Selasa, 24 Juli 2012

Imunisasi Syari'at


Oleh : Dr. M. Arifin Badri MA.
إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Segala puji hanya milik Allah Ta'ala Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan hikmah, sehingga tiada satupun makhluq yang diciptakan dengan sia-sia,
] وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاء وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ [
"Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dengan bermain-main". (Al Anbiya' 16). Maha Suci Allah Yang telah menciptakan makhluq-Nya dengan berpasang-pasang.
] وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ [
"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasang supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (Az Dzariyat 49).

Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluq-Nya, tidak terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta'ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya. Sahabat Jabir t meriwayatkan dari Rasulullah r, bahwa beliau bersabda :
(لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. )
"Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla." (riwayat Muslim ).
Pada hadits lain riwayat Ibnu Mas'ud t, beliau r bersabda:
(ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا قد أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ) رواه أحمد والطبراني وصححه الحاكم
"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan untuknya obat, hal itu diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya." (Riwayat Ahmad, At Thobrany dan dishohihkan oleh Al Hakim).
Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pengobatan, dan penanggulangannya, alangkah indahnya bila kita sedikit menengok kepada dua biang penyakit dan wabah yang telah dilalaikan oleh umat manusia secara umum, dan kebanyakan kaum muslimin secara khusus. Hal ini penting kita lakukan, karena dengan mengetahui penyebab penyakit yang kita derita, maka pengobatannya akan menjadi mudah dan efektif.
Kedua sumber tersebut ialah:
Kemaksiatan Adalah Sumber Berbagai Penyakit:
Telah banyak dalil, baik dari Al Qur'an dan As sunnah, serta dari berbagai fakta di alam semesta, yang menunjukkan bahwa kemaksiatan adalah salah satu penyebab terjadinya berbagai petaka dan penyakit. Allah Ta'ala berfirman:
]وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[ السجدة 21
"Dan sungguh-sungguh Kami akan menimpakan kepada mereka sebagian azab dekat/kecil (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat) agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (As Sajdah 21).
Ibu Abbas berkata: "Yang dimaksud dengan azab dekat/kecil ialah berbagai musibah yang terjadi di dunia, penyakit dan petaka yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya, agar mereka bertaubat."()
Pada ayat lain Allah Ta'ala berfirman:
]مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ [النساء 123.
"Barang siapa yang mengerjakan kejelekan, niscaya ia akan diberi balasan dengannya." (An Nisa 123).
Dan Rasulullah r bersabda:
(يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ على قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إذا هو نَامَ ثَلَاثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ، فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فذكر اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صلى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ) متفق عليه
"Syetan senantiasa mengikatkan pada tengkuk salah seorang dari kalian bila ia tidur tiga ikatan, lalu ia memukul setiap ikatan (agar menjadi kuat) sambil berkata: "malam masih panjang, maka tidurlah" bila ia terjaga, kemudian ia menyebut nama Allah, maka terurailah satu ikatan, bila ia berwudlu, maka terurailah satu ikatan, dan bila ia menunaikan sholat, maka terurailah satu ikatan, sehingga iapun pada pagi itu dalam keadaan bersemangat dan berjiwa baik, bila tidak, maka ia akan berjiwa buruk dan malas." Muttafaqun 'alaih.
Dengan jelas Nabi r menyatakan bahwa diantara akibat langsung dari perbuatan seseorang meninggalkan sholat subuh ialah jiwanya menjadi buruk, dan pemalas.
Sebaliknya, orang yang menjalankan sholat subuh dengan baik dan dengan memperhatikan syarat, rukun, sunnah dan kekhusyuannya, maka ia akan senantiasa dilindungi dan dinaungi Allah dari berbagai kejelekan, Rasulullah r bersabda:
(مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ.) رواه مسلم
"Barang siapa yang menunaikan sholat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah." (riwayat Muslim)
Bila seorang hamba telah berada dalam jaminan Allah, akankah ada suatu kekuatan yang mampu mencelakakannya?!
Pada hadits lain, Nabi r juga menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan sholat ashar bagaikan orang yang keluarga dan harta bendanya binasa hingga tidak terisa sedikitpun:
(الذي تَفُوتُهُ صَلاَةُ الْعَصْرِ كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ) متفق عليه
"Orang yang ketinggalan sholat asher, seakan-akan telah ditimpa musibah pada keluarga dan harta bendanya." (Muttafaqun 'alaih).
Ibnul Qayyim berkata: "Bila seseorang meninggalkan sholat Asher, maka ia bagaikan orang yang memiliki keluarga dan harta benda. Ia keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan, dan ia meninginggalkan keluarga dan hartanya di dalam rumah. Tatkala ia pulang, seluruh keluarga dan harta bendanya telah binasa, sehingga ia tinggal seorang diri, kehilangan keluarga dan harta bendanya." ()
Oleh karena itu tidak mengherankan bila Nabi r menjelaskan bahwa salah satu hikmah dari setiap musibah yang menimpa seorang muslim ialah untuk menghapuskan kesalahan dan dosanya.
(ما يُصِيبُ الْمُسْلِمَ من نَصَبٍ ولا وَصَبٍ ولا هَمٍّ ولا حُزْنٍ ولا أَذًى ولا غَمٍّ حتى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إلا كَفَّرَ الله بها من خَطَايَاهُ) متفق عليه.
"Tidaklah seorang muslim ditimpa rasa letih, rasa sakit, gundah pikiran, rasa duka, gangguan dan kebingungan sampai-sampai duri yang menusuknya, melainkan akan Allah hapuskan sebagian dari kesalahannya." Muttafaqun 'alaih.
Degan penjelasan singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa perbuatan maksiat adalah salah satu penyebab datangnya berbagai penyakit, baik sebagai balasan atau sebagai teguran kepada pelakunya agar ia kembali kepada jalan yang benar dan bertaubat dari kemaksiatan.
Diantara kemaksiatan yang sering menjadi biang munculnya berbagai penyakit baru ialah perbuatan zina, sebagaimana disabdakan oleh Nabi r :
(لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتى يعلنوا بها، إلاَّ ظهر فيهم الطَّاعون والأوجاع التى لم تكن مضت في أسلافهم الذين مضوا)
"Tidaklah perbuatan zina meraja lela di suatu kaum, hingga mereka berterang-terangan ketika melakukannya, melainkan akan ada pada mereka berbagai wabah (tha'un) dan penyakit yang belum pernah ada pada generasi sebelum mereka." (Riwayat Al Hakim, At Thobrani dan Al Baihaki, dan dishohihkan oleh Al Albani).
Pada suatu hari ada seseorang yang bertanya kepada sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas dihadapan sahabat Usamah bin Zaid tentang penyakit/ wabah tho'un, maka sahabat Usamah bin Zaid mengabarkan bahwa dan Rasulullah r pernah menjelaskan tentang hal itu dengan sabdanya:
(إِنَّ هذا الْوَجَعَ أو السَّقَمَ رِجْزٌ عُذِّبَ بِهِ بَعْضُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ ثُمَّ بَقِيَ بَعْدُ بِالْأَرْضِ فَيَذْهَبُ الْمَرَّةَ وَيَأْتِي الْأُخْرَى) متفق عليه
"Sesungguhnya penyakit ini adalah kotoran yang dengannya Allah mengazab sebagian umat sebelum kalian, kemudian tersisa di bumi, kadang kala ia hilang dan kadang kala ia datang kembali." Muttafaqun 'alaih.
Qotadah berkata: "Telah sampai kepada kami bahwa tidaklah ada seseorang yang tergores oleh ranting, atau tergelincir kakinya atau terpelintir uratnya, melainkan akibat dari dosa yang ia perbuat.() "
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam kitab tafsirnya bahwa Abul Bilaad pada suatu hari tatkala ia membaca firman Allah Ta'ala :
]وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ [ الشورى 30
"Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri." (As Syura 30). Abul Bilaad merasa keheranan, sebab ia menderita buta mata sejak ia kecil. Karena rasa herannya inilah ia bertanya kepada Al 'Ala' bin Bader: "Bagaimana penafsiran firman Allah Ta'ala:
]وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ [ الشورى 30
"Dan musibah apapun yang menimpamu, maka itu adalah akibat dari ulah tanganmu sendiri," padahal aku ditimpa kebutaan sedangkan aku masih kecil? Maka Al 'Ala' menjawab: "Itu adalah akibat dari dosa kedua orang tuamu."()
Inilah tindakan pertama yang semestinya dilakukan oleh umat Islam dalam menanggulangi atau mengobati berbagai wabah dan penyakit yang menimpa mereka. Yaitu dengan mengenali penyebab datangnya penyakit dan wabah, kemudian menanggulanginya.
Dan demikianlah salah satu imusisasi syari'at yang semestinya senantiasa digalakkan oleh umat Islam, yaitu dengan memerangi kemaksiatan dan menggalakkan amal sholeh, agar generasi penerus kita tumbuh berkembang dalam keadaan sehat wal afiat terhindar dari berbagai penyakit ruhani dan jasmani.
Apalah gunanya berbagai upaya penanggulangan dan penyembuhan yang kita lakukan, bila sumber utama wabah dan penyakit malah kita galakkan atau minimal kita biarkan merajalela, simaklah janji Rasulullah r yang pernah beliau ajarkan kepada sepupunya Abdullah Ibnu Abbas t:
(احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ) رواه احمد وغيره
"Senantiasa jagalah (syari'at Allah) niscaya Allah akan menjagamu." (riwayat Ahmad dan lainnya).
Ibnu Katsir mengisahkan dalam kitabnya Al Bidayah wa An Nihayah: bahwa Imam Abu At Thoyyib At Thobari walau telah berumur lebih dari satu abad (100 thn), masih dalam keadaan sehat badan, tidak berubah sedikitpun dari ingatan dan akal pikirannya, serta tidak ada tanda-tanda kepikunan. Bahkan pada suatu hari beliau naik perahu, tatkala telah tiba di pantai, beliau keluar dari perahu dengan meloncat. Suatu hal yang tidak dapat dilakukan, sekalipun oleh para pemuda. Maka murid-muridnya yang bersama beliau bertanya: Apa yang engkau lakukan ini wahai Abut Thoyyib? Beliaupun menjawab: ini adalah anggota badanku yang senantiasa aku jaga dikala aku masih muda, sehingga sekarang berguna bagiku disaat aku telah tua.()
Lalai Berdzikir Kepada Allah Adalah Biang Berbagai Penyakit.
Segala kenikmatan yang ada di dunia adalah karunia dari Allah semata, hanya Dia-lah yang paling berhak untuk disyukuri dan dipuji atas segalanya. Oleh karenanya bila kita melihat suatu kenikmatan atau sesuatu yang kita kagumi, baik pada diri, atau anak keluarga, harta benda kita atau orang lain, hendaknya hal pertama yang kita lakukan adalah mengingat Allah, dan memuji Allah, dan berdoa kepada Allah memberkahi kenikmatan tersebut, misalnya dengan berkata:
بارك الله فيك.
"Semoga Allah memberkatimu".
Tidak layak bagi seorang muslim untuk hanyut dalam kekaguman terhadap suatu kenikmatan yang ada padanya atau pada oleh lain, karena Dzat Yang telah menciptakan dan mengaruniakan kenikmatan tersebut lebih layak untuk dikagumi dan dipuji.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Seseorang kadang kala seseorang memandangi orang lain, karena kagum dengan keimanan dan ketakwaannya, maka kala itu yang menjadi pelajaran adalah kesucian jiwa dan amalanya, bukan penampilannya. Kadang kala ia memandangnya kerena penampilannya yang cakap. Suatu hal yang menjadi bukti akan kekuasaan Dzat yang telah melukisnya, maka pandangan ini adalah baik. Dan kadang kala ia memandangnya karena rasa kagum terhadap penampilannya belaka, layaknya ketika ia memandangi kuda, binatang ternak, dan ketika ia memandangi pepohonan, sungai dan bunga, maka pandangan yang demikian ini bila didasari oleh ambisi terhadap kehidupan dunia, kepemimpinan, harta benda, maka ini adalah pandangan yang dicela pada ayat berikut:
]وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى[
"Dan janganlah engkau tujukan pandangan kedua matamu kepada apa (kenikmatan&kekayaan) yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehiduan dunia, guna Kami uji mereka dengannya. Dan Karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal." Thoha 131."()
Syeikh Abdurrahman As Sa'di ketika menafsiri ayat 131 surat Toha ini berkata: "Janganlah engkau -karena rasa kagum- menujukan pandangan kedua matamu, dan janganlah engkau - karena rasa suka- mengulang-ulang pandanganmu kepada keindahan dunia dan orang-orang yang dikaruniai dengannya, baik berupa makanan, dan minuman lezat, atau pakaian mewah atau rumah yang megah, atau istri cantik, karena itu semua hanyalah perhiasan kehidupan di dunia, yang hanya memukau jiwa orang-orang yang terpedaya, ....... Dan rizki Tuhanmu, baik yang dekat, berupa ilmu, iman dan hakekat amal –amal sholeh, dan yang akan datang berupa kenikmatan yang kekal, dan kehidupan yang penuh dengan keselamatan di sisi Allah Yang Maha Penyayang, lebih baik dibanding dengan kenikmatan yang mereka dapatkan. Sebagaimana rizki Tuhanmu lebih kekal, karena tidak akan pernah putus....Dan pada ayat ini ada suatu isyarat, bahwa: bila seorang hamba merasakan dirinya mulai dilanda ambisi untuk memperoleh berbagai perhiasan kehidupan dunia, dan mulai memusatkan perhatian kepadanya, hendaknya ia mengingat berbagai karunia Allah yang telah menantinya (di surga), kemudian ia membandingkan antara keduanya.() "
Pada suatu hari sahabat 'Amir bin Rabi'ah t melintasi sahabat Sahel bin Hanif t yang sedang mandi di rawa atau sungai, sepontan sahabat 'Amir berkata: "Aku tidak pernah melihat kulit seputih ini, sampaipun kulit seorang gadis pingitan". Tak lama kemudian sahabat Sahel tersungkur tak berdaya. Maka kejadian itu segera disampaikan kepada Nabi r, dan dikatakan kepada beliau: "Segera selamatkan Sahel!" Maka beliaupun bersabda: "Siapakah yang kalian curigai (telah mengenainya)? Para sahabatpun menjawab: 'Amir bin Rabi'ah. Rasulullahpun bersabda: Dengan sebab apa salah seorang dari kalian hendak membunuh saudaranya?! Bila ia melihat suatu hal pada diri saudaranya atau pada dirinya sendiri atau harta bendanya, yang membuatnya terkagum, hendaknya ia memohonkan keberkahan." Lalu Beliau memerintahkan sahabat 'Amir untuk berwudhu, dengan membasuh wajah, kedua tangan hingga kedua sikunya, kedua lututnya, dan bagian dalam sarungnya (atau bagian pinggang yang menjadi tempat menyimpulkan sarung-pen), kemudian beliau memerintahkan agar air bekas basuhan() tersebut disiramkan kepada sahabat Sahel. Seusai disiram dengan air tersebut, sahabat Sahel meneruskan perjalanannya bersama rombongan, seakan-akan tidak pernah mengalami gangguan apapun. (Kisah ini diriwayat oleh Imam Ahmad, An Nasa'i, At Thobrany, Al Hakim dan lainnya, serta dishohihkan oleh Al Albani).
Perlu diketahui bahwa kedua sahabat di atas, yaitu 'Amir bin Rabi'ah dan Sahel bin Hanif termasuk sahabat terkemuka Nabi r, dan keduanya termasuk yang andil dalam peperangan Bader(), sehingga tuduhan bahwa sahabat 'Amir telah hasad atau menyimpan kedengkian terhadap Sahel bin Hanif tidak layak kita lakukan.
Yang layak untuk kita lakukan hanyalah berbaik sangka kepada mereka berdua dan mengatakan bahwa sahabat 'Amir bin Rabi'ah telah lalai untuk mendoakan keberkahan bagi sahabat Sahel atas karunia Allah Ta'ala berupa kulit yang putih bersih.
Ibnu Qayyim menjelaskan hubungan antara 'ain dan hasad adalah sebagai berikut: "Orang yang menimpakan 'ain dan orang hasad memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya: mereka berdua jiwanya terkondisi dan tertuju kepada orang yang diganggu. Orang yang menimpakan 'ain, jiwanya akan terkondisi disaat berjumpa dan menyaksikan korbannya, sedangkan orang hasad, kehasadannya dapat terwujud baik korban ada dihadapannya atau tidak. Perbedaan antara keduanya: Orang yang menimpakan 'ain dapat saja mengenai sesuatu yang ia tidak hasad kepadanya, misalnya, benda atau binatang, atau tanaman, atau harta, walaupun biasanya senantiasa disertai dengan sifat hasad pelakunya. Dan mungkin juga pengaruh matanya menimpa dirinya sendiri, karena pandangan matanya yang penuh rasa ta'ajub/ kagum dan tajam terhadap sesuatu, disertai jiwanya yang telah terkondisikan dengan keadaan kala itu, dapat mempengaruhi sesuatu yang ia pandang.() "
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: "Pengaruh 'ain dapat terjadi ketika seseorang merasa ta'ajub/ kagum walaupun tanpa disertai rasa hasad, walaupun dari orang yang menyayangi korbannya, walaupun dari orang sholeh. Dan orang yang merasa kagum terhadap sesuatu hendaknya bersegera mendoakan keberkahan untuk orang/ sesuatu yang ia kagumi, dan doa keberkahan itu akan menjadi penawar pengaruh 'ainnya." ()
Demikianlah salah satu dampak negatif yang mungkin terjadi bila kita lalai akan dzikir kepada Allah disaat terkagum dengan suatu kenikmatan yang ada pada saudara kita atau bahkan pada diri kita sendiri.
Bila anda bertanya, bagaimanakah proses terjadinya pengaruh 'aian dapat terjadi? Maka para ulama' memiliki beberapa penafsiran dan jawaban atas pertanyaan ini, akan tetapi -menurut hemat saya- pendapat yang paling kuat ialah pendapat berikut: Bila seseorang yang sedang ta'ajub memandang kepada hal yang ia kagumi, akan tetapi ia lalai untuk mengembalikan rasa kagumnya tersebut kepada Allah dan kekuasaan-Nya dalam menciptakan makhluq-Nya, maka kadang kala Allah menimpakan petaka pada sesuatu yang ia kagumi tersebut, akibat pengaruh dari pandangannya, sebagai ujian dari-Nya. Ini semua terjadi agar orang yang beriman meyakini bahwa ini semua (sesuatu yang menakjubkan dan petaka yang menimpanya) terjadi atau kuasa Allah, sedangkan orang selainnya menduga bahwa keduanya terjadi berkat pengaruh selain Allah.)
Agar kita semakin memahami betapa besar pengaruh kelalaian kita dari berzikir kepada Allah ketika merasa ta'ajub terhadap suatu kenikmatan, maka saya mengajak pembaca untuk bersama-sama merenungkan beberapa hadits Rasulullah r berikut :
(العين حقٌّ، ولو كان شيء سابق القدر، سبقته العين، وإذا استُغسِلتم فاغسلوا) رواه مسلم
"(Pengaruh) mata adalah benar adanya, dan seandainya ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir, niscaya akan di dahului oleh mata (al 'ain). Dan bila engkau diminta untuk membasuh diri, maka basuhlah". (riwayat Muslim).
Pada hadits lain, dengan lebih tegas Rasulullah r menyebutkan pengaruh langsung dari pandangan orang yang lalai akan Allah:
(أكثر من يموت من أمتي بعد كتاب الله و قضائه و قدره بالأنفس) ( يعني بالعين) رواه البزار والطَّيالسي وابن أبي عاصم وحسنه الألباني
"Kebanyakan orang yang meninggal dari umatku –setelah karena ketentuan dan taqdir Allah- adalah akibat pengaruh jiwa ". maksudnya "pandangan mata". (riwayat Al Bazzar, At Thoyalisy, Ibnu Abi Ashim dan dihasankan oleh Al Albany.
Pada hadits lain Nabi r bersabda:
(العين تدخل الرجل القبر و الجمل القدر.) رواه ابن عدي وأبو نعيم وحسنه الألباني
"(pengaruh) Al 'ain menyebabkan seseorang masuk ke dalam liang kuburannya dan onta ke dalam panci." (riwayat Ibnu 'Adi, Abu Nuaim dan dihasankan oleh Al Albani).
Pada suatu hari Rasulullah r melihat anak-anak sahabat Ja'far bin Abi Tholib y yang berbadan kurus, maka beliau bertanya kepada ibu mereka yaitu Asma' bintu 'Umais radhiallahu 'anha:
)ما لي أَرَى أَجْسَامَ بَنِي أَخِي ضَارِعَةً، تُصِيبُهُمْ الْحَاجَةُ؟ قالت: لاَ، وَلَكِنْ الْعَيْنُ تُسْرِعُ إليه. قال: أرقيهم، قالت: فَعَرَضْتُ عليه، فقال أرقيهم). رواه مسلم
"Mengapa aku lihat badan anak-anak saudaraku (keponakanku) kurus-kurus, apakah mereka ditimpa kekurangan/ kemiskinan? Maka Asma' menjawab: Tidak, akan tetapi (pengaruh mata) cepat sekali menimpa mereka? Maka beliau bersabda: Jampi-jampilah (ruqyahlah) mereka. Asma' berkata: Maka akupun memaparkan bacaan jampi-jampi kepadanya, dan beliau bersabda: Jampi-jampilah mereka (dengannya-pen). (Muslim)
Dari beberapa hadits di atas, jelaslah bagi kita bahwa pandangan mata orang yang lalai akan dzikir kepada Allah dan pujian orang yang lupa untuk mendoakan keberkahan memiliki akibat yang dahsyah, dan beraneka ragam dampaknya. Walau demikian besar pengaruh 'ain, akan tetapi betapa banyak dari kita yang tidak menyadarinya.
Bila hal ini telah kita ketahui, maka imunisasi syari'at yang dapat kita lakukan untuk menanggulangi berbagai wabah dan petaka yang dapat ditimbulkan oleh 'ain ialah :
1. Dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah dan memperbanyak zikir kepada Allah, membaca doa-doa dan wirid-wirid yang diajarkan Rasulullah r, terutama dzikir pagi dan sore, dzikir sebelum tidur, dan banyak membaca Al Qur'an di manapun kita berada.
"Dari Aban bin Utsman, ia menuturkan, saya mendengar dari ayahku (yaitu Utsman bin Affan-pen) berkata: Rasulullah r bersabda: "Tidaklah ada seorang hamba yang berkata setiap pagi dan petang:
(بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ) ثلاث مرات
"Dengan menyebut Nama Allah Yang tiada sesuatu yang dapat mengganggu bersama Nama-Nya, baik di bumi ataupun di langit, sedangkan Dia adalah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"" sebanyak tiga kali, kemudian ia disakiti oleh sesuatu hal. Tatkala Aban bin Utsman meriwayatkan hadits ini, beliau sedang menderita penyakit lumpuh separo. Maka salah seorang muridnya memandangi badan beliau. Maka beliaupun faham maksudnya, lalu berkata kepadanya: "Ketahuilah bahwa haditsnya seperti yang telah aku sampaikan kepadamu, akan tetapi kala itu aku lupa untuk mengucapkannya, sehingga takdir Allah-pun menimpaku. (riwayat Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasa'i, Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani.)
2. Mengingatkan dan menggalakkan dzikir di masyarakat, sehingga masyarakat lambat laun akan terbiasa untuk berdzikir, dan mengucapkan Masya Allah, Subhanallah, Barakallahu fik dan doa-doa yang serupa ketika melihat sesuatu yang menakjubkannya. Dengan demikian pengaruh 'ain dapat ditanggulangi.
Berikut beberapa kisah nyata tentang orang-orang yang terkena pengaruh pandangan kagum orang lain yang lupa untuk mendoakan keberkahan.
Kisah pertama:
Seorang wanita yang sepanjang waktunya merasakan sesak nafas, yang kadang kala memuncak dan kadang kala mereda, dan bila menghadiri pesta, atau perayaan ied senantiasa ia senantiasa jatuh pingsan. Tatkala ia dibacakan ruqyah (bacaan Al Qur'an dan doa-doa) ia teringat bahwa ada salah seorang kerabatnya pernah memujinya tanpa disertai dengan doa keberkahan untuknya. Akan tetapi ia dan keluarganya tidak bersegera mengambil bekas barang yang pernah dikenakan oleh orang yang mengenainya tersebut. Dan ketika wanita itu menghadiri pesta pernikahan putrinya, iapun kembali terjatuh pingsan dan langsung dilarikan ke salah satu rumah sakit. Di sana ia dimasukkan ke ruang ICU, dikarenakan ia telah mengalami koma, dan menurut dokter yang menanganinya, keadaannya sangat kritis. Akibat kejadian ini, pernikahan putrinyapun di batalkan, lalu salah seorang putri ibu tersebut teringat akan saran syeikh yang pernah membacakan ruqyah terhadap ibunya, maka iapun bergegas mengambil barang yang pernah dikenakan oleh kerabatnya yang di curigai tersebut, lalu iapun membasuhnya dengan air. Air basuhan tersebut ia bawa ke rumah sakir, dan ia memasukkan sebagian air tersebut ke mulut ibunya yang tak sadarkan diri. Dengan sangat mengejutkan, ibu tersebut tiba-tiba terbangun dan langsung duduk di pinggir ranjang, lalu ia tersedak dengan keras. Melihat kejadian ini, tenaga medis yang menanganinya terheran-heran, dan dokter yang menanganinya berkata: "Kadang kala tubuh manusia dapat mengobati dirinya", Subhanallah.
Kisah Kedua:
Seorang ayah membawa anaknya yang mengalami lumpuh total dengan dengan dibungkus sehelai selimut, ke rumah salah seorang syeikh yang biasa meruqyah orang. Ayah tersebut telah menghabiskan jutaan reyal guna membiayai pengobatan anaknya di dalam ataupun luar negri. Setelah beberapa saat syeikh tersebut membacakan ruqyahnya, ia bertanya kepada anak tersebut: Apakah engkau mencurigai seseorang yang telah mengenaimu dengan 'ain? Anak itupun menjawab: Saat ini tidak ada yang dibenakku kecuali ayahku sendiri. Mendengar jawaban itu, sang ayahpun keheranan dan berkata: Mungkinkah aku sendiri yang mengenainya, padahal aku telah menghabiskan jutaan reyal untuk membiayi pengobatannya,?! Maka Syeikh tersebut menjelaskan bahwa pengaruh 'ain bisa saja datang dari orang yang paling dekat dan mencintai kita, pengaruh 'ain tidak mesti datang dari orang yang dengki dan hasad. Pengaruh 'ain dapat mengenai seseorang bila ia memuji dan lupa untuk berdzikir dan mendoakan keberkahan.
Setelah mendapatkan penjelasan, maka sang ayahpun rela untuk digunakan sisa teh yang ia minum dalam pengobatan analnya. Setelah anak tersebut minum sisa teh ayahnya, terjadilah suatu kejutan, yaitu ia bergemetar dan mulai menggeliat di lantai, kemudian ia mulai berusaha untuk bangkit dikit demi sedikit. Setelah ia berhasil bangkit ia mencoba melangkahkan kakinya beberapa langkah, kemudia ia kembali terjatuh, dan iapun kembali bangkit dan akhirnya berhasil berjalan normal.
Menyaksikan pemandangan tersebut, sang ayah tak kuasa untuk menahan isak tangisnya, lalu ia berusaha mengingat-ngat kejadian sebelum anaknya ditimpa penyakit lumpuh. Ia menuturkan bahwa dua tahun silam, aku pernah memuji anakku dihadapan para tamu dengan berkata: Sungguh tidak akan ada yang berbakti kepadaku selain anakku ini, dan kala itu aku tidak berdzikir kepada Allah. Setelah itulah anakku mulai merasakan sakit hingga akhirnya lumpuh total. Dan akupun tidak dikabari tentang seorang dokter yang bagus, melainkan aku datangi, baik di dalam ataupun luar negri. AKhirnya sang ayah berterima kasih kepada syeikh tersebut sembil berkata: "Aku bak orang yang membawa penyakitnya sendiri dalam sarung". Dan anak tersebut pulang dengan menenteng selimut yang sebelumnya digunakanuntuk membungkus tubuhnya.()
Kisah Ketiga :
Kisah ini adalah pengalaman pribadi saya sendiri. Kala itu, saya sedang diperjalanan pulang dari kota Makkah usai menunaikan ibadah umrah bersama istri dan kedua putri saya dengan naik bis antar kota (SAPTCO). Dikarenakan rasa letih seusai menunaikan thowaf di siang bolong panas, maka saya, istri saya, dan putri saya yang kedua langsung terlelap tidur ketika bis telah mulai berjalan. Di ditengah perjalanan, saya terbangun karena mendengar suara putri pertama saya yang sedang mengaji dan membaca beberapa surat pendek yang telah ia hafal. Sepontan saya menoleh ke belakang, ke arah putri saya tersebut, dan berkata: kok tidak tidur nak?! Iapun menjawab: Tidak mengantuk. Tanpa pikir panjang sayapun berusaha untuk tidur kembali. Belum sempat saya tidur dengan lelap, saya dikejutkan dengan teriakan putri pertama saya tersebut yang menyeringis dan memegangi perutnya: "Aduh sakit, mau mutah". Langsung saja saya olesi badannya dengan minyak kapak, karena saya berpikir, dia masuk angin. Akan tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil apapun, putri saya tetap saja menangis dan perutnya mual-mual hendak muntah. Al hamdulillah segera saya teringat, bahwa saya tadi memandanginya dengan tidak mendoakan keberkahan untuknya. Segera saya mengambil gelas, dan menuangkan air minum kedalamnya, lalu saya minum sebagian airnya. Sisa air yang saya minum tersebut segera saya minumkan ke putri saya. Sangat mengejutkan, seusai minum sisa air minum saya tersebut, putri saya kembali ceria, dan berkata: "Sudah tidak mau muntah lagi", "perutnya tidak sakit lagi." Subhanallah, demikianlah pengalaman yang saya alami sendiri, semoga pengalaman ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
Syarat Pengobatan Yang Manjur:
Sebagaimana hal lainnya, agar pengobatan manjur dan mendatangkan hasilnya, kita harus mengindahkan beberapa persyaratannya. Dan berikut akan saya paparkan dua syarat utama bagi pengobatan yang manjur:
Syarat Pertama: Pengobatan yang tepat.
Agar obat yang kita gunakan benar-benar berguna dan mampu menyembuhkan penyakit yang kita derita, maka kita harus berlaku tepat, tepat dalam mendiagnosa penyakit, tepat memilih obat, tepat ketika menentukan dosis, tepat waktu penggunaan, tepat dalam menghindari pantangan dan lain-lain yang harus diindahkan dalam pengobatan. Bila kita berlaku salah pada satu dari hal-hal tersebut, maka pengobatan yang kita lakukan tidak akan mendatangkan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Ibnul Qayyim ketika mengomentari hadits di atas, berkata: "Pada hadits ini Nabi r mengaitkan kesembuhan dengan ketepatan/kecocokan obat dengan penyakit, karena tidaklah ada satu makhluqpun melainkan memiliki lawannya. Dan setiap penyakit pasti memiliki obat yang menjadi penawarnya, yang dengannya penyakit itu diobati. Nabi rmengaitkan kesembuhan dengan ketepatan dalam pengobatan, dan ketepatan ini merupakan hal yang lebih dari sekedar ada atau tidaknya obat (bagi suatu penyakit-pen). Karena obat suatu penyakit bila melebihi kadar penyakit, baik pada metode penggunaan atau dosis yang semestinya, akan berubah menjadi penyakit baru. Bila metode penggunaan atau dosisnya kurang dari yang semestinya, maka tidak akan mampu melawan penyakit, sehingga proses penyembuhannya-pun tidak sempurna. Bila seorang dokter salah dalam memilik obat, atau obat yang ia gunakan tidak tepat sasaran, maka kesembuhan tak kan kunjung tiba. Bila waktu pengobatan dilakukan tidak tepat dengan obat tersebut, niscaya obat tidak akan berguna. Bila badan pasien tidak cocok dengan obat tersebut, atau fisiknya tidak mampu menerima obat tersebut, atau ada penghalang yang menghalangi kerja obat tersebut, niscaya kesembuhan tak kan kunjung tiba. Semua ini dikarenakan ketidak tepatan dalam pengobatan. Bila pengobatan tepat dalam segala aspeknya, pasti -dengan izin Allah- kesembuhan akan diperoleh. Inilah penafsiran terbaik bagi hadits di atas."()
Ibnu Hajar Al Asqalaany berkata: "Pada hadits riwayat sahabat Jabir terdapat isyarat bahwa kesembuhan tergantung kepada ketepatan dan dengan izin dari Allah. Yang demikian itu dikarenakan suatu obat kadang kala melebihi batas, baik dalam metode penggunaan atau dosisnya, sehingga obat tersebut tidak manjur, bahkan dimungkinkan obat itu malah menimbulkan penyakit baru." ()
Syarat Kedua : Izin Allah.
Sebagai seorang muslim, kita pasti beriman dengan taqdir Allah, beriman bahwa segala sesuatu di dunia ini, terjadi atas kehendak dan ketentuan dari Allah Ta'ala:
]إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ[ القمر 49
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir (ketentuan)." Al Qamar 49.
Dan Rasulullah r bersabda:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (كُلُّ شَيْءٍ بِقَدَرٍ حتى الْعَجْزِ وَالْكَيْسِ) رواه مسلم
"Segala sesuatu (terjadi) atas takdir (ketentuan&kehendak), sampaipun rasa malas dan semangat." (riwayat Muslim).
Kehendak dan ketentuan Allah ini mencakup segala sesuatu, tanpa terkecuali penyakit dan kesembuhan yang menimpa manusia, oleh karenanya nabi Ibrahim 'alaihis salam berkata –sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an-:
]وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ[ الشعراء 80
"Dan bila aku sakit, maka Dia-lah yang menyembuhkan."
Dan dahulu Rasulullah r bila ada salah seorang dari anggota keluarganya yang menderita sakit, atau ketika menjenguk orang yang sedang sakit, beliau mengusapnya dengan tangan kanannya, sambil berdoa:
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا) متفق عليه
"Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan Engkaulah Dzat Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan darimu, kesembuhan yang tiada menyisakan penyakit." (Muttafaqun 'alaih).
Oleh karenanya pada hadits Jabir di atas, selain mengaitkan kesembuhan dengan ketepatan dalam pengobatan, Rasulullah r juga mengaitkannya dengan kehendak Allah.
"Bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla."
Ibnu Abdil Bar berkata: " Dan pada sabda Nabi r "Yang menurunkan obat adalah Yang menurunkan penyakit" terdapat dalil bahwa kesembuhan tidak ada seorangpun yang mampu menyegerakannya kedatangannya, dan tidak seorangpun yang mengetahui waktu kedatangannya. Sungguh aku telah menyaksikan sebagian dokter/tabib yang berusaha mengobati dua orang yang ia anggap bahwa penyakit keduanya adalah sama. Keduanya ditimpa penyakit pada waktu yang sama, umur yang sama, negri yang sama, bahkan kadangkala mereka adalah dua orang saudara kembar, dan makanan mereka sama. Sehingga dokter tersebut mengobati keduanya dengan obat yang sama, akan tetapi satunya sembuh, sedangkan yang lainnya mati, atau penyakitnya berkepanjangan, dan ketika telah tiba saat yang telah Allah tentukan, iapun sembuh."()
Ibnu Hajar Al Asqalany berkata: "Dan diantara yang tercakup dalam sabda Nabi r " hal itu diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya" apa yang dialami oleh sebagian pasien, ia berobat dari suatu penyakit dengan suatu obat, lalu iapun sembuh. Kemudian pada lain waktu ia ditimpa oleh penyakit itu lagi, lalu iapun berobat dengan obat yang sama, akan tetapi obat itu tidak manjur. Penyebab terjadinya hal semacam ini adalah kebodohannya (ketidak tahuannya) tentang sebagian sifat/karakter obat tersebut. Mungkin saja ada dua penyakit yang serupa, sedangkan salah satunya terdiri dari beberapa penyebab (penyakit/komkplikasi), sehingga tidak dapat diobati dengan obat yang telah terbukti manjur untuk mengobati penyakit yang tidak komplikasi, disinilah terletak kesalahannya. Dan kadang kala kedua penyakit tersebut sama, akan tetap Allah menghendaki untuk tidak sembuh, maka obat itupun tidak manjur, dan saat itulah runtuh keangkuhan para tabib/dokter."()
Penjelasan diatas membantah praduga atau pemahaman sebagian orang bahwa: bila suatu hal telah dinyatakan sebagai obat bagi suatu penyakit, maka harus manjur dan dapat mampu menyembuhkan penyakit. Ataubila imunisasi suatu penyakit telah diberikan, maka anak kita harus kebal dan terhindar dari penyakit.
Sadarlah wahai saudaraku! bahwa semua yang kita lakukan dan kita upayakan hanyalah sebatas usaha, sedangkan Allah-lah yang menentukan dan mentakdirkan.
Dahulu dinyatakan:
إذا وقع القدر بطل الحذر.
"Bila taqdir telah datang, maka sirnalah kehati-hatian." Maksudnya, bila Allah telah menentukan suatu penyakit menimpa seseorang, atau bila ajal telah datang, maka berbagai upaya yang ditempuh manusia untuk menghindarinya tidak lagi berguna, dan kehendak Allahlah yang pasti terjadi.
Akidah dan keyakinan ini tidak boleh kita lupakan kapanpun kita berada, serta apapun profesi kita.
Kaitannya dengan proses pengobatan setiap penyakit yang kita derita, maka dapat dirangkumkan dalam beberapa hal berikut:
1. Hendaknya kita yakin, bahwa yang menciptakan penyakit adalah Allah, dan yang menentukan bahwa penyakit tersebut menimpa kita adalah Allah. Kita tidak perlu berkeluh kesah, kita menerima semuanya dengan lapang dada, karena dibalik penyakit tersebut pasti tersimpan beribu-ribu hikmah. Dengan cara ini, apapun yang kita alami akan mendatangkan kebaikan bagi kita, baik di dunia ataupun di akhirat.
(عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إن أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا له، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا له). رواه مسلم
"Sungguh mengherankan urusan seorang yang beriman, sesungguhnya seluruh urusannya baik, dan hal itu tidaklah dimiliki melainkan oleh orang yang beriman. Bila ia ditimpa kesenangan, ia bersyukur, maka kesenangan itu menjadi baik baginya. Dan bila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka kesusahan itu baik baginya." (riwayat Muslim).
2. Hal selanjutnya yang hendaknya kita lakukan ialah memohon kesembuhan kepada Allah, menumbuhkan keimanan dan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang dapat menyembuhkan penyakit kita. Oleh karenanya Rasulullah rmengajarkan kepada umatnya doa :
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا)
"Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan Engkaulah Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tiada menyisakan penyakit."
Kita sering melupakan hal ini, bahkan tidak jarang doa menjadi upaya terakhir yang kita lakukan dalam proses penyembuhan. Atau hanya kita lakukan bila tenaga medis telah kesulitan atau, kita telah mengeluarkan banyak biaya, rasa putus asa telah menyelimuti sanubari, dan –mungkin juga- dengan penuh keraguan kita berdoa memohon kesembuhan kepada Allah, sambil berkata: "siapa tahu doa kita dikabulkan".
Subhanallah, dengan tenaga medis kita optimis, akan tetapi dengan kekuasaan Allah kita ragu, sehingga kita berkata: "siapa tahu doa kita dikabulkan".?!
3. Pengobatan atau imunisasi apapun yang kita lakukan, maka hendaknya kita senantiasa ingat bahwa itu hanyalah sebatas upaya, akan tetapi ketentuan dan kesembuhan hanyalah milik Allah, sehingga tidak ada lagi ucapan: "sudah berobat ke dokter spesialis, atau minum obat ini, itu, atau sudah diimunisasi, kok masih juga terkena penyakit, atau penyakit tak kunjung sembuh".
4. Hendaknya tenaga medis yang mengobati orang lain atau orang yang menjenguk orang sakit, juga ikut serta berdoa dengan penuh keimananan, memohonkan kesembuhan kepada Allah, dengan demikian kedua syarat kesembuhan di atas dapat segera terpenuhi, dan kesembuhanpun segera datang. Rasulullah r bersabda:
(من عاد مريضا لم يحضر أجله، فقال عنده سبع مرات: أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ، إلا عافاه الله من ذلك المرض.) رواه أبو داود والترمذي وحسنه والنسائي وصححه الألباني
"Barang siapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu ia berdoa disisinya sebanyak tujuh kali (7x): "Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung Tuhan Aresy yang agung agar menyembuhkanmu", melainkan akan Allah bebaskan dia dari penyakit tersebut." (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy, An Nasa'i dan dishohihkan oleh Al Albany).
Bila masing-masing dari tenaga medis dan pasien, berkewajiban untuk mengingat dan mengamalkan keyakinan ini. Sebagai seorang dokter yang sedang mengobati pasien –misalnya- hendaknya ia yakin dan juga mengingatkan pasiennya bahwa apa yang sedang ia lakukan hanyalah upaya, sedangkan kesembuhan, maka hanya Allahllah yang mampu mendatangkannya. Tidak dibenarkan bagi seoreng dokter untuk yakin atau mengesankan bahwa ia mampu menyembuhkan atau mengetahui kapan datang atau tidaknya kesembuhan.
Sebagai seorang pasien, hendaknya ia senantiasa menggantungkan harapannya kepada Allah, tidak kepada dokter atau lainnya.
Prefentif Sebelum Datangnya Penyakit.
Sebagaimana Islam telah mengajarkan berbagai metode pengobatan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang menimpa umat manusia, Islam juga mengajarkan berbagai tindak prefentif guna mencegah penyakit sebelum datang. Ini adalah salah satu bukti bahwa Islam adalah syari'at yang sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun padanya. Kekurangan yang adanya hanyalah pada diri kita sebagai umat Islam. Kita kurang atau bahkan tidak memahami berbagai syari'at Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Akibat dari kebodohan kita inilah akhirnya kita berserah diri dengan beranggapan bahwa Islam tidak mengajarkan kepada kita Ilmu kedokteran, atau ilmu sosial, atau perniagaan atau lainnya.
Berikut akan saya sebutkan beberapa syari'at Islam yang bertujuan untuk mencegah datangnya berbagai penyakit:
A. Membaca basmalah ketika berhubungan suami istri.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa diantara biang berbagai penyakit ialah lalai akan dzikir kepada Allah, maka sebaliknya, dengan senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala keadaan memiliki peran yang sangat besar dalam menangkal berbagai penyakit yang menimpa kita.
Diantara dzikir yang sangat efektif menangkal berbagai penyakit terutama pada anak-anak kita ialah bacaan basmalah yang diucapkan oleh pasangan suami istri ketika hendak bergaul. Subhanallah, bacaan basmalah pada saat itu, bukan hanya mencegah ulah setan dari diri mereka berdua, akan tetapi juga berkelanjutan pada anak yang Allah karuniakan kepada mereka dari hasil pergaulan tersebut.
عن ابن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما عن النبي e قال: (أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إذا أتى أَهْلَهُ وقال: بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا، فَرُزِقَا وَلَدًا، لم يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ ولم يُسَلَّطْ عليه. متفق عليه
"Dari sahabat Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma, dari Nabi r, beliau bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya salah seorang dari kamu bila mendatangi istrinya, dan ia membaca
بِسْمِ اللَّهِ اللهم جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ ما رَزَقْتَنَا
"Dengan menyebut Nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami" kemudian mereka berdua dikaruniai anak, niscaya ia (anak) itu tidak akan diganggu (dikuasai) oleh setan, dan setan tidak akan dapat untuk menguasainya." Muttafaqun 'alaih.
Tidak mengherankan bila setan memiliki andil besar dalam berbagai penyakit dan gangguan yang menimpa anak manusia. Yang demikian itu karena setan ingin mencelakakan mereka dengan segala cara yang dapat ia lakukan. Saking besarnya peran setan, sampai-sampai Nabi Ayyub u tatkala ditimpa beraneka ragam penyakit, beliau berkata dalam doanya kepada Allah:
]أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ[ ص 41.
"Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan." (Shaad 41)
Ulama' ahli tafsir menyebutkan bahwa dahulu Nabi Ayyub u ditimpa berbagai penyakit, sampai-sampai tidak ada di tubuhnya walau hanya sebesar ujung jarum yang utuh.
Dan Rasulullah r dengan tegas menyatakan bahwa salah satu penyebab kebinasaan umatnya ialah karena menjadi korban tusukan musuh-musuh mereka dari bangsa jin:
(فَنَاءُ أمتي بِالطَّعْنِ وَالطَّاعُونِ) فَقِيلَ يا رَسُولَ اللَّهِ: هذا الطَّعْنُ قد عَرَفْنَاهُ، فما الطَّاعُونُ؟ قال: (وَخْزُ أَعْدَائِكُمْ مِنَ الْجِنِّ، وفي كُلٍّ شُهَدَاءُ). رواه أحمد والطبراني وصححه الألباني
"Kebinasaan umatku ialah dengan sebab tusukan dan tho'un. Para sahabat bertanya kepada beliau: Ya Rasulullah! Kalau tusukan, kami telah mengetahui maksudnya, akan tetapi apakah tho'un itu? Beliau menjawab: Tusukan yang tidak menembus yang dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari kalangan jin, dan pada keduanya terdapat para syahid." (Riwayat Ahmad, At Thobrani dan dishohihkan oleh Al Albani).
Pada riwayat lain beliau lebih detail menjelaskan maksud dari tho'un,:
(وخز أعدائكم من الجن، غدة كغدة الإبل، تخرج بالآباط و المراق). رواه الطبراني وحسنه الألباني
"Tho'un adalah tusukan yang tidak menembus yang dilakukan oleh musuh-musuh kalian dari bangsa jin, ia berupa daging tumbuh bagaikan daging tumbuh yang menimpa onta, ia keluar di ketiak, dan bagian bawah perut." (Riwayat At Thobrani dan dihasankan oleh Al Albani.
Bila kita renungkan dengan baik-baik pengertian tho'un di atas, niscaya kita akan berkesimpulan bahwa tho'un adalah penyakit yang menyerupai kangker kalau bukan kangker itu sendiri.
Bila demikian adanya, maka tidak ada imunisasi yang paling ampuh guna menanggulangi gangguan setan dari anak kita dibanding dzikir kepada Allah, diantaranya ketika kita sebagai orang tua hendak berjima'.
Walau demikian halnya, akan tetapi betapa banyak dari kita yang belum memahami akan keutamaan basmalah sebelum berjima', sehingga menganggapnya sebagai hal yang merepotkan belaka. Bahkan betapa banyak orang yang telah memahamipun ketika hendak berjima', lalai akan hal ini. Sehingga tidak heran bila setan dengan leluasa mengganggu anak keturunan kita, dengan berbagai macam bentuk gangguannya.
Ibnu Hajar berkata: "Banyak dari orang yang telah memahami keutamaan yang agung ini lalai darinya ketika hendak berjima', dan sebagian dari yang ingat akan bacaan doa ini serta mengucapkannya tidak dikaruniai anak.()
Bila Ibnu Hajar mengangkat permasalahan lupa yang sering menimpa pasangan suami istri ketika hendak berjima', maka dizaman kita ada fenomena lain yang lebih pahit, yaitu merajalelanya hubungan haram, sehingga tidak heran, bila setan dengan mudah menimpakan godaan dan gangguannya kepada generasi muda kita, yang banyak dari mereka adalah hasil dari hubungan yang dimurkai Allah, alias kumpul kebo. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Ini adalah salah satu imunisasi syari'at yang hingga saat ini dan mungkin hingga hari qiyamat tidak dipahami dan tidak dapat dicapai oleh berbagai kemajuan ilmu medis barat. Dan imunisasi syari'at ini merupakan salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paling bermanfaat bagi umat manusia. Oleh karenanya, saya katakan: bangkitlah umatku! Mari kita pelajari ilmu agama kita dalam segala aspeknya, baik yang berkaitan dengan hukum halal haram atau lainnya.
B. Menutup bejana dan tempat menyimpan makanan dan minuman .
Bila orang-orang yang ilmu dan jiwanya telah mengkultuskan peradaban barat biasanya beranggapan bahwa masyarakat baratlah kiblat kebersihan dan kesehatan,. maka hal itu tidaklah layak dilakukan oleh orang yang dihatinya masih tersisa setitik keimanan. Yang demikian itu, dikarenakan agama kita, jauh-jauh hari sebelum bangsa barat mengenal kebersihan, telah mengajarkan berbagai syari'at yang hingga saat ini belum bisa ditandingi oleh teori atau peradaban apapun.
Diantara tindakan prefentif yang diajarkan Islam guna menjaga kesehatan umat manusia ialah dengan menjaga makanan dan minuman mereka dari berbagai kotoran dan mikro organik yang dapat mengancam kesehatan. Agar makanan dan minuman tetap bersih dan higienis Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menutupinya, dan tidak membiarkannya terbuka, terkena udara bebas dan berbagai hal lainnya. Tindakan ini adalah langkah awal dan sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan dan menangkal penyakit. Rasulullah r bersabda:
(غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، وَأَغْلِقُوا الْبَابَ، وأطفؤا السِّرَاجَ، فإن الشَّيْطَانَ لَا يَحُلُّ سِقَاءً، ولا يَفْتَحُ بَابًا، ولا يَكْشِفُ إِنَاءً، فَإِنْ لم يَجِدْ أحدكم إلا أَنْ يَعْرُضَ على إِنَائِهِ عُودًا وَيَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ، فَلْيَفْعَلْ) رواه مسلم.
"Tutuplah bejana, ikatlah geribah (tempat menyimpan air yang terbuat dari kulit-pen), tutuplah pintu, matikanlah lentera (lampu), karena sesungguhnya setan tidaklah mampu mengurai geribah yang terikat, tidak dapat membuka pintu, dan tidak juga dapat menyingkap bejanan (yang tertutup). Bila engkau tidak mendapatkan (tutup) kecuali hanya dengan melintangkan diatas bejananya sebatang ranting, dan menyebut nama Allah, hendaknya ia lakukan." (riwayat Muslim).
Pada riwayat lain:
(غَطُّوا الإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فإن في السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فيها وَبَاءٌ، لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ ليس عليه غِطَاءٌ، أو سِقَاءٍ ليس عليه وِكَاءٌ، إلاَّ نَزَلَ فيه من ذلك الْوَبَاءِ). رواه مسلم
"Tutuplah bejana, dan ikatlah geribah, karena pada setiap tahun ada satu malam (hari) yang padanya turun wabah. Tidaklah wabah itu melalui bejana yang tidak bertutup, atau geribah yang tidak bertali, melainkan wabah itu akan masuk ke dalamnya." (Riwayat Muslim).
Bila kita merenungkan hadits di atas, niscaya kita akan dapatkan bahwa dengan menjaga makanan dan minuman kita tertutup rapat, dan dengan menyebut nama Allah ketika menutupnya, kita dapat menanggulangi dua penyebab utama bagi segala penyakit:
1. Ulah dan kejahatan syetan.
2. Wabah penyakit yang turun dan menyebar melalui media udara.
Imam An Nawawi berkata: "Para ulama' menyebutkan beberapa faedah dari perintah menutup bejana dan geribah, diantaranya kedua faedah yang ditegaskan dalam hadits-hadits ini, yaitu:
1. Menjaganya (makanan dan minuman) dari setan, karena setan tidak dapat menyingkap tutup bejana, dan tidak dapat mengurai ikatan geribah.
2. Menjaganya dari wabah yang turun pada satu malam di setiap tahun.
3. Faedah ketiga: menjaganya dari terkena najis dan kotoran.
4. Keempat: menjaganya dari berbagai serangga dan binatang melata, karena bisa saja serangga jatuh ke dalam bejana atau geribah, lalu ia meminumnya, sedangkan ia tidak menyadari keberadaan serangga tersebut, atau ia meminumnya pada malam hari, (sehingga ia tidak melihatnya-pen) akibatnya ia terganggu dengan binatang tersebut."()
Imam An Nawawi juga menjelaskan bahwa syari'at menutup bejana dan mengikat geribah ini bukan hanya berlaku pada malam hari, akan tetapi juga berlaku pada siang hari, berdasarkan keumuman teks hadits di atas.
Syari'at ini juga menguatkan paparan saya sebelumnya, bahwa lalai dari berdzikir kepada Allah adalah biang berbagai penyakit, karena dengan menyebut nama Allah ketika menutup makanan dan minuman, berarti makanan dan miuman kita terhindar dari gangguan setan dan wabah yang turun.
Hikmah pertama dan kedua yang disebutkan pada hadits di atas, yaitu menjaga makanan dan minuman dari wabah yang turun pada satu hari/malam di setiap tahun, merupakan hikmah yang hingga saat ini tidak diketahui dan ditemukan oleh ilmu kedokteran barat. Dan hikmah ini hanya dapat diketahui melalui wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya r.
Kedua hikmah ini merupakan secercah rahasia ilmu kedokteran islam yang tidak atau belum kita kembangkan dan sosialisasikan ke masyarakat. Sebagaimana hal ini merupakan salah satu bentuk imunisasi syariat yang belum atau bahkan tidak kita kembangkan dan sosialisasikan kepada umat manusia.
C. Makan tujuh biji kurma Ajwah.
Diantara tindakan prefentik yang diajarkan Islam untuk mencegah berbagai penyakit sebelum datang ialah dengan mengkonsumsi tujuh biji buah kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi. Mengkonsumsi tujuh biji kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi, dapat mencegah serangan pengaruh sihir dan racun. Yang demikian ini berdasarkan sabda Nabi r:
(من تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ، لم يَضُرَّهُ في ذلك الْيَوْمِ سُمٌّ ولا سِحْرٌ) متفق عليه
"Barang siapa yang setiap pagi hari makan tujuh biji buah kurma ajwa, niscaya pada hari itu ia tidak akan terganggu oleh racun atau sihir." (Muttafaqun 'alaih).
Pada riwayat lain :
من أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بين لَابَتَيْهَا حين يُصْبِحُ لم يَضُرَّهُ سُمٌّ حتى يُمْسِيَ. رواه مسلم
"Barang siapa pada pagi hari, makan tujuh biji kurma yang dihasilkan diantara kedua hamparan Madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh racun hingga sore hari." (riwayat Muslim).
Dengan jelas Nabi r menyebutkan bahwa manfaat mengkonsumsi tujuh biji kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah pada pagi hari adalah untuk menangkal pengaruh sihir dan racun. Sehingga manfaat kurma ajwah ini sama halnya dengan manfaat yang diperoleh dari imunisasi.
Berikut saya nukilkan fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah tentang hal ini:
Pertanyaan : Apa hukumnya berobat dengan imunisasi sebelum datangnya penyakit?
Jawaban: Tidak mengapa berobat dengan imunisasi bila kawatir terkena suatu penyakit, disebabkan adanya wabah, atau sebab lainnya yang dikawatirkan menjadi penyebab datangnya penyakit. Sehingga tidak mengapa, anda minum obat guna menangkal penyakit yang dikawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi r pada suatu hadits yang shohih:
(من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم)
"Barang siapa yang pada waktu pagi makan tujuh biji kurma madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh sihir, tidak oleh racun." Hadits ini termasuk upaya penanggulangan penyakit sebelum terjadi.
Demikian juga halnya orang yang kawatir terhadap serangan suatu penyakit, dan ia diberi imunisasi anti wabah yang sedang menyerang di negri tersebut atau di negri manapun. Upaya itu tidak mengapa, sebagai upaya pertahanan. sebagaimana halnya penyakit yang telah menimpa diobati, demikian juga halnya penyakit yang dikawatirkan akan menyerang, boleh ditanggulangi dengan pengobatan.
Akan tetapi tidak dibenarkan untuk menggantungkan ajimat, penangkal penyakit, atau jin, atau 'ain, dikarenakan itu semua dilarang oleh Nabi r. Dan beliau r telah menjelaskan bahwa perbuatan itu termasuk syirik ashghar (kecil), karena itu, hendaknya kita waspada."()
D. Memohonkan Perlindungan Untuk Anak-anak.
Diantara metode imunisasi Syari'at yang tidak diketahui oleh banyak umat Islam dan sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya ialah dengan memohonkan perlindungan kepada Allah untuk anak-anak kita dari gangguan syetan, binatang berbisa dan pengaruh 'ain keji (mata keji). Padahal metode ini telah diajarkan semenjak zaman Nabi Ibrahin 'alaihissalam, dan diamalkan oleh Nabi Muhammad r.
عَنِ ابن عَبَّاسٍ أن رَسُولَ اللَّهِr كان يُعَوِّذُ حَسَناً وَحُسَيْناً يقول (أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ من كل شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كل عَيْنٍ لاَمَّةٍ) وكان يقول: (كان إِبْرَاهِيمُ أبي يُعَوِّذُ بِهِمَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ). رواه أحمد وأبو داود والنسائي وصححه الألباني.
"Dari sahabat Ibnu Abbas t bahwasanya Rasulullah r memohonkan perlindungan untuk cucunya Hasan dan Husain dengan berdoa: "Aku memohonkan perlindungan untukmu berdua dengan Kalimat-kalimat Allah yang Maha Sempurna dari setiap setan, binatang berbisa yang mematikan, dan dari setiap (pengaruh) mata yang mendatang kerusakan." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasai dan dishohihkan oleh Al Albani.
Ini adalah salah satu imunisasi syari'at yang masih belum banyak diketahui oleh umat Islam, dan sering dilalaikan oleh orang yang telah mengetahuinya. Sungguh demi Allah, bila imunisasi syari'at ini diamalkan dan diterapkan oleh masyarakat Islam dengan penuh keimanan dan penghayatan akan makna dan kandungannya, niscaya anak-anak kita akan terhindar dari berbagai penyakit dan wabah.
Wahai saudaraku seiman dan seakidah! Cobalah anda bertanya kepada hati nurani sendiri: Percayakah anda dengan imunisasi syari;at ini?
Amalkanlah wahai saudaraku, niscaya Allah akan melindungi anak-anak anda dari berbagai petakan dan musibah.
Keempat syari'at di atas, hanyalah setetes dari lautan syariat yang bila kita amalkan dengan penuh keimanan akan mendatangkan keberkahan dalam hidup kita, bukan hanya dalam hal kesehatan badan kita, akan tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan kita, baik di dunia ataupun di akhirat.
Perbandingan Antara Manfaat Dan Efek Samping Obat.
Islam adalah agama yang Allah turunkan guna merealisasikan dan memperbanyak kemaslahatan bagi umat manusia dan menyingkap serta menguri kemadharatan dari mereka.
Ibnu Taimiyyah berkata: "Syari'at Islam datang guna mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakannya, serta meniadakan kerusakan dan menguranginya. Oleh karenanya seluruh hal yang diharamkan, berupa kesyirikan, khomer, judi, zina, dan perbuatan dholim, kadang kala dapat mewujudkan manfaat dan tujuan bagi pelakunya, akan tetapi dikarenakan kerusakannya lebih banyak dibanding maslahatnya, maka Allah dan Rasul-Nya melarang kita darinya. Sebagaimana banyak hal, misalnya berbagai amalan ibadah, jihad, menafkahkan harta, padanya terdapat madhorot (kerugian), akan tetapi karena maslahatnya lebih banyak dibanding kerusakannya, maka Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita dengannya. Ini adalah suatu prinsip yang tidak boleh dilupakan. "()
Bahkan Ibnu Abil 'Iiz As Syafi'i menyimpulkan bahwa seluruh syari'at Islam tercakup oleh kaedah/prinsip ini, kesimpulan ini beliau ulas dengan panjang lebar dan dengan metode yang benar-benar ilmiyyah dalam kitab beliau yang berjudul:
قواعد الأحكام في مصالح الأنام
"Kaedah-kaedah Hukum Pada Kemaslahatan Manusia".
Kaedah ini bukan hanya berlaku pada hukum halal dan haram saja, akan tetapi juga berlaku pada setiap urusan manusia, tidak terkecuali urusan penyakit, penanggulangan dan pengobatannya, sampai-sampai Ibnul Qayyim memberikan kesimpulan dengan berkata:
بالجملة فعناصر هذا العالم السفلي خيرها ممتزج بشرها ولكن خيرها غالب.
"Pendek kata, seluruh unsur yang ada di alam dunia, kebaikannya bercampur dengan kejelekan, akan tetapi kebaikannya lebih banyak."()
Berangkat dari kaedah ini, maka tidak heran bila dalam dunia pengobatan, dan penanggulangan penyakit, dikenal suatu hal yang disebut efek samping pengobatan. Bahkan produsen obat, sering kali dengan terus terang memberitahukan efek samping dari obat yang mereka pasarkan.
Walau demikian, obat tersebut tetap saja laku di pasaran, dan bahkan laris, yang demikian ini dikarenakan masyarakat atau konsumen berharap mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang ia derita dengan mengkonsumsi obat tersebut. Dan efek samping suatu obat atau pengobatan beraneka ragam wujudnya, ada yang ringan dan ada juga yang berat.
Sebagai contoh misalnya, seseorang rela untuk diamputasi salah satu anggota badannya, guna menghentikan pertumbuhan kangker, atau penyakit serupa yang telah menggerogoti anggotan badan tersebut. Pasien merelakan salah satu anggota badannya di potong, demi menyelamatkan badan, bahkan nyawanya dari kematian. Dikala ia sehat wal afiat -walau dibayar berapapun- ia tidak akan pernah sudi melakukan itu.
Seorang ayah, akan rela bila anaknya disuntik ketika diimunisasi, karena ia mengharapkan manfaat imunisasi tersebut lebih besar dibanding rasa sakit yang harus diderita anaknya akibat suntikan tersebut.
Perilaku ini bukanlah hal yang mengherankan, atau terlarang baik menurut ilmu medis ataupun syari'at, karena diantara ilmu pengobatan yang diajarkan oleh Nabi r ialah dengan hijamah, yaitu menyayat bagian tertentu dari badan kita, guna mengeluarkan darah kotor atau rusak yang menjadi penyebab sakit yang kita derita.
Bahkan Nabi r memerintahkan sahabatnya untuk memutuskan urat lengan Sa'ad bin Mu'adz, yang terluka akibat terkena tombak pada peperangan Al Khondak. Akan tetapi upaya pengobatan Nabi r untuk menyelamatkan sahabat Sa'ad bin Mu'adz ini tidak berhasil, alias gagal, karena Allah telah menentukan bahwa beliau akan mati syahid akibat luka tersebut.
Kedua hal ini, nyata-nyata tidak akan kita lakukan bila kita dalam keadaan sehat, dan kita tidak akan pernah tega melakukannya terhadap anak-anak kita bila tidak ada perlunya.
Bila kita telah memahami fenomena ini, maka betapa besar kerugian yang telah kita derita; akibat melupakan pengobatan Nabawi yang mudah, murah, manjur, lagi tidak memiliki efek samping sidikitpun.
Pengobatan tersebut ialah ruqyah, yaitu jampi-jampi dengan bacaan Al Qur'an atau doa'-doa yang dibenarkan. Tidak heran bila Allah Ta'ala menyatakan bahwa Al Qur'an adalah kesembuhan:
]وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا[ الإسراء 82.
Dan Kami turunkan Al Qur'an, sesuatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al Qur'an tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian." (Al Isra' 82).
Ibnul Qayyim berkata: "Al Qur'an adalah kesembuhan sempurna bagi segala penyakit hati dan badan/fisik, penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang memiliki keahlian, tidak juga dimudahkan untuk mendapat kesembuhan dengannya. Bila seorang yang menderita penyakit, pandai dalam menjalankan pengobatan dengan Al Qur'an, ia meletakkannya tepat pada penyakit yang ia derita dengan sebenarnya, ia beriman, menerima, dan yakin sepenuhnya serta ia memenuhi seluruh persyaratannya, niscaya tidak ada penyakit yang dapat melawannya. Bagaimana mungkin bagi penyakit dapat melawan kalamullah, Tuhan bumi dan langit, yang bila diturunkan kepada gunung, niscaya akan hancur, dan bila diturunkan kepada bumi niscaya akan terpotong-potong karenanya. Tidaklah ada suatu penyakitpun, baik penyakit batin, ataupun fisik, melainkan dalam Al Qur'an telah terdapat petunjuk tentang obat, penyebab dan metode pencegahannya. Hal ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang telah Allah karuniai pemahaman tentang kitab-Nya. .....Barang siapa yang tidak dapat disembuhkan dengan Al Qur'an, maka semoga Allah tidak menyembuhkannya. Dan barang siapa yang tidak merasa cukup dengan Al Qur'an, maka semoga Allah tidak pernah mengaruniainya kecukupan."()
Dan diantara ruqyah yang diajarkan oleh Rasulullah r adalah:
(اللهم رَبَّ الناس أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا) متفق عليه
"Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, sirnakanlah keluhan, sembuhkanlah dia, sedangkan Engkaulah Dzat Penyembuh, tiada kesembuhan melainkan kesembuhan darimu, kesembuhan yang tiada menyisakan penyakit." (Muttafaqun 'alaih).
Ibnu Hajar dan lainnya, menjelaskan bahwa manfaat dari pengkhususan kesembuhan dengan "kesembuhan yang tiada menyisakan penyakit", adalah: guna menghindari berbagai efek samping yang mungkin terjadi dari proses pengobatan dan penyembuhan, karena kadang kala, suatu penyakit berhasil disembuhkan, akan tetapi muncul penyakit lain. Oleh karenanya Nabi r mengajarkan agar kita memohon kepada Allah kesembuhan yang mutlak (sempurna) dan bukan asal kesembuhan.()
Bangkitlah saudaraku! Marilah kita bersama-sama mengkaji, menggali dan kemudian menerapkan pengobatan dengan Al Qur'an. Hidupkan dan masyarakatkanlah pengobatan dengan Al Qur'an, baik untuk mengobati penyakit jiwa atau raga kita, atau untuk menanggulangi datangnya wabah dan penyakit.
Diantara salah satu imunisasi syri'at yang diajarkan oleh Nabi r kepada umatnya ialah apa yang disebutkan pada hadits berikut:
(مَنْ رَأَى صَاحِبَ بَلاءٍ، فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاَ إِلاَّ عُوفِيَ مِنْ ذَلِكَ الْبَلاَءِ كَائِنًا مَا كَانَ، مَا عَاشَ.) رواه الترمذي وغيره وصحّضحه الألباني
"Barang siapa yang menyaksikan orang yang tertimpa bencana/penyakit, lalu ia berdoa:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاَكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيلاً
"Segala puji hanya milik Allah Yang telah membebaskanku dari apa yang Ia uji engkau dengannya, dan Yang benar-benar telah mengaruniaiku keutamaan dibanding banyak dari makhluq-Nya." Melainkan ia akan terbebas dari bencana/ penyakit tersebut, apapun wujudnya, sepanjang hayat." (riwayat At Tirmizy dan lainnya, dan hadits ini dihasankan oleh Al Albani).
Subhanallah, wal hamdulillah. Imunisasi syari'at ini, mudah, murah, manjur, tanpa efek samping, dan berlaku untuk segala jenis penyakit dan bahkan juga bencana lainnya. Adakah imunisasi yang dihasilkan oleh penelitian ilmu medis barat yang dapat semanjur dan sehebat ini?? Saya yakin, sampai kapanpun dan dengan kemajuan dan teori apapun, manusia tidak akan mampu menemukan faksin/imunisasi sehebat dan semanjur imunisasi nabawi .
Imunisasi ini hanyalah dapat diperoleh melalui wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya r. Oleh karenanya, hendaknya umat Islam mensyukuri, kemudian mengkaji dan mengamalkan imunisasi syari'at ini dalam kehidupan mereka. Hanya dengan cara itulah umat Islam akan berjaya dan mandari tidak menjadi obyek perniagaan musuh mereka.
Dua Peringatan Penting :
Peringatan pertama: Ilmu Agama Lebih Mulia dari Ilmu Kedokteran.
Pada akhir tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk sedikit membandingkan sikap kita terhadap ilmu kedokteran dan ilmu syari'at. Di masyarakat kita, bisa dipastikan bahwa seseorang yang tidak belajar ilmu kedokteran, atau tidak memiliki ijazah dan izin praktek dari instansi yang bewenang, tidak akan berani membuka prektek untuk umum. Bila ada seseorang yang nekat buka praktek pengobatan untuk umum, niscaya akan berurusan dengan pihak berwajib dan segera dipenjarakan.
Bukan hanya sebatas itu, masing-masing dari kita merasa malu atau takut untuk berkomentar tentang ilmu medis, kalau benar-benar tidak pernah mempelajarinya.Dan masing-masing kita ketika berobat berusaha semaksimal mungkin untuk memilih dokter yang mahir dan berpengalaman.
Akan tetapi, untuk ilmu yang satunya, yaitu ilmu syari'at, maka kebalikannyalah yang terjadi. Di masyarakat kita, siapa saja bebas membuka praktek, menganalisa, berfatwa dan menulis. Bahkan kita lebih suka menghadiri pengajian yang dibimbing oleh seseorang yang baru masuk Islam, atau seorang dokter atau insinyur, daripada pengajian yang dibimbing oleh seorang ulama' yang telah menghabiskan umurnya dalam mempelajari ilmu agama. Dan kita juga tidak selektif dalam memilih ustadz atau kiyai yang menjadi tempat kita meminta fatwa atau belajar ilmu.
Bukan hanya sekedar itu, masing-masing anggota masyarakat merasa memiliki kebebasan untuk berpendapat dalam ilmu agama. Dan seseorang yang belajar di fakultas kedokteran lebih mulia dan terhormat dibanding seorang santri yang mondok di sebuah pesantren atau bahkan yang kuliah di fakultas ilmu agama. Bahkan para santri dan mahasiswa fakultas ilmu-ilmu agama merasa ciut hati bila berhadapan dengan mahasiswa fakultas kedokteran. La haula wala quwwata illa billah
Sungguh mengherankan, karena ilmu agama lebih mulia dibanding ilmu kedokteran, karena kemuliaan ilmu ditinjau dari apa yang menjadi tema ilmu tersebut. Dengan demikian ilmu yang mempelajari tentang nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan syari'atnya lebih mulia dibanding ilmu yang mempelajari berbagai penyakit dan bahkan barang najis, misalnya air seni dan yang serupa.
Ini adalah fenomena yang sangat memilukan setiap orang yang dihatinya masih tersisa pengagungan terhadap Allah dan syari'at-Nya. Oleh karenanya Allah Ta'ala berfirman:
] يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ[ المجادلة 11
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
Para ulama' menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu pada ayat ini ialah ilmu agama, bukan sembarang ilmu. Diantara yang mendasari penafsiran ini ialah kisah berikut:
"Nafi' bin Abdul Harits berjumpa dengan Kholifah Umar (bin Khotthob) di daerah 'Usfan, dan kala itu Umar telah menunjuknya sebagai gubernur kota Makkah. Maka Kholifah Umar bertanya kepadanya: Siapakah yang engkau tunjuk untuk menjadi pegawaimu di daerah Wadi? Maka Nafi'pun menjawab: Ibnu Abza. Maka Kholifah Umar kembali bertanya: Siapakah itu Ibnu Abza? Nafi' menjawab: Dia adalah salah seorang bekas budak kami. Kholifah Umar berkata keheranan: Engkau menunjuk seorang bekas budak sebagai pemimpin mereka?Nafi' menjawab: Sesungguhnya dia itu hafal kitab Allah Azza wa Jalla (Al Qur'an) dan menguasai ilmu faraidh (pembagian warisan). Mendengar itu, kholifah Umar berkata: Ketahuilah, sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda:
(إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بهذا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ. رواه مسلم
"Sesungguhnya Allah akan memuliakan dengan Kitab ini (Al Qur'an) sebagian orang dan akan merendahkan dengannya sebagian lainnya." (riwayat Muslim).
Bila hal ini telah diketahui, maka seorang ulama' dalam menghukumi suatu permasalahan, -misalnya dalam hal yang ada kaitannya dengan ilmu medis- maka ia harus menguasai dua jenis ilmu/pemahaman:
1. Pemahaman terhadap kasus atau kejadian, dan mengetahui hakikat kejadian itu dengan menggunakan berbagai qorinah, tanda dan bukti-bukti hingga ia benar-benar menguasai ilmu tentang kejadian itu. Pemahaman inilah yang sering disebut-sebut dengan istilah fiqih waqi' (realita).
2. Pemahaman tentang kewajiban yang berhubungan dengan kejadian itu, yaitu memahami hukum Allah yang tercantum dalam Al Qur'an atau sunnah Rasullah tentang kejadian itu.
Bila kedua ilmu ini telah dimiliki, maka seorang ulama' berkewajiban untuk mencocokkan keduanya. Barang siapa yang telah mengerahkan seluruh daya dan upayanya guna menguasai dua pemahan ini, maka dibenarkan baginya untuk berfatwa atau memutuskan suatu hukum halal atau haram.()
Kemudian permasalahannya bukan hanya sebatas ini saja, karena pemahaman jenis pertama masih terbagi menjadi dua, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Sholeh in Abdil Azizi Alu As Syeikh, dalam perkataannya berikut ini:
" Sesungguhnya memahami realita (fiqih waqi') -menurut 'ulama- terbagi menjadi dua bagian:
Bagian pertama : Pemahaman terhadap realita yang dibangun diatasnya hukum syari'at, dan ini merupakan suatu keharusan, dan harus dipahami, dan barangsiapa yang menghukumi suatu masalah, tanpa memahami realitanya, maka dia telah salah.
Dan Jika realita tersebut, memiliki pengaruh dalam menentukan hukum, maka kita wajib untuk memahaminya.
Bagian kedua : Realita yang tidak memiliki pengaruh dalam menentukan hukum syari'at, misalnya: kejadiannya demikian dan demikian, dan kisah cerita yang panjang lebar…, akan tetapi realita dan kisah tersebut, tidak ada pengaruhnya sama sekali dalam menentukan hukum syari'at.
Ketika itulah, para 'ulama tidak memperdulikannya, walaupun mereka memahami realita tersebut. Dengan demikian tidak setiap realita yang diketahui dibangun diatasnya hukum syari'at".()
Adapun orang yang hanya menguasai satu dari dua pemahaman di atas, maka tidak dibenarkan baginya untuk berfatwa atau menghukumi halal atau haram, bila tidak, maka ia akan terjerumus kepada perbuatan berdusta atas nama Allah.
]وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ[ النحل 116
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lisanmu secara dusta" ini halal dan ini haram", untuk mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." (An Nahel 116)
Oleh karenanya, tidak dibenarkan bagi siapapun yang hanya memiliki satu jenis pemahaman, kemudian berfatwa, baik secara langsung, misalnya dengan berkata : ini halal, dan itu haram, atau dengan tidak langsung dan dengan bahasa diplomatis, misalnya dengan berkata: tidak layak, tegakah anda melakukan hal itu, lebih baik tinggalkan dll.
Peringatan Kedua: Waspada Dari Propaganda Komersial.
Ilmu medis yang ada pada zaman kita ini kebanyakannya adalah hasil penelitian dan percobaan orang-orang yang tidak beriman atau minimal kurang memiliki rasa takut kepada Allah. Akibatnya, mereka tidak jarang lebih mementingkan sisi komersialnya dibanding sisi amanah dan ibadah kepada Allah dengan menolong saudaranya yang sedang menderita sakit.
Kebanyakan yang berkecimpung dalam ilmu medis tidak memperhatikan masalah halal-haram, oleh karena itu terjadi berbagai kemungkaran ketika praktek.
Betapa banyak hal yang hanya bertujuan mengeruk keuntungan materi bahkan memasarkan barang haram telah melekat dalam ilmu medis zaman sekarang, misalnya: penggunaan alkohol dalam berbagai prodak obat, perang propaganda antara produsen obat yang tidak segan-segan untuk menggunakan kata-kata dusta, suap dan sikap-sikap kotor lainnya. Sebagai contohnya: setiap produsen obat mengklaim bahwa prodaknya adalah yang no 1, paling manjur, dan lain-lain. Sebagaimana mereka menghalalkan segala macam cara agar prodaknya laku, misalnya dengan menggunakan suap, mempertontonkan aurat wanita ketika mengiklankan prodaknya dll.
Ini semua merupakan bukti dari kebenaran sabda Nabi r:
(إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا، إلا من اتقى الله وبر وصدق) رواه الترمذي وابن حبان والحاكم وصححه الألباني
"Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari qiyamat sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur." Riwayat At Timizy, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dishahihkan oleh Al Albany.
Al Qadhi 'Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata: "Karena kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya dengan sumpah palsu dan yang serupa. Nabi r memvonis mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya."()
Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam hendaknya mewaspadai fakta ini, dan hendaknya tidak langsung mempercayai segala yang diucapkan dan dipropagandakan oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi membangun suatu fatwa hukum halal danharam di atas propaganda tersebut.
Ini semua mengingatkan kita kepada penyesalan Imam As Syafi'i atas dilalaikannya ilmu medis oleh umat Islam dan diserahkannya ilmu tersebut kepada umat Yahudi dan Nasrani, sampai-sampai beliau berkata:
ضيعوا ثلث العلم ووكلوه إلى اليهود والنصارى.
"Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga ilmu dan menyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani." ()
Agar kita tidak salah langkah, ketika menghadapi berbagai propaganda orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan hanya ingin mengeruk keuntungan, maka hendaknya umat Islam senantiasa mengembalikan setiap permasalahan atau isu publik dalam dunia medis kepada orang-orang muslim yang amanah, memiliki rasa takut kepada Allah, baik dari kalangan pakar ilmu medis atau ulama'. Dan alangkah indahnya bila antara kedua pakar muslim tersebut, pakar medis dan ulama' menjalin kerja sama yang harmonis, dalam menghadapi berbagai hal yang muncul di masyarakat.
Pakar ilmu medis menmpelajari dari tinjauan ilmu medis, kemudian hasil riset mereka ditindak lanjuti oleh ulama' dengan fatwa yang selaras dengan kaedah-kaedah ilmu agama.
Sebagai contoh nyata bagi apa yang saya paparkan ialah : apa yang beberapa saat lalu hangat dibicarakan, yaitu isu bahwa sebagian faksin yang digunakan untuk mengimunisasi masyakarat diambil dari darah babi.
Semestinya, isu ini ditindak lanjuti oleh pakar ilmu medis dari umat Islam, terutama instansi pemerintah terkait, lalu dipaparkan dihadapan ulama', sehingga kebenaran hukum syar'i akan dapat dicapai. Sehingga masalah ini bukan hanya berhenti sebagai isu yang dilontarkan ke masyarakat, kemudian menimbulkan keresahan dan kebingungan.
Demikian, apa yang dapat saya paparkan pada kesempatan ini tentang imunisasi syari'at, semoga bermanfaat bagi saya dan pembaca. Dan bila ada kebenaran maka itu atas taufiq dan karunia Allah, dan bila ada kekhilafan, maka itu datangnya dari syetan dan kejahilan saya, wallahu a'alam bisshowab, semoga sholawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
) Tafsir Ibnu Jarir At Thobari 21/108&Tafsir Ibnu Katsir 3/462.
) As SHolah Wa Hukmu Tarikiha, oleh Ibnul Qayyim 86.
) Tafsir Ibnu Jarir 27/234, dan Tafsir Ibnu katsir 4/314.
) Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3279 & Tafsir Al Baghowi 7/355.
) Al Bidayah wa An Nihayah 12/85.
) Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/417.
) Tafsir As Sa'dy 516-517.
) Telah terbukti bahwa untuk mengobati orang yang terkena 'ain dapat juga dengan mengambil barang yang pernah digunakan oleh orang yang mengenainya, misalnya piring, atau gelas, atau sendok, atau pakaian yang pernah ia gunakan. Walaupun yang paling sempurna ialah dengan cara yang disebutkan pada kisah Sahel ini.
) Silahkan baca biografi kedua sahabat ini dalam kitab Al Ishobah Fi Tamyizis Shohabah oleh Ibnu Hajar 3/198 & 579.
) Bada'iul Fawaid 2/456.
) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 10/231, baca juga Bada'iul Fawaid oleh Ibnu Qayyim 2/457.
) Mirqatul Mafatih oleh Ali Al Qary 14/14.
) Kedua kisah ini disadur dari kitab "Kaifa Tu'aliju Maridhoka Bir Ruqyah As Syar'iyah", karya Dr. Abdullah bin Muhammad As Sadhan.
) Zadul Ma'ad 4/14-15.
) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Al Asqalaany 10/135.
) At Tamhid oleh Ibnu Abdil Bar 5/264.
) Idem.
) Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 9/263.
) Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 13/183.
) Al Fatawa Al Mut'alliqah Bit Thib Wa Ahkamil Mardho 203.
) Majmu' fatawa Ibnu Taimiyyah 1/265.
) Syifaul 'Alil 183.
) Zadul Ma'ad oleh Ibnul Qayyim
) Baca Fathul bari oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 10/150, & Faidhul Qadir oleh Al Munawi 2/151.
) I'ilamul Muwaqi'in 1/87-88..
) Ad Dhowabith As Syar'iyyah Li Mauqifi Al Muslim fi Al Fitan hal:45.
) Dinukilkan oleh Al Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfatul Ahwazy 4/336.
) Siyar A'lam AN Nubala, oleh Ad Dzahabi 10/57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar