata, hanya Dia-lah yang paling
berhak untuk disyukuri dan dipuji atas segalanya. Oleh karenanya bila kita
melihat suatu kenikmatan atau sesuatu yang kita kagumi, baik pada diri, atau
anak keluarga, harta benda kita atau orang lain, hendaknya hal pertama yang
kita lakukan adalah mengingat Allah, dan memuji Allah, dan berdoa kepada Allah
memberkahi kenikmatan tersebut, misalnya dengan berkata:
بارك الله فيك.
"Semoga Allah
memberkatimu".
Tidak layak bagi
seorang muslim untuk hanyut dalam kekaguman terhadap suatu kenikmatan yang ada
padanya atau pada oleh lain, karena Dzat Yang telah menciptakan dan
mengaruniakan kenikmatan tersebut lebih layak untuk dikagumi dan dipuji.
Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: "Seseorang kadang kala seseorang memandangi orang lain,
karena kagum dengan keimanan dan ketakwaannya, maka kala itu yang menjadi
pelajaran adalah kesucian jiwa dan amalanya, bukan penampilannya. Kadang kala
ia memandangnya kerena penampilannya yang cakap. Suatu hal yang menjadi bukti
akan kekuasaan Dzat yang telah melukisnya, maka pandangan ini adalah baik. Dan
kadang kala ia memandangnya karena rasa kagum terhadap penampilannya belaka,
layaknya ketika ia memandangi kuda, binatang ternak, dan ketika ia memandangi
pepohonan, sungai dan bunga, maka pandangan yang demikian ini bila didasari
oleh ambisi terhadap kehidupan dunia, kepemimpinan, harta benda, maka ini
adalah pandangan yang dicela pada ayat berikut:
]وَلا
تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ
الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى[
"Dan janganlah
engkau tujukan pandangan kedua matamu kepada apa (kenikmatan&kekayaan) yang
telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehiduan
dunia, guna Kami uji mereka dengannya. Dan Karunia Tuhanmu adalah lebih baik
dan lebih kekal." Thoha 131."()
Syeikh Abdurrahman As
Sa'di ketika menafsiri ayat 131 surat Toha ini berkata: "Janganlah engkau
-karena rasa kagum- menujukan pandangan kedua matamu, dan janganlah engkau -
karena rasa suka- mengulang-ulang pandanganmu kepada keindahan dunia dan
orang-orang yang dikaruniai dengannya, baik berupa makanan, dan minuman lezat,
atau pakaian mewah atau rumah yang megah, atau istri cantik, karena itu semua
hanyalah perhiasan kehidupan di dunia, yang hanya memukau jiwa orang-orang yang
terpedaya, ....... Dan rizki Tuhanmu, baik yang dekat, berupa ilmu, iman dan
hakekat amal –amal sholeh, dan yang akan datang berupa kenikmatan yang kekal,
dan kehidupan yang penuh dengan keselamatan di sisi Allah Yang Maha Penyayang,
lebih baik dibanding dengan kenikmatan yang mereka dapatkan. Sebagaimana rizki
Tuhanmu lebih kekal, karena tidak akan pernah putus....Dan pada ayat ini ada
suatu isyarat, bahwa: bila seorang hamba merasakan dirinya mulai dilanda ambisi
untuk memperoleh berbagai perhiasan kehidupan dunia, dan mulai memusatkan
perhatian kepadanya, hendaknya ia mengingat berbagai karunia Allah yang telah
menantinya (di surga), kemudian ia membandingkan antara keduanya.() "
Pada suatu hari
sahabat 'Amir bin Rabi'ah t melintasi sahabat Sahel bin Hanif t yang sedang mandi di
rawa atau sungai, sepontan sahabat 'Amir berkata: "Aku tidak pernah
melihat kulit seputih ini, sampaipun kulit seorang gadis pingitan". Tak
lama kemudian sahabat Sahel tersungkur tak berdaya. Maka kejadian itu segera
disampaikan kepada Nabi r,
dan dikatakan kepada beliau: "Segera selamatkan Sahel!" Maka
beliaupun bersabda: "Siapakah yang kalian curigai (telah mengenainya)?
Para sahabatpun menjawab: 'Amir bin Rabi'ah. Rasulullahpun bersabda: Dengan
sebab apa salah seorang dari kalian hendak membunuh saudaranya?! Bila ia
melihat suatu hal pada diri saudaranya atau pada dirinya sendiri atau harta
bendanya, yang membuatnya terkagum, hendaknya ia memohonkan keberkahan."
Lalu Beliau memerintahkan sahabat 'Amir untuk berwudhu, dengan membasuh wajah,
kedua tangan hingga kedua sikunya, kedua lututnya, dan bagian dalam sarungnya
(atau bagian pinggang yang menjadi tempat menyimpulkan sarung-pen), kemudian
beliau memerintahkan agar air bekas basuhan() tersebut
disiramkan kepada sahabat Sahel. Seusai disiram dengan air tersebut, sahabat
Sahel meneruskan perjalanannya bersama rombongan, seakan-akan tidak pernah
mengalami gangguan apapun. (Kisah ini diriwayat oleh Imam Ahmad, An Nasa'i, At
Thobrany, Al Hakim dan lainnya, serta dishohihkan oleh Al Albani).
Perlu diketahui bahwa
kedua sahabat di atas, yaitu 'Amir bin Rabi'ah dan Sahel bin Hanif termasuk
sahabat terkemuka Nabi r,
dan keduanya termasuk yang andil dalam peperangan Bader(), sehingga tuduhan bahwa sahabat 'Amir telah hasad
atau menyimpan kedengkian terhadap Sahel bin Hanif tidak layak kita lakukan.
Yang layak untuk kita
lakukan hanyalah berbaik sangka kepada mereka berdua dan mengatakan bahwa
sahabat 'Amir bin Rabi'ah telah lalai untuk mendoakan keberkahan bagi sahabat
Sahel atas karunia Allah Ta'ala berupa kulit yang putih bersih.
Ibnu Qayyim
menjelaskan hubungan antara 'ain dan hasad adalah sebagai
berikut: "Orang yang menimpakan 'ain dan orang hasad memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaannya: mereka berdua jiwanya terkondisi dan tertuju kepada
orang yang diganggu. Orang yang menimpakan 'ain, jiwanya akan terkondisi disaat
berjumpa dan menyaksikan korbannya, sedangkan orang hasad, kehasadannya dapat
terwujud baik korban ada dihadapannya atau tidak. Perbedaan antara keduanya:
Orang yang menimpakan 'ain dapat saja mengenai sesuatu yang ia tidak hasad
kepadanya, misalnya, benda atau binatang, atau tanaman, atau harta, walaupun
biasanya senantiasa disertai dengan sifat hasad pelakunya. Dan mungkin juga
pengaruh matanya menimpa dirinya sendiri, karena pandangan matanya yang penuh
rasa ta'ajub/ kagum dan tajam terhadap sesuatu, disertai jiwanya yang telah
terkondisikan dengan keadaan kala itu, dapat mempengaruhi sesuatu yang ia
pandang.() "
Ibnu
Hajar Al Asqalani berkata: "Pengaruh 'ain dapat terjadi ketika
seseorang merasa ta'ajub/ kagum walaupun tanpa disertai rasa hasad, walaupun
dari orang yang menyayangi korbannya, walaupun dari orang sholeh. Dan orang
yang merasa kagum terhadap sesuatu hendaknya bersegera mendoakan keberkahan
untuk orang/ sesuatu yang ia kagumi, dan doa keberkahan itu akan menjadi
penawar pengaruh 'ainnya." ()
Demikianlah salah
satu dampak negatif yang mungkin terjadi bila kita lalai akan dzikir kepada
Allah disaat terkagum dengan suatu kenikmatan yang ada pada saudara kita atau
bahkan pada diri kita sendiri.
Bila anda bertanya,
bagaimanakah proses terjadinya pengaruh 'aian dapat terjadi? Maka para
ulama' memiliki beberapa penafsiran dan jawaban atas pertanyaan ini, akan
tetapi -menurut hemat saya- pendapat yang paling kuat ialah pendapat berikut:
Bila seseorang yang sedang ta'ajub memandang kepada hal yang ia kagumi, akan
tetapi ia lalai untuk mengembalikan rasa kagumnya tersebut kepada Allah dan
kekuasaan-Nya dalam menciptakan makhluq-Nya, maka kadang kala Allah menimpakan
petaka pada sesuatu yang ia kagumi tersebut, akibat pengaruh dari pandangannya,
sebagai ujian dari-Nya. Ini semua terjadi agar orang yang beriman meyakini
bahwa ini semua (sesuatu yang menakjubkan dan petaka yang menimpanya) terjadi
atau kuasa Allah, sedangkan orang selainnya menduga bahwa keduanya terjadi
berkat pengaruh selain Allah.)
Agar kita semakin
memahami betapa besar pengaruh kelalaian kita dari berzikir kepada Allah ketika
merasa ta'ajub terhadap suatu kenikmatan, maka saya mengajak pembaca untuk bersama-sama
merenungkan beberapa hadits Rasulullah r berikut :
(العين حقٌّ، ولو كان شيء سابق
القدر، سبقته العين، وإذا استُغسِلتم فاغسلوا) رواه مسلم
"(Pengaruh) mata
adalah benar adanya, dan seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir,
niscaya akan di dahului oleh mata (al 'ain). Dan bila engkau diminta untuk
membasuh diri, maka basuhlah". (riwayat Muslim).
Pada hadits lain,
dengan lebih tegas Rasulullah r
menyebutkan pengaruh langsung dari pandangan orang yang lalai akan Allah:
(أكثر من يموت من أمتي بعد كتاب
الله و قضائه و قدره بالأنفس) ( يعني بالعين) رواه البزار والطَّيالسي وابن أبي
عاصم وحسنه الألباني
"Kebanyakan
orang yang meninggal dari umatku –setelah karena ketentuan dan taqdir Allah-
adalah akibat pengaruh jiwa ". maksudnya "pandangan mata". (riwayat
Al Bazzar, At Thoyalisy, Ibnu Abi Ashim dan dihasankan oleh Al Albany.
Pada hadits lain Nabi
r
bersabda:
(العين تدخل الرجل القبر و الجمل
القدر.) رواه ابن عدي وأبو نعيم وحسنه الألباني
"(pengaruh) Al
'ain menyebabkan seseorang masuk ke dalam liang kuburannya dan onta ke dalam
panci." (riwayat Ibnu 'Adi, Abu Nuaim dan dihasankan oleh Al
Albani).
Pada suatu hari
Rasulullah r
melihat anak-anak sahabat Ja'far bin Abi Tholib y yang berbadan kurus, maka beliau
bertanya kepada ibu mereka yaitu Asma' bintu 'Umais radhiallahu 'anha:
)ما لي أَرَى أَجْسَامَ
بَنِي أَخِي ضَارِعَةً، تُصِيبُهُمْ الْحَاجَةُ؟ قالت: لاَ، وَلَكِنْ الْعَيْنُ
تُسْرِعُ إليه. قال: أرقيهم، قالت: فَعَرَضْتُ عليه، فقال أرقيهم). رواه مسلم
"Mengapa aku
lihat badan anak-anak saudaraku (keponakanku) kurus-kurus, apakah mereka
ditimpa kekurangan/ kemiskinan? Maka Asma' menjawab: Tidak, akan tetapi
(pengaruh mata) cepat sekali menimpa mereka? Maka beliau bersabda:
Jampi-jampilah (ruqyahlah) mereka. Asma' berkata: Maka akupun memaparkan bacaan
jampi-jampi kepadanya, dan beliau bersabda: Jampi-jampilah mereka
(dengannya-pen). (Muslim)
Dari beberapa hadits
di atas, jelaslah bagi kita bahwa pandangan mata orang yang lalai akan dzikir
kepada Allah dan pujian orang yang lupa untuk mendoakan keberkahan memiliki
akibat yang dahsyah, dan beraneka ragam dampaknya. Walau demikian besar
pengaruh 'ain, akan tetapi betapa banyak dari kita yang tidak menyadarinya.
Bila hal ini telah
kita ketahui, maka imunisasi syari'at yang dapat kita lakukan untuk
menanggulangi berbagai wabah dan petaka yang dapat ditimbulkan oleh 'ain ialah
:
1. Dengan meningkatkan
ketakwaan kepada Allah dan memperbanyak zikir kepada Allah, membaca doa-doa dan
wirid-wirid yang diajarkan Rasulullah r, terutama dzikir pagi dan sore, dzikir sebelum tidur,
dan banyak membaca Al Qur'an di manapun kita berada.
"Dari Aban bin Utsman, ia menuturkan, saya
mendengar dari ayahku (yaitu Utsman bin Affan-pen) berkata: Rasulullah r bersabda:
"Tidaklah ada seorang hamba yang berkata setiap pagi dan petang:
(بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ
مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ) ثلاث مرات
"Dengan menyebut Nama Allah Yang tiada sesuatu
yang dapat mengganggu bersama Nama-Nya, baik di bumi ataupun di langit,
sedangkan Dia adalah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"" sebanyak
tiga kali, kemudian ia disakiti oleh sesuatu hal. Tatkala
Aban bin Utsman meriwayatkan hadits ini, beliau sedang menderita penyakit
lumpuh separo. Maka salah seorang muridnya memandangi badan beliau. Maka
beliaupun faham maksudnya, lalu berkata kepadanya: "Ketahuilah bahwa
haditsnya seperti yang telah aku sampaikan kepadamu, akan tetapi kala itu aku
lupa untuk mengucapkannya, sehingga takdir Allah-pun menimpaku. (riwayat Abu
Dawud, At Tirmizy, An Nasa'i, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani.)
2. Mengingatkan
dan menggalakkan dzikir di masyarakat, sehingga masyarakat lambat laun akan
terbiasa untuk berdzikir, dan mengucapkan Masya Allah, Subhanallah,
Barakallahu fik dan doa-doa yang serupa ketika melihat sesuatu yang
menakjubkannya. Dengan demikian pengaruh 'ain dapat ditanggulangi.
Berikut
beberapa kisah nyata tentang orang-orang yang terkena pengaruh pandangan kagum
orang lain yang lupa untuk mendoakan keberkahan.
Kisah pertama:
Seorang
wanita yang sepanjang waktunya merasakan sesak nafas, yang kadang kala memuncak
dan kadang kala mereda, dan bila menghadiri pesta, atau perayaan ied
senantiasa ia senantiasa jatuh pingsan. Tatkala ia dibacakan ruqyah (bacaan
Al Qur'an dan doa-doa) ia teringat bahwa ada salah seorang kerabatnya pernah
memujinya tanpa disertai dengan doa keberkahan untuknya. Akan tetapi ia dan
keluarganya tidak bersegera mengambil bekas barang yang pernah dikenakan oleh
orang yang mengenainya tersebut. Dan ketika wanita itu menghadiri pesta
pernikahan putrinya, iapun kembali terjatuh pingsan dan langsung dilarikan ke
salah satu rumah sakit. Di sana ia dimasukkan ke ruang ICU, dikarenakan ia
telah mengalami koma, dan menurut dokter yang menanganinya, keadaannya sangat
kritis. Akibat kejadian ini, pernikahan putrinyapun di batalkan, lalu salah
seorang putri ibu tersebut teringat akan saran syeikh yang pernah membacakan ruqyah
terhadap ibunya, maka iapun bergegas mengambil barang yang pernah dikenakan
oleh kerabatnya yang di curigai tersebut, lalu iapun membasuhnya dengan air.
Air basuhan tersebut ia bawa ke rumah sakir, dan ia memasukkan sebagian air
tersebut ke mulut ibunya yang tak sadarkan diri. Dengan sangat mengejutkan, ibu
tersebut tiba-tiba terbangun dan langsung duduk di pinggir ranjang, lalu ia
tersedak dengan keras. Melihat kejadian ini, tenaga medis yang menanganinya
terheran-heran, dan dokter yang menanganinya berkata: "Kadang kala tubuh
manusia dapat mengobati dirinya", Subhanallah.
Kisah Kedua:
Seorang
ayah membawa anaknya yang mengalami lumpuh total dengan dengan dibungkus
sehelai selimut, ke rumah salah seorang syeikh yang biasa meruqyah orang.
Ayah tersebut telah menghabiskan jutaan reyal guna membiayai pengobatan anaknya
di dalam ataupun luar negri. Setelah beberapa saat syeikh tersebut membacakan ruqyahnya,
ia bertanya kepada anak tersebut: Apakah engkau mencurigai seseorang yang telah
mengenaimu dengan 'ain? Anak itupun menjawab: Saat ini tidak ada yang
dibenakku kecuali ayahku sendiri. Mendengar jawaban itu, sang ayahpun keheranan
dan berkata: Mungkinkah aku sendiri yang mengenainya, padahal aku telah
menghabiskan jutaan reyal untuk membiayi pengobatannya,?! Maka Syeikh tersebut
menjelaskan bahwa pengaruh 'ain bisa saja datang dari orang yang paling
dekat dan mencintai kita, pengaruh 'ain tidak mesti datang dari orang
yang dengki dan hasad. Pengaruh 'ain dapat mengenai seseorang bila ia
memuji dan lupa untuk berdzikir dan mendoakan keberkahan.
Setelah
mendapatkan penjelasan, maka sang ayahpun rela untuk digunakan sisa teh yang ia
minum dalam pengobatan analnya. Setelah anak tersebut minum sisa teh ayahnya,
terjadilah suatu kejutan, yaitu ia bergemetar dan mulai menggeliat di lantai,
kemudian ia mulai berusaha untuk bangkit dikit demi sedikit. Setelah ia
berhasil bangkit ia mencoba melangkahkan kakinya beberapa langkah, kemudia ia
kembali terjatuh, dan iapun kembali bangkit dan akhirnya berhasil berjalan normal.
Menyaksikan
pemandangan tersebut, sang ayah tak kuasa untuk menahan isak tangisnya, lalu ia
berusaha mengingat-ngat kejadian sebelum anaknya ditimpa penyakit lumpuh. Ia
menuturkan bahwa dua tahun silam, aku pernah memuji anakku dihadapan para tamu
dengan berkata: Sungguh tidak akan ada yang berbakti kepadaku selain anakku
ini, dan kala itu aku tidak berdzikir kepada Allah. Setelah itulah anakku mulai
merasakan sakit hingga akhirnya lumpuh total. Dan akupun tidak dikabari tentang
seorang dokter yang bagus, melainkan aku datangi, baik di dalam ataupun luar
negri. AKhirnya sang ayah berterima kasih kepada syeikh tersebut sembil
berkata: "Aku bak orang yang membawa penyakitnya sendiri dalam
sarung". Dan anak tersebut pulang dengan menenteng
selimut yang sebelumnya digunakanuntuk membungkus tubuhnya.()
Kisah Ketiga :
Kisah ini adalah
pengalaman pribadi saya sendiri. Kala itu, saya sedang diperjalanan pulang dari
kota Makkah usai menunaikan ibadah umrah bersama istri dan kedua putri saya
dengan naik bis antar kota (SAPTCO). Dikarenakan rasa letih seusai menunaikan
thowaf di siang bolong panas, maka saya, istri saya, dan putri saya yang kedua
langsung terlelap tidur ketika bis telah mulai berjalan. Di ditengah
perjalanan, saya terbangun karena mendengar suara putri pertama saya yang
sedang mengaji dan membaca beberapa surat pendek yang telah ia hafal. Sepontan
saya menoleh ke belakang, ke arah putri saya tersebut, dan berkata: kok tidak
tidur nak?! Iapun menjawab: Tidak mengantuk. Tanpa pikir panjang sayapun berusaha
untuk tidur kembali. Belum sempat saya tidur dengan lelap, saya dikejutkan
dengan teriakan putri pertama saya tersebut yang menyeringis dan memegangi
perutnya: "Aduh sakit, mau mutah". Langsung saja saya olesi badannya
dengan minyak kapak, karena saya berpikir, dia masuk angin. Akan tetapi upaya
tersebut tidak membuahkan hasil apapun, putri saya tetap saja menangis dan
perutnya mual-mual hendak muntah. Al hamdulillah segera saya teringat, bahwa
saya tadi memandanginya dengan tidak mendoakan keberkahan untuknya. Segera saya
mengambil gelas, dan menuangkan air minum kedalamnya, lalu saya minum sebagian
airnya. Sisa air yang saya minum tersebut segera saya minumkan ke putri saya.
Sangat mengejutkan, seusai minum sisa air minum saya tersebut, putri saya kembali
ceria, dan berkata: "Sudah tidak mau muntah lagi", "perutnya
tidak sakit lagi." Subhanallah, demikianlah pengalaman yang saya
alami sendiri, semoga pengalaman ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
Syarat Pengobatan
Yang Manjur:
Sebagaimana hal lainnya,
agar pengobatan manjur dan mendatangkan hasilnya, kita harus mengindahkan
beberapa persyaratannya. Dan berikut akan saya paparkan dua syarat utama bagi
pengobatan yang manjur:
Syarat Pertama:
Pengobatan yang tepat.
Agar obat yang kita
gunakan benar-benar berguna dan mampu menyembuhkan penyakit yang kita derita,
maka kita harus berlaku tepat, tepat dalam mendiagnosa penyakit, tepat memilih
obat, tepat ketika menentukan dosis, tepat waktu penggunaan, tepat dalam
menghindari pantangan dan lain-lain yang harus diindahkan dalam pengobatan.
Bila kita berlaku salah pada satu dari hal-hal tersebut, maka pengobatan yang
kita lakukan tidak akan mendatangkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Ibnul Qayyim ketika
mengomentari hadits di atas, berkata: "Pada hadits ini Nabi r mengaitkan
kesembuhan dengan ketepatan/kecocokan obat dengan penyakit, karena tidaklah ada
satu makhluqpun melainkan memiliki lawannya. Dan setiap penyakit pasti memiliki
obat yang menjadi penawarnya, yang dengannya penyakit itu diobati. Nabi rmengaitkan kesembuhan dengan
ketepatan dalam pengobatan, dan ketepatan ini merupakan hal yang lebih dari
sekedar ada atau tidaknya obat (bagi suatu penyakit-pen). Karena obat suatu
penyakit bila melebihi kadar penyakit, baik pada metode penggunaan atau dosis
yang semestinya, akan berubah menjadi penyakit baru. Bila metode penggunaan
atau dosisnya kurang dari yang semestinya, maka tidak akan mampu melawan
penyakit, sehingga proses penyembuhannya-pun tidak sempurna. Bila seorang
dokter salah dalam memilik obat, atau obat yang ia gunakan tidak tepat sasaran,
maka kesembuhan tak kan kunjung tiba. Bila waktu pengobatan dilakukan tidak
tepat dengan obat tersebut, niscaya obat tidak akan berguna. Bila badan pasien
tidak cocok dengan obat tersebut, atau fisiknya tidak mampu menerima obat
tersebut, atau ada penghalang yang menghalangi kerja obat tersebut, niscaya
kesembuhan tak kan kunjung tiba. Semua ini dikarenakan ketidak tepatan dalam
pengobatan. Bila pengobatan tepat dalam segala aspeknya, pasti -dengan izin Allah-
kesembuhan akan diperoleh. Inilah penafsiran terbaik bagi hadits di atas."()
Ibnu Hajar Al Asqalaany berkata:
"Pada hadits riwayat sahabat Jabir terdapat isyarat bahwa kesembuhan
tergantung kepada ketepatan dan dengan izin dari Allah. Yang demikian itu
dikarenakan suatu obat kadang kala melebihi batas, baik dalam metode penggunaan
atau dosisnya, sehingga obat tersebut tidak manjur, bahkan dimungkinkan obat
itu malah menimbulkan penyakit baru." ()
Syarat Kedua : Izin Allah.
Sebagai seorang muslim, kita pasti beriman dengan
taqdir Allah, beriman bahwa segala sesuatu di dunia ini, terjadi atas kehendak
dan ketentuan dari Allah Ta'ala:
]إِنَّا كُلَّ
شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ[ القمر
49
"Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir (ketentuan)." Al
Qamar 49.
Dan Rasulullah r bersabda:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (كُلُّ
شَيْءٍ بِقَدَرٍ حتى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ) رواه مسلم
"Segala sesuatu
(terjadi) atas takdir (ketentuan&kehendak), sampaipun rasa malas dan
semangat." (riwayat Muslim).
Kehendak dan ketentuan Allah ini mencakup segala
sesuatu, tanpa terkecuali penyakit dan kesembuhan yang menimpa manusia, oleh
karenanya nabi Ibrahim 'alaihis salam berkata –sebagaimana dikisahkan
dalam Al Qur'an-:
]وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ[ الشعراء 80
"Dan bila aku sakit, maka
Dia-lah yang menyembuhkan."
Dan dahulu Rasulullah r bila ada salah seorang dari anggota keluarganya
yang menderita sakit, atau ketika menjenguk orang yang sedang sakit, beliau mengusapnya dengan tangan kanannya, sambil berdoa:
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ
الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً
لَا يُغَادِرُ سَقَمًا) متفق عليه
"Ya Allah, Tuhan
seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan Engkaulah
Dzat Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan darimu, kesembuhan yang
tiada menyisakan penyakit." (Muttafaqun 'alaih).
Oleh karenanya pada
hadits Jabir di atas, selain mengaitkan kesembuhan dengan ketepatan dalam
pengobatan, Rasulullah r
juga mengaitkannya dengan kehendak Allah.
"Bila telah ditemukan
dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah
Azza wa Jalla."
Ibnu Abdil Bar
berkata: " Dan pada sabda Nabi r "Yang menurunkan obat
adalah Yang menurunkan penyakit" terdapat dalil bahwa kesembuhan tidak
ada seorangpun yang mampu menyegerakannya kedatangannya, dan tidak seorangpun
yang mengetahui waktu kedatangannya. Sungguh aku telah menyaksikan sebagian
dokter/tabib yang berusaha mengobati dua orang yang ia anggap bahwa penyakit
keduanya adalah sama. Keduanya ditimpa penyakit pada waktu yang sama, umur yang
sama, negri yang sama, bahkan kadangkala mereka adalah dua orang saudara
kembar, dan makanan mereka sama. Sehingga dokter tersebut mengobati keduanya
dengan obat yang sama, akan tetapi satunya sembuh, sedangkan yang lainnya mati,
atau penyakitnya berkepanjangan, dan ketika telah tiba saat yang telah Allah
tentukan, iapun sembuh."()
Ibnu Hajar Al
Asqalany berkata: "Dan diantara yang tercakup dalam sabda Nabi r " hal itu
diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang
tidak mengetahuinya" apa yang dialami oleh sebagian pasien, ia berobat
dari suatu penyakit dengan suatu obat, lalu iapun sembuh. Kemudian pada lain
waktu ia ditimpa oleh penyakit itu lagi, lalu iapun berobat dengan obat yang
sama, akan tetapi obat itu tidak manjur. Penyebab terjadinya hal semacam ini
adalah kebodohannya (ketidak tahuannya) tentang sebagian sifat/karakter obat
tersebut. Mungkin saja ada dua penyakit yang serupa, sedangkan salah satunya
terdiri dari beberapa penyebab (penyakit/komkplikasi), sehingga tidak dapat
diobati dengan obat yang telah terbukti manjur untuk mengobati penyakit yang
tidak komplikasi, disinilah terletak kesalahannya. Dan kadang kala kedua
penyakit tersebut sama, akan tetap Allah menghendaki untuk tidak sembuh, maka
obat itupun tidak manjur, dan saat itulah runtuh keangkuhan para
tabib/dokter."()
Penjelasan diatas membantah
praduga atau pemahaman sebagian orang bahwa: bila suatu hal telah dinyatakan
sebagai obat bagi suatu penyakit, maka harus manjur dan dapat mampu
menyembuhkan penyakit. Ataubila imunisasi suatu penyakit telah diberikan, maka
anak kita harus kebal dan terhindar dari penyakit.
Sadarlah wahai saudaraku! bahwa
semua yang kita lakukan dan kita upayakan hanyalah sebatas usaha, sedangkan
Allah-lah yang menentukan dan mentakdirkan.
Dahulu dinyatakan:
إذا وقع القدر بطل الحذر.
"Bila taqdir telah datang,
maka sirnalah kehati-hatian." Maksudnya, bila Allah telah
menentukan suatu penyakit menimpa seseorang, atau bila ajal telah datang, maka
berbagai upaya yang ditempuh manusia untuk menghindarinya tidak lagi berguna,
dan kehendak Allahlah yang pasti terjadi.
Akidah dan keyakinan
ini tidak boleh kita lupakan kapanpun kita berada, serta apapun profesi kita.
Kaitannya dengan
proses pengobatan setiap penyakit yang kita derita, maka dapat dirangkumkan
dalam beberapa hal berikut:
1. Hendaknya kita yakin,
bahwa yang menciptakan penyakit adalah Allah, dan yang menentukan bahwa
penyakit tersebut menimpa kita adalah Allah. Kita tidak perlu berkeluh kesah,
kita menerima semuanya dengan lapang dada, karena dibalik penyakit tersebut
pasti tersimpan beribu-ribu hikmah. Dengan cara ini, apapun yang kita alami
akan mendatangkan kebaikan bagi kita, baik di dunia ataupun di akhirat.
(عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ
وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إن أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ،
فَكَانَ خَيْرًا له، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا له).
رواه مسلم
"Sungguh
mengherankan urusan seorang yang beriman, sesungguhnya seluruh urusannya baik,
dan hal itu tidaklah dimiliki melainkan oleh orang yang beriman. Bila ia
ditimpa kesenangan, ia bersyukur, maka kesenangan itu menjadi baik baginya. Dan
bila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka kesusahan itu baik baginya." (riwayat
Muslim).
2. Hal
selanjutnya yang hendaknya kita lakukan ialah memohon kesembuhan kepada Allah,
menumbuhkan keimanan dan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang dapat menyembuhkan
penyakit kita. Oleh karenanya Rasulullah rmengajarkan kepada umatnya doa :
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ
الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا
يُغَادِرُ سَقَمًا)
"Ya
Allah, Tuhan seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan
Engkaulah Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu,
kesembuhan yang tiada menyisakan penyakit."
Kita
sering melupakan hal ini, bahkan tidak jarang doa menjadi upaya terakhir yang
kita lakukan dalam proses penyembuhan. Atau hanya kita lakukan bila tenaga
medis telah kesulitan atau, kita telah mengeluarkan banyak biaya, rasa putus
asa telah menyelimuti sanubari, dan –mungkin juga- dengan penuh keraguan kita berdoa
memohon kesembuhan kepada Allah, sambil berkata: "siapa tahu doa kita
dikabulkan".
Subhanallah,
dengan tenaga medis kita optimis, akan tetapi dengan kekuasaan Allah kita ragu,
sehingga kita berkata: "siapa tahu doa kita dikabulkan".?!
3. Pengobatan atau
imunisasi apapun yang kita lakukan, maka hendaknya kita senantiasa ingat bahwa
itu hanyalah sebatas upaya, akan tetapi ketentuan dan kesembuhan hanyalah milik
Allah, sehingga tidak ada lagi ucapan: "sudah berobat ke dokter
spesialis, atau minum obat ini, itu, atau sudah diimunisasi, kok masih juga
terkena penyakit, atau penyakit tak kunjung sembuh".
4. Hendaknya tenaga
medis yang mengobati orang lain atau orang yang menjenguk orang sakit, juga
ikut serta berdoa dengan penuh keimananan, memohonkan kesembuhan kepada Allah,
dengan demikian kedua syarat kesembuhan di atas dapat segera terpenuhi, dan
kesembuhanpun segera datang. Rasulullah r bersabda:
(من
عاد مريضا لم يحضر أجله، فقال عنده سبع مرات: أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ
الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ، إلا عافاه الله من ذلك المرض.) رواه أبو
داود والترمذي وحسنه والنسائي وصححه الألباني
"Barang
siapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu ia berdoa
disisinya sebanyak tujuh kali (7x): "Aku memohon kepada Allah Yang Maha
Agung Tuhan Aresy yang agung agar menyembuhkanmu", melainkan akan Allah
bebaskan dia dari penyakit tersebut." (Riwayat Abu Dawud,
At Tirmizy, An Nasa'i dan dishohihkan oleh Al Albany).
Bila masing-masing
dari tenaga medis dan pasien, berkewajiban untuk mengingat dan mengamalkan
keyakinan ini. Sebagai seorang dokter yang sedang mengobati pasien –misalnya-
hendaknya ia yakin dan juga mengingatkan pasiennya bahwa apa yang sedang ia
lakukan hanyalah upaya, sedangkan kesembuhan, maka hanya Allahllah yang mampu
mendatangkannya. Tidak dibenarkan bagi seoreng dokter untuk yakin atau
mengesankan bahwa ia mampu menyembuhkan atau mengetahui kapan datang atau
tidaknya kesembuhan.
Sebagai seorang pasien,
hendaknya ia senantiasa menggantungkan harapannya kepada Allah, tidak kepada
dokter atau lainnya.
Prefentif Sebelum
Datangnya Penyakit.
Sebagaimana Islam
telah mengajarkan berbagai metode pengobatan yang dapat menyembuhkan berbagai
penyakit yang menimpa umat manusia, Islam juga mengajarkan berbagai tindak
prefentif guna mencegah penyakit sebelum datang. Ini adalah salah satu bukti
bahwa Islam adalah syari'at yang sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun
padanya. Kekurangan yang adanya hanyalah pada diri kita sebagai umat Islam.
Kita kurang atau bahkan tidak memahami berbagai syari'at Islam dalam berbagai
aspek kehidupan. Akibat dari kebodohan kita inilah akhirnya kita berserah diri
dengan beranggapan bahwa Islam tidak mengajarkan kepada kita Ilmu kedokteran,
atau ilmu sosial, atau perniagaan atau lainnya.
Berikut akan saya
sebutkan beberapa syari'at Islam yang bertujuan untuk mencegah datangnya
berbagai penyakit:
A. Membaca
basmalah ketika berhubungan suami istri.
Sebagaimana
yang telah dipaparkan di atas, bahwa diantara biang berbagai penyakit ialah
lalai akan dzikir kepada Allah, maka sebaliknya, dengan senantiasa berdzikir
kepada Allah dalam segala keadaan memiliki peran yang sangat besar dalam
menangkal berbagai penyakit yang menimpa kita.
Diantara
dzikir yang sangat efektif menangkal berbagai penyakit terutama pada anak-anak
kita ialah bacaan basmalah yang diucapkan oleh pasangan suami istri ketika
hendak bergaul. Subhanallah, bacaan basmalah pada saat itu, bukan hanya
mencegah ulah setan dari diri mereka berdua, akan tetapi juga berkelanjutan
pada anak yang Allah karuniakan kepada mereka dari hasil pergaulan tersebut.
عن ابن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما عن النبي e قال: (أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا
أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ
الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ ولم
يُسَلَّطْ عليه. متفق عليه
"Dari sahabat
Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma, dari Nabi r,
beliau bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya salah seorang dari kamu
bila mendatangi istrinya, dan ia membaca
بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ
الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا
"Dengan menyebut
Nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari
anak yang Engkau karuniakan kepada kami" kemudian mereka berdua dikaruniai
anak, niscaya ia (anak) itu tidak akan diganggu (dikuasai) oleh setan, dan
setan tidak akan dapat untuk menguasainya."
Muttafaqun 'alaih.
Tidak mengherankan
bila setan memiliki andil besar dalam berbagai penyakit dan gangguan yang
menimpa anak manusia. Yang demikian itu karena setan ingin mencelakakan mereka
dengan segala cara yang dapat ia lakukan. Saking besarnya peran setan,
sampai-sampai Nabi Ayyub u
tatkala ditimpa beraneka ragam penyakit, beliau berkata dalam doanya kepada
Allah:
]أَنِّي
مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ[ ص 41.
"Sesungguhnya aku diganggu
setan dengan kepayahan dan siksaan." (Shaad 41)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan
bahwa dahulu Nabi Ayyub u
ditimpa berbagai penyakit, sampai-sampai tidak ada di tubuhnya walau hanya
sebesar ujung jarum yang utuh.
Dan Rasulullah r dengan tegas
menyatakan bahwa salah satu penyebab kebinasaan umatnya ialah karena menjadi
korban tusukan musuh-musuh mereka dari bangsa jin:
(فَنَاءُ أمتي بِالطَّعْنِ
وَالطَّاعُونِ) فَقِيلَ يا رَسُولَ اللَّهِ: هذا الطَّعْنُ قد عَرَفْنَاهُ، فما
الطَّاعُونُ؟ قال: (وَخْزُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ، وفي كُلٍّ شُهَدَاءُ).
رواه أحمد والطبراني وصححه الألباني
"Kebinasaan
umatku ialah dengan sebab tusukan dan tho'un. Para sahabat bertanya kepada
beliau: Ya Rasulullah! Kalau tusukan, kami telah mengetahui maksudnya, akan
tetapi apakah tho'un itu? Beliau menjawab: Tusukan yang tidak menembus yang
dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari kalangan jin, dan pada keduanya terdapat
para syahid." (Riwayat Ahmad, At Thobrani dan dishohihkan oleh Al
Albani).
Pada riwayat lain
beliau lebih detail menjelaskan maksud dari tho'un,:
(وخز أعدائكم من الجن، غدة كغدة
الإبل، تخرج بالآباط و المراق). رواه الطبراني وحسنه الألباني
"Tho'un adalah
tusukan yang tidak menembus yang dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari bangsa
jin, ia berupa daging tumbuh bagaikan daging tumbuh yang menimpa onta, ia
keluar di ketiak, dan bagian bawah perut."
(Riwayat At Thobrani dan dihasankan oleh Al Albani.
Bila kita renungkan
dengan baik-baik pengertian tho'un di atas, niscaya kita akan
berkesimpulan bahwa tho'un adalah penyakit yang menyerupai kangker kalau
bukan kangker itu sendiri.
Bila
demikian adanya, maka tidak ada imunisasi yang paling ampuh guna menanggulangi
gangguan setan dari anak kita dibanding dzikir kepada Allah, diantaranya ketika
kita sebagai orang tua hendak berjima'.
Walau demikian
halnya, akan tetapi betapa banyak dari kita yang belum memahami akan keutamaan
basmalah sebelum berjima', sehingga menganggapnya sebagai hal yang merepotkan
belaka. Bahkan betapa banyak orang yang telah memahamipun ketika hendak
berjima', lalai akan hal ini. Sehingga tidak heran bila setan dengan leluasa
mengganggu anak keturunan kita, dengan berbagai macam bentuk gangguannya.
Ibnu Hajar berkata:
"Banyak dari orang yang telah memahami keutamaan yang agung ini lalai
darinya ketika hendak berjima', dan sebagian dari yang ingat akan bacaan doa
ini serta mengucapkannya tidak dikaruniai anak.()
Bila
Ibnu Hajar mengangkat permasalahan lupa yang sering menimpa pasangan suami
istri ketika hendak berjima', maka dizaman kita ada fenomena lain yang lebih
pahit, yaitu merajalelanya hubungan haram, sehingga tidak heran, bila setan
dengan mudah menimpakan godaan dan gangguannya kepada generasi muda kita, yang
banyak dari mereka adalah hasil dari hubungan yang dimurkai Allah, alias kumpul
kebo. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Ini
adalah salah satu imunisasi syari'at yang hingga saat ini dan mungkin
hingga hari qiyamat tidak dipahami dan tidak dapat dicapai oleh berbagai
kemajuan ilmu medis barat. Dan imunisasi syari'at ini merupakan
salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paling bermanfaat
bagi umat manusia. Oleh karenanya, saya katakan: bangkitlah umatku!
Mari kita pelajari ilmu agama kita dalam segala aspeknya, baik yang berkaitan
dengan hukum halal haram atau lainnya.
B. Menutup
bejana dan tempat menyimpan makanan dan minuman .
Bila
orang-orang yang ilmu dan jiwanya telah mengkultuskan peradaban barat biasanya
beranggapan bahwa masyarakat baratlah kiblat kebersihan dan kesehatan,. maka
hal itu tidaklah layak dilakukan oleh orang yang dihatinya masih tersisa
setitik keimanan. Yang demikian itu, dikarenakan agama kita, jauh-jauh hari
sebelum bangsa barat mengenal kebersihan, telah mengajarkan berbagai syari'at
yang hingga saat ini belum bisa ditandingi oleh teori atau peradaban apapun.
Diantara
tindakan prefentif yang diajarkan Islam guna menjaga kesehatan umat manusia
ialah dengan menjaga makanan dan minuman mereka dari berbagai kotoran dan mikro
organik yang dapat mengancam kesehatan. Agar makanan dan minuman tetap bersih
dan higienis Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menutupinya, dan tidak
membiarkannya terbuka, terkena udara bebas dan berbagai hal lainnya. Tindakan
ini adalah langkah awal dan sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan dan
menangkal penyakit. Rasulullah r
bersabda:
(غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا
السِّقَاءَ، وَأَغْلِقُوا الْبَابَ، وأطفؤا السِّرَاجَ، فإن الشَّيْطَانَ لَا
يَحُلُّ سِقَاءً، ولا يَفْتَحُ بَابًا، ولا يَكْشِفُ إِنَاءً، فَإِنْ لم يَجِدْ
أحدكم إلا أَنْ يَعْرُضَ على إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ،
فَلْيَفْعَلْ) رواه مسلم.
"Tutuplah
bejana, ikatlah geribah (tempat menyimpan air yang terbuat dari kulit-pen),
tutuplah pintu, matikanlah lentera (lampu), karena sesungguhnya setan
tidaklah mampu mengurai geribah yang terikat, tidak dapat membuka pintu, dan
tidak juga dapat menyingkap bejanan (yang tertutup). Bila engkau tidak
mendapatkan (tutup) kecuali hanya dengan melintangkan diatas bejananya sebatang
ranting, dan menyebut nama Allah, hendaknya ia lakukan." (riwayat
Muslim).
Pada riwayat lain:
(غَطُّوا الإِنَاءَ وَأَوْكُوا
السِّقَاءَ فإن في السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فيها وَبَاءٌ، لاَ يَمُرُّ
بِإِنَاءٍ ليس عليه غِطَاءٌ، أو سِقَاءٍ ليس عليه وِكَاءٌ، إلاَّ نَزَلَ فيه من
ذلك الْوَبَاءِ). رواه مسلم
"Tutuplah bejana,
dan ikatlah geribah, karena pada setiap tahun ada satu malam (hari) yang padanya
turun wabah. Tidaklah wabah itu melalui bejana yang tidak bertutup, atau
geribah yang tidak bertali, melainkan wabah itu akan masuk ke dalamnya."
(Riwayat Muslim).
Bila kita merenungkan
hadits di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa dengan menjaga makanan dan
minuman kita tertutup rapat, dan dengan menyebut nama Allah ketika menutupnya,
kita dapat menanggulangi dua penyebab utama bagi segala penyakit:
1. Ulah dan kejahatan syetan.
2. Wabah penyakit yang
turun dan menyebar melalui media udara.
Imam
An Nawawi berkata: "Para ulama' menyebutkan beberapa faedah dari perintah
menutup bejana dan geribah, diantaranya kedua faedah yang ditegaskan dalam
hadits-hadits ini, yaitu:
1. Menjaganya (makanan
dan minuman) dari setan, karena setan tidak dapat menyingkap tutup bejana, dan
tidak dapat mengurai ikatan geribah.
2. Menjaganya dari wabah
yang turun pada satu malam di setiap tahun.
3. Faedah ketiga:
menjaganya dari terkena najis dan kotoran.
4. Keempat: menjaganya
dari berbagai serangga dan binatang melata, karena bisa saja serangga jatuh ke
dalam bejana atau geribah, lalu ia meminumnya, sedangkan ia tidak menyadari
keberadaan serangga tersebut, atau ia meminumnya pada malam hari, (sehingga ia
tidak melihatnya-pen) akibatnya ia terganggu dengan binatang tersebut."()
Imam
An Nawawi juga menjelaskan bahwa syari'at menutup bejana dan mengikat geribah
ini bukan hanya berlaku pada malam hari, akan tetapi juga berlaku pada siang
hari, berdasarkan keumuman teks hadits di atas.
Syari'at
ini juga menguatkan paparan saya sebelumnya, bahwa lalai dari berdzikir kepada
Allah adalah biang berbagai penyakit, karena dengan menyebut nama Allah ketika
menutup makanan dan minuman, berarti makanan dan miuman kita terhindar dari
gangguan setan dan wabah yang turun.
Hikmah
pertama dan kedua yang disebutkan pada hadits di atas, yaitu menjaga makanan
dan minuman dari wabah yang turun pada satu hari/malam di setiap tahun,
merupakan hikmah yang hingga saat ini tidak diketahui dan ditemukan oleh ilmu
kedokteran barat. Dan hikmah ini hanya dapat diketahui melalui wahyu yang Allah
turunkan kepada Nabi-Nya r.
Kedua
hikmah ini merupakan secercah rahasia ilmu kedokteran islam yang tidak atau
belum kita kembangkan dan sosialisasikan ke masyarakat. Sebagaimana hal ini
merupakan salah satu bentuk imunisasi syariat yang belum atau
bahkan tidak kita kembangkan dan sosialisasikan kepada umat manusia.
C. Makan
tujuh biji kurma Ajwah.
Diantara
tindakan prefentik yang diajarkan Islam untuk mencegah berbagai penyakit
sebelum datang ialah dengan mengkonsumsi tujuh biji buah kurma ajwah yang
dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi. Mengkonsumsi tujuh biji kurma ajwah
yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi, dapat mencegah serangan pengaruh
sihir dan racun. Yang demikian ini berdasarkan sabda Nabi r:
(من تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ
تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ، لم يَضُرَّهُ في ذلك الْيَوْمِ سُمٌّ ولا سِحْرٌ) متفق عليه
"Barang siapa
yang setiap pagi hari makan tujuh biji buah kurma ajwa, niscaya pada hari itu
ia tidak akan terganggu oleh racun atau sihir." (Muttafaqun
'alaih).
Pada riwayat lain :
من أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بين لَابَتَيْهَا حين
يُصْبِحُ لم يَضُرَّهُ سُمٌّ حتى يُمْسِيَ. رواه مسلم
"Barang siapa
pada pagi hari, makan tujuh biji kurma yang dihasilkan diantara kedua hamparan
Madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh racun hingga sore hari." (riwayat
Muslim).
Dengan jelas Nabi r menyebutkan bahwa manfaat mengkonsumsi tujuh biji
kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah pada pagi hari adalah untuk
menangkal pengaruh sihir dan racun. Sehingga manfaat kurma ajwah ini sama
halnya dengan manfaat yang diperoleh dari imunisasi.
Berikut saya nukilkan fatwa Syeikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah tentang hal ini:
Pertanyaan : Apa hukumnya
berobat dengan imunisasi sebelum datangnya penyakit?
Jawaban: Tidak mengapa
berobat dengan imunisasi bila kawatir terkena suatu penyakit, disebabkan adanya
wabah, atau sebab lainnya yang dikawatirkan menjadi penyebab datangnya
penyakit. Sehingga tidak mengapa, anda minum obat guna menangkal penyakit yang
dikawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi r pada suatu hadits yang shohih:
(من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم)
"Barang siapa yang pada
waktu pagi makan tujuh biji kurma madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh
sihir, tidak oleh racun." Hadits ini termasuk upaya
penanggulangan penyakit sebelum terjadi.
Demikian juga halnya orang yang
kawatir terhadap serangan suatu penyakit, dan ia diberi imunisasi anti wabah
yang sedang menyerang di negri tersebut atau di negri manapun. Upaya itu tidak
mengapa, sebagai upaya pertahanan. sebagaimana halnya penyakit yang telah
menimpa diobati, demikian juga halnya penyakit yang dikawatirkan akan
menyerang, boleh ditanggulangi dengan pengobatan.
Akan tetapi tidak dibenarkan
untuk menggantungkan ajimat, penangkal penyakit, atau jin, atau 'ain, dikarenakan
itu semua dilarang oleh Nabi r. Dan beliau r telah menjelaskan bahwa perbuatan itu termasuk
syirik ashghar (kecil), karena itu, hendaknya kita waspada."()
D. Memohonkan
Perlindungan Untuk Anak-anak.
Diantara metode
imunisasi Syari'at yang tidak diketahui oleh banyak umat Islam dan
sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya ialah dengan memohonkan
perlindungan kepada Allah untuk anak-anak kita dari gangguan syetan, binatang
berbisa dan pengaruh 'ain keji (mata keji). Padahal metode ini telah
diajarkan semenjak zaman Nabi Ibrahin 'alaihissalam, dan diamalkan oleh
Nabi Muhammad r.
عَنِ ابن عَبَّاسٍ أن رَسُولَ اللَّهِr كان يُعَوِّذُ حَسَناً
وَحُسَيْناً يقول (أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ من كل شَيْطَانٍ
وَهَامَّةٍ وَمِنْ كل عَيْنٍ لاَمَّةٍ) وكان يقول: (كان إِبْرَاهِيمُ أبي
يُعَوِّذُ بِهِمَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ). رواه أحمد وأبو داود والنسائي وصححه
الألباني.
"Dari sahabat
Ibnu Abbas t
bahwasanya Rasulullah r memohonkan perlindungan untuk cucunya Hasan dan
Husain dengan berdoa: "Aku memohonkan perlindungan untukmu berdua dengan
Kalimat-kalimat Allah yang Maha Sempurna dari setiap setan, binatang berbisa yang
mematikan, dan dari setiap (pengaruh) mata yang mendatang kerusakan." (Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, An Nasai dan dishohihkan oleh Al Albani.
Ini adalah salah satu
imunisasi syari'at yang masih belum banyak diketahui oleh umat
Islam, dan sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya. Sungguh demi
Allah, bila imunisasi syari'at ini diamalkan dan diterapkan oleh
masyarakat Islam dengan penuh keimanan dan penghayatan akan makna dan
kandungannya, niscaya anak-anak kita akan terhindar dari berbagai penyakit dan
wabah.
Wahai saudaraku
seiman dan seakidah! Cobalah anda bertanya kepada hati nurani sendiri: Percayakah
anda dengan imunisasi syari;at ini?
Amalkanlah wahai
saudaraku, niscaya Allah akan melindungi anak-anak anda dari berbagai petakan
dan musibah.
Keempat syari'at di atas,
hanyalah setetes dari lautan syariat yang bila kita amalkan dengan penuh
keimanan akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita, bukan hanya dalam hal
kesehatan badan kita, akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan kita, baik
di dunia ataupun di akhirat.
Perbandingan Antara
Manfaat Dan Efek Samping Obat.
Islam adalah agama
yang Allah turunkan guna merealisasikan dan memperbanyak kemaslahatan bagi umat
manusia dan menyingkap serta menguri kemadharatan dari mereka.
Ibnu Taimiyyah
berkata: "Syari'at Islam datang guna mewujudkan kemaslahatan dan
menyempurnakannya, serta meniadakan kerusakan dan menguranginya. Oleh karenanya
seluruh hal yang diharamkan, berupa kesyirikan, khomer, judi, zina, dan
perbuatan dholim, kadang kala dapat mewujudkan manfaat dan tujuan bagi
pelakunya, akan tetapi dikarenakan kerusakannya lebih banyak dibanding
maslahatnya, maka Allah dan Rasul-Nya melarang kita darinya. Sebagaimana banyak
hal, misalnya berbagai amalan ibadah, jihad, menafkahkan harta, padanya
terdapat madhorot (kerugian), akan tetapi karena maslahatnya lebih banyak
dibanding kerusakannya, maka Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita dengannya. Ini
adalah suatu prinsip yang tidak boleh dilupakan. "()
Bahkan Ibnu Abil 'Iiz
As Syafi'i menyimpulkan bahwa seluruh syari'at Islam tercakup oleh
kaedah/prinsip ini, kesimpulan ini beliau ulas dengan panjang lebar dan dengan
metode yang benar-benar ilmiyyah dalam kitab beliau yang berjudul:
قواعد الأحكام في مصالح الأنام
"Kaedah-kaedah
Hukum Pada Kemaslahatan Manusia".
Kaedah ini bukan
hanya berlaku pada hukum halal dan haram saja, akan tetapi juga berlaku pada
setiap urusan manusia, tidak terkecuali urusan penyakit, penanggulangan dan
pengobatannya, sampai-sampai Ibnul Qayyim memberikan kesimpulan dengan berkata:
بالجملة فعناصر هذا العالم السفلي خيرها ممتزج بشرها
ولكن خيرها غالب.
"Pendek kata,
seluruh unsur yang ada di alam dunia, kebaikannya bercampur dengan kejelekan,
akan tetapi kebaikannya lebih banyak."()
Berangkat dari kaedah
ini, maka tidak heran bila dalam dunia pengobatan, dan penanggulangan penyakit,
dikenal suatu hal yang disebut efek samping pengobatan. Bahkan produsen obat,
sering kali dengan terus terang memberitahukan efek samping dari obat yang mereka
pasarkan.
Walau demikian, obat
tersebut tetap saja laku di pasaran, dan bahkan laris, yang demikian ini
dikarenakan masyarakat atau konsumen berharap mendapatkan kesembuhan dari
penyakit yang ia derita dengan mengkonsumsi obat tersebut. Dan efek samping
suatu obat atau pengobatan beraneka ragam wujudnya, ada yang ringan dan ada
juga yang berat.
Sebagai contoh
misalnya, seseorang rela untuk diamputasi salah satu anggota badannya, guna
menghentikan pertumbuhan kangker, atau penyakit serupa yang telah menggerogoti
anggotan badan tersebut. Pasien merelakan salah satu anggota badannya di
potong, demi menyelamatkan badan, bahkan nyawanya dari kematian. Dikala ia
sehat wal afiat -walau dibayar berapapun- ia tidak akan pernah sudi melakukan
itu.
Seorang ayah, akan
rela bila anaknya disuntik ketika diimunisasi, karena ia mengharapkan manfaat
imunisasi tersebut lebih besar dibanding rasa sakit yang harus diderita anaknya
akibat suntikan tersebut.
Perilaku ini bukanlah
hal yang mengherankan, atau terlarang baik menurut ilmu medis ataupun syari'at,
karena diantara ilmu pengobatan yang diajarkan oleh Nabi r ialah dengan hijamah,
yaitu menyayat bagian tertentu dari badan kita, guna mengeluarkan darah
kotor atau rusak yang menjadi penyebab sakit yang kita derita.
Bahkan Nabi r memerintahkan
sahabatnya untuk memutuskan urat lengan Sa'ad bin Mu'adz, yang terluka akibat
terkena tombak pada peperangan Al Khondak. Akan tetapi upaya pengobatan Nabi r untuk menyelamatkan
sahabat Sa'ad bin Mu'adz ini tidak berhasil, alias gagal, karena Allah telah
menentukan bahwa beliau akan mati syahid akibat luka tersebut.
Kedua hal ini,
nyata-nyata tidak akan kita lakukan bila kita dalam keadaan sehat, dan kita
tidak akan pernah tega melakukannya terhadap anak-anak kita bila tidak ada perlunya.
Bila kita telah
memahami fenomena ini, maka betapa besar kerugian yang telah kita derita;
akibat melupakan pengobatan Nabawi yang mudah, murah, manjur, lagi
tidak memiliki efek samping sidikitpun.
Pengobatan tersebut
ialah ruqyah, yaitu jampi-jampi dengan bacaan Al Qur'an atau doa'-doa
yang dibenarkan. Tidak heran bila Allah Ta'ala menyatakan bahwa Al Qur'an
adalah kesembuhan:
]وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا
هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ
خَسَارًا[ الإسراء 82.
Dan Kami turunkan Al
Qur'an, sesuatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman. Dan Al Qur'an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian." (Al Isra' 82).
Ibnul Qayyim berkata:
"Al Qur'an adalah kesembuhan sempurna bagi segala penyakit hati dan
badan/fisik, penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang memiliki
keahlian, tidak juga dimudahkan untuk mendapat kesembuhan dengannya. Bila
seorang yang menderita penyakit, pandai dalam menjalankan pengobatan dengan Al
Qur'an, ia meletakkannya tepat pada penyakit yang ia derita dengan sebenarnya,
ia beriman, menerima, dan yakin sepenuhnya serta ia memenuhi seluruh
persyaratannya, niscaya tidak ada penyakit yang dapat melawannya. Bagaimana
mungkin bagi penyakit dapat melawan kalamullah, Tuhan bumi dan langit,
yang bila diturunkan kepada gunung, niscaya akan hancur, dan bila diturunkan
kepada bumi niscaya akan terpotong-potong karenanya. Tidaklah ada suatu
penyakitpun, baik penyakit batin, ataupun fisik, melainkan dalam Al Qur'an
telah terdapat petunjuk tentang obat, penyebab dan metode pencegahannya. Hal
ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah Allah karuniai pemahaman tentang
kitab-Nya. .....Barang siapa yang tidak dapat disembuhkan dengan Al
Qur'an, maka semoga Allah tidak menyembuhkannya. Dan barang siapa yang tidak
merasa cukup dengan Al Qur'an, maka semoga Allah tidak pernah mengaruniainya
kecukupan."()
Dan diantara ruqyah
yang diajarkan oleh Rasulullah r
adalah:
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ الْبَاسَ
اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ
سَقَمًا) متفق عليه
"Ya Allah, Tuhan
seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan Engkaulah
Dzat Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan darimu, kesembuhan
yang tiada menyisakan penyakit." (Muttafaqun 'alaih).
Ibnu Hajar dan
lainnya, menjelaskan bahwa manfaat dari pengkhususan kesembuhan dengan "kesembuhan
yang tiada menyisakan penyakit", adalah: guna menghindari berbagai
efek samping yang mungkin terjadi dari proses pengobatan dan penyembuhan,
karena kadang kala, suatu penyakit berhasil disembuhkan, akan tetapi muncul
penyakit lain. Oleh karenanya Nabi r mengajarkan agar kita memohon
kepada Allah kesembuhan yang mutlak (sempurna) dan bukan asal kesembuhan.()
Bangkitlah saudaraku!
Marilah kita bersama-sama mengkaji, menggali dan kemudian menerapkan pengobatan
dengan Al Qur'an. Hidupkan dan masyarakatkanlah pengobatan dengan Al Qur'an,
baik untuk mengobati penyakit jiwa atau raga kita, atau untuk menanggulangi
datangnya wabah dan penyakit.
Diantara salah satu imunisasi
syri'at yang diajarkan oleh Nabi r kepada umatnya ialah apa yang
disebutkan pada hadits berikut:
(مَنْ رَأَى صَاحِبَ بَلاءٍ،
فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ
وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاَ إِلاَّ عُوفِيَ مِنْ ذَلِكَ
الْبَلاَءِ كَائِنًا مَا كَانَ، مَا عَاشَ.) رواه الترمذي وغيره وصحّضحه الألباني
"Barang siapa
yang menyaksikan orang yang tertimpa bencana/penyakit, lalu ia berdoa:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاَكَ
بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً
"Segala puji
hanya milik Allah Yang telah membebaskanku dari apa yang Ia uji engkau
dengannya, dan Yang benar-benar telah mengaruniaiku keutamaan dibanding banyak
dari makhluq-Nya." Melainkan ia akan terbebas dari bencana/ penyakit
tersebut, apapun wujudnya, sepanjang hayat." (riwayat
At Tirmizy dan lainnya, dan hadits ini dihasankan oleh Al Albani).
Subhanallah, wal
hamdulillah. Imunisasi syari'at ini, mudah, murah, manjur,
tanpa efek samping, dan berlaku untuk segala jenis penyakit dan bahkan juga
bencana lainnya. Adakah imunisasi yang dihasilkan oleh penelitian ilmu medis
barat yang dapat semanjur dan sehebat ini?? Saya yakin, sampai kapanpun dan
dengan kemajuan dan teori apapun, manusia tidak akan mampu menemukan faksin/imunisasi
sehebat dan semanjur imunisasi nabawi .
Imunisasi ini
hanyalah dapat diperoleh melalui wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya r.
Oleh karenanya, hendaknya umat Islam mensyukuri, kemudian mengkaji dan
mengamalkan imunisasi syari'at ini dalam kehidupan mereka. Hanya dengan
cara itulah umat Islam akan berjaya dan mandari tidak menjadi obyek perniagaan
musuh mereka.
Dua Peringatan
Penting :
Peringatan pertama:
Ilmu Agama Lebih Mulia dari Ilmu Kedokteran.
Pada akhir tulisan
ini, saya mengajak pembaca untuk sedikit membandingkan sikap kita terhadap ilmu
kedokteran dan ilmu syari'at. Di masyarakat kita, bisa dipastikan bahwa
seseorang yang tidak belajar ilmu kedokteran, atau tidak memiliki ijazah dan
izin praktek dari instansi yang bewenang, tidak akan berani membuka prektek
untuk umum. Bila ada seseorang yang nekat buka praktek pengobatan untuk umum,
niscaya akan berurusan dengan pihak berwajib dan segera dipenjarakan.
Bukan hanya sebatas
itu, masing-masing dari kita merasa malu atau takut untuk berkomentar tentang
ilmu medis, kalau benar-benar tidak pernah mempelajarinya.Dan masing-masing
kita ketika berobat berusaha semaksimal mungkin untuk memilih dokter yang mahir
dan berpengalaman.
Akan tetapi, untuk
ilmu yang satunya, yaitu ilmu syari'at, maka kebalikannyalah yang terjadi. Di
masyarakat kita, siapa saja bebas membuka praktek, menganalisa, berfatwa dan
menulis. Bahkan kita lebih suka menghadiri pengajian yang dibimbing oleh
seseorang yang baru masuk Islam, atau seorang dokter atau insinyur, daripada
pengajian yang dibimbing oleh seorang ulama' yang telah menghabiskan umurnya
dalam mempelajari ilmu agama. Dan kita juga tidak selektif dalam memilih ustadz
atau kiyai yang menjadi tempat kita meminta fatwa atau belajar ilmu.
Bukan hanya sekedar
itu, masing-masing anggota masyarakat merasa memiliki kebebasan untuk
berpendapat dalam ilmu agama. Dan seseorang yang belajar di fakultas kedokteran
lebih mulia dan terhormat dibanding seorang santri yang mondok di sebuah
pesantren atau bahkan yang kuliah di fakultas ilmu agama. Bahkan para santri
dan mahasiswa fakultas ilmu-ilmu agama merasa ciut hati bila berhadapan dengan
mahasiswa fakultas kedokteran. La haula wala quwwata illa billah
Sungguh mengherankan,
karena ilmu agama lebih mulia dibanding ilmu kedokteran, karena kemuliaan ilmu
ditinjau dari apa yang menjadi tema ilmu tersebut. Dengan demikian ilmu yang
mempelajari tentang nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan syari'atnya lebih mulia
dibanding ilmu yang mempelajari berbagai penyakit dan bahkan barang najis,
misalnya air seni dan yang serupa.
Ini adalah fenomena
yang sangat memilukan setiap orang yang dihatinya masih tersisa pengagungan
terhadap Allah dan syari'at-Nya. Oleh karenanya Allah Ta'ala berfirman:
]
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ[
المجادلة 11
"Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat."
Para ulama' menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan ilmu pada ayat ini ialah ilmu agama, bukan sembarang
ilmu. Diantara yang mendasari penafsiran ini ialah kisah berikut:
"Nafi' bin Abdul
Harits berjumpa dengan Kholifah Umar (bin Khotthob) di daerah 'Usfan, dan kala
itu Umar telah menunjuknya sebagai gubernur kota Makkah. Maka Kholifah Umar
bertanya kepadanya: Siapakah yang engkau tunjuk untuk menjadi pegawaimu di
daerah Wadi? Maka Nafi'pun menjawab: Ibnu Abza. Maka Kholifah Umar kembali
bertanya: Siapakah itu Ibnu Abza? Nafi' menjawab: Dia adalah salah seorang
bekas budak kami. Kholifah Umar berkata keheranan: Engkau menunjuk seorang
bekas budak sebagai pemimpin mereka?Nafi' menjawab: Sesungguhnya dia itu hafal
kitab Allah Azza wa Jalla (Al Qur'an) dan menguasai ilmu faraidh (pembagian
warisan). Mendengar itu, kholifah Umar berkata: Ketahuilah, sesungguhnya Nabi
kalian telah bersabda:
(إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بهذا
الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ. رواه مسلم
"Sesungguhnya
Allah akan memuliakan dengan Kitab ini (Al Qur'an) sebagian orang dan akan
merendahkan dengannya sebagian lainnya." (riwayat
Muslim).
Bila hal ini telah
diketahui, maka seorang ulama' dalam menghukumi suatu permasalahan, -misalnya
dalam hal yang ada kaitannya dengan ilmu medis- maka ia harus menguasai dua
jenis ilmu/pemahaman:
1. Pemahaman terhadap kasus atau
kejadian, dan mengetahui hakikat kejadian itu dengan menggunakan berbagai qorinah,
tanda dan bukti-bukti hingga ia benar-benar menguasai ilmu tentang kejadian
itu. Pemahaman inilah yang sering disebut-sebut dengan istilah fiqih waqi' (realita).
2. Pemahaman tentang kewajiban
yang berhubungan dengan kejadian itu, yaitu memahami hukum Allah yang tercantum
dalam Al Qur'an atau sunnah Rasullah tentang kejadian itu.
Bila kedua ilmu ini telah
dimiliki, maka seorang ulama' berkewajiban untuk mencocokkan keduanya. Barang
siapa yang telah mengerahkan seluruh daya dan upayanya guna menguasai dua pemahan
ini, maka dibenarkan baginya untuk berfatwa atau memutuskan suatu hukum halal
atau haram.()
Kemudian
permasalahannya bukan hanya sebatas ini saja, karena pemahaman jenis pertama
masih terbagi menjadi dua, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Sholeh in
Abdil Azizi Alu As Syeikh, dalam perkataannya berikut ini:
" Sesungguhnya memahami
realita (fiqih waqi') -menurut 'ulama- terbagi menjadi dua bagian:
Bagian pertama : Pemahaman
terhadap realita yang dibangun diatasnya hukum syari'at, dan ini merupakan
suatu keharusan, dan harus dipahami, dan barangsiapa yang menghukumi suatu
masalah, tanpa memahami realitanya, maka dia telah salah.
Dan Jika realita tersebut,
memiliki pengaruh dalam menentukan hukum, maka kita wajib untuk memahaminya.
Bagian kedua : Realita yang
tidak memiliki pengaruh dalam menentukan hukum syari'at, misalnya: kejadiannya
demikian dan demikian, dan kisah cerita yang panjang lebar…, akan tetapi
realita dan kisah tersebut, tidak ada pengaruhnya sama sekali dalam menentukan
hukum syari'at.
Ketika itulah, para 'ulama tidak
memperdulikannya, walaupun mereka memahami realita tersebut. Dengan demikian
tidak setiap realita yang diketahui dibangun diatasnya hukum syari'at".()
Adapun orang
yang hanya menguasai satu dari dua pemahaman di atas, maka tidak dibenarkan
baginya untuk berfatwa atau menghukumi halal atau haram, bila tidak, maka ia
akan terjerumus kepada perbuatan berdusta atas nama Allah.
]وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ
أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى
اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ
يُفْلِحُونَ[
النحل 116
"Dan janganlah kamu
mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lisanmu secara dusta" ini
halal dan ini haram", untuk mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah
beruntung." (An Nahel 116)
Oleh karenanya, tidak dibenarkan
bagi siapapun yang hanya memiliki satu jenis pemahaman, kemudian berfatwa, baik
secara langsung, misalnya dengan berkata : ini halal, dan itu haram, atau
dengan tidak langsung dan dengan bahasa diplomatis, misalnya dengan berkata:
tidak layak, tegakah anda melakukan hal itu, lebih baik tinggalkan dll.
Peringatan Kedua: Waspada Dari
Propaganda Komersial.
Ilmu medis yang ada pada zaman
kita ini kebanyakannya adalah hasil penelitian dan percobaan orang-orang yang
tidak beriman atau minimal kurang memiliki rasa takut kepada Allah. Akibatnya,
mereka tidak jarang lebih mementingkan sisi komersialnya dibanding sisi amanah
dan ibadah kepada Allah dengan menolong saudaranya yang sedang menderita sakit.
Kebanyakan yang berkecimpung
dalam ilmu medis tidak memperhatikan masalah halal-haram, oleh karena itu
terjadi berbagai kemungkaran ketika praktek.
Betapa banyak hal
yang hanya bertujuan mengeruk keuntungan materi bahkan memasarkan barang haram
telah melekat dalam ilmu medis zaman sekarang, misalnya: penggunaan alkohol
dalam berbagai prodak obat, perang propaganda antara produsen obat yang tidak
segan-segan untuk menggunakan kata-kata dusta, suap dan sikap-sikap kotor
lainnya. Sebagai contohnya: setiap produsen obat mengklaim bahwa prodaknya
adalah yang no 1, paling manjur, dan lain-lain. Sebagaimana mereka menghalalkan
segala macam cara agar prodaknya laku, misalnya dengan menggunakan suap,
mempertontonkan aurat wanita ketika mengiklankan prodaknya dll.
Ini semua merupakan
bukti dari kebenaran sabda Nabi r:
(إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله
وبر وصدق) رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
"Sesungguhnya para pedagang
akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat)
kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku
jujur." Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany.
Al Qadhi 'Iyadh menjelaskan
hadits ini dengan berkata: "Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu
dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan
segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa.
Nabi r memvonis mereka sebagai
orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para
pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa
memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya."()
Oleh karena itu, kita
sebagai umat Islam hendaknya mewaspadai fakta ini, dan hendaknya tidak langsung
mempercayai segala yang diucapkan dan dipropagandakan oleh pihak-pihak
tertentu. Apalagi membangun suatu fatwa hukum halal danharam di atas propaganda
tersebut.
Ini semua
mengingatkan kita kepada penyesalan Imam As Syafi'i atas dilalaikannya ilmu
medis oleh umat Islam dan diserahkannya ilmu tersebut kepada umat Yahudi dan
Nasrani, sampai-sampai beliau berkata:
ضيعوا ثلث العلم ووكلوه إلى اليهود والنصارى.
"Umat Islam
telah menyia-nyiakan sepertiga ilmu dan menyerahkannya kepada umat Yahudi dan
Nasrani." ()
Agar kita tidak salah
langkah, ketika menghadapi berbagai propaganda orang-orang yang tidak
bertanggung jawab, dan hanya ingin mengeruk keuntungan, maka hendaknya umat
Islam senantiasa mengembalikan setiap permasalahan atau isu publik dalam dunia
medis kepada orang-orang muslim yang amanah, memiliki rasa takut kepada Allah,
baik dari kalangan pakar ilmu medis atau ulama'. Dan alangkah indahnya bila
antara kedua pakar muslim tersebut, pakar medis dan ulama' menjalin kerja sama
yang harmonis, dalam menghadapi berbagai hal yang muncul di masyarakat.
Pakar ilmu medis
menmpelajari dari tinjauan ilmu medis, kemudian hasil riset mereka ditindak
lanjuti oleh ulama' dengan fatwa yang selaras dengan kaedah-kaedah ilmu agama.
Sebagai contoh nyata
bagi apa yang saya paparkan ialah : apa yang beberapa saat lalu hangat
dibicarakan, yaitu isu bahwa sebagian faksin yang digunakan untuk mengimunisasi
masyakarat diambil dari darah babi.
Semestinya, isu ini
ditindak lanjuti oleh pakar ilmu medis dari umat Islam, terutama instansi
pemerintah terkait, lalu dipaparkan dihadapan ulama', sehingga kebenaran hukum
syar'i akan dapat dicapai. Sehingga masalah ini bukan hanya berhenti sebagai isu
yang dilontarkan ke masyarakat, kemudian menimbulkan keresahan dan kebingungan.
Demikian, apa yang
dapat saya paparkan pada kesempatan ini tentang imunisasi syari'at,
semoga bermanfaat bagi saya dan pembaca. Dan bila ada kebenaran maka itu atas
taufiq dan karunia Allah, dan bila ada kekhilafan, maka itu datangnya dari
syetan dan kejahilan saya, wallahu a'alam bisshowab, semoga sholawat dan
salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan seluruh
sahabatnya.
) Telah
terbukti bahwa untuk mengobati orang yang terkena 'ain dapat juga dengan
mengambil barang yang pernah digunakan oleh orang yang mengenainya, misalnya
piring, atau gelas, atau sendok, atau pakaian yang pernah ia gunakan. Walaupun
yang paling sempurna ialah dengan cara yang disebutkan pada kisah Sahel ini.
) Silahkan baca
biografi kedua sahabat ini dalam kitab Al Ishobah Fi Tamyizis Shohabah oleh
Ibnu Hajar 3/198 & 579.
) Kedua kisah ini disadur dari kitab "Kaifa Tu'aliju Maridhoka Bir
Ruqyah As Syar'iyah", karya Dr. Abdullah bin Muhammad As Sadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar